KSPI-KSPSI ‘Gugat’ Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
Berita

KSPI-KSPSI ‘Gugat’ Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja

Permohonan ini resmi didaftarkan pada saat hari yang sama dengan pengundangan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada pasal di klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja yang mengabaikan putusan MK.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Mengenai dihapusnya Pasal 65 UU Ketenagakerjaan, ada Putusan MK No.27/PUU-IX/2011 dimana putusan itu menegaskan konstruksi hukum Pasal 65 UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai batasan, syarat kerja, dan perlindungan hak-hak outsourcing adalah ketentuan yang konstitusional. Karena itu, dalam Pasal 65 UU Ketenagakerjaan ada sanksi yang diberikan jika syarat tersebut tidak dipenuhi yakni beralihnya status hubungan kerja buruh outsourcing ke perusahaan pemberi pekerjaan (user).

Menurut para pemohon, dihapusnya Pasal 65 berdampak antara lain semua jenis pekerjaan baik penunjang maupun inti dapat diborongkan; perusahaan yang menerima pemborongan itu tidak perlu lagi berbentuk badan hukum; tidak ada lagi sanksi berupa beralihnya hubungan kerja ke perusahaan pemberi pekerjaan.

“Pasal 81 angka 19 UU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 65 UU Ketenagakerjaan ini perumusannya jelas mengabaikan putusan MK No.27/PUU-IX/2011 dimana putusan itu terutama Pasal 65 ayat (7) dinyatakan sebagai norma yang konstitusional bersyarat.”

Soal upah, perubahan Pasal 88 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja yang berbunyi “Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Sebelumnya, Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  

Disertai penjelasan yang dimaksud penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak yakni pendapatan buruh dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya secara wajar meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.

Berubahnya Pasal 88 UU Ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja dianggap merugikan hak konstitusional para pemohon dan semua buruh seperti dijamin Pasal 27 ayat (2), 28D ayat (1) dan (2) UUD Tahun 1945. “Jika Pasal 81 angka 24 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan itu berlaku dapat berakibat pada tidak adanya perlindungan bagi buruh atas haknya memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak,” dalih para pemohon.

Soal pesangon, para pemohon menguji sejumlah pasal terkait pesangon dalam UU Ketenagakerjaan melalui Pasal 81 UU Cipta Kerja. Misalnya, Pasal 166 UU Ketenagakerjaan yang dihapus UU Cipta Kerja, akan berdampak pada tidak adanya kompensasi pesangon bagi ahli waris dari buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan meninggal dunia. Sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan ketentuan ini memberikan kompensasi pesangon sebesar 2 kali ketentuan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait