Kritikan Menjalankan Konstitusi Dipolisikan, Demokrasi Terancam
Utama

Kritikan Menjalankan Konstitusi Dipolisikan, Demokrasi Terancam

Bareskrim mesti memberikan penjelasan ke publik, termasuk melakukan penyidikan secara terbuka agar dapat dilakukan pengawasan oleh masyarakat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Sarpin Rizaldi dan dua Komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri. Foto: RES
Sarpin Rizaldi dan dua Komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri. Foto: RES
Memberikan kritikan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan lembaga yang dilakukan pejabat negara nampaknya menjadi ancaman. Alih-alih menjalankan tugas pokok dan fungsi lembaga, dua komisoner Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri atas laporan hakim Sarpin Rizaldi. Padahal menyatakan pendapat, apalagi dalam rangka menjalankan tugas pengawasan dijamin oleh konstitusi di alam demokrasi.

Pengamat hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Ibnu Nugroho, berpandangan penetapan tersangka terhadap dua komisoner KY itu mengancam demokrasi. Menurutnya ketika orang memberikan kritikan terhadap kerja pejabat dianggap bentuk pencemaran nama baik, bakal kembali ke zaman era kegelapan demokrasi.

Sikap kritik oto kritik yang sudah berjalan bakal dibungkam. Ia menilai Suparman dan Taufiqurrahman memberikan penilaian atau komentar berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Ibnu berpendapat kritikan yang dilontarkan Suparman dan Taufiq bukan menyerang pribadi Hakim Sarpin. “Seharusnya hal itu tidak bisa dinyatakan sebagai sebuah pencemaran nama baik,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan di DPR, Senin (13/7).

Pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, mengamini pandangan Ibnu. Menurutnya, penetapan tersangka terhadpa Suparman dan Taufiq mengusik nurani keadilan publik. Pasalnya hal tersebut bakal berdampak pada kewibawaan tugas pengawasan hakim yang dilakukan oleh KY.

“Apalagi, perkara ini menyangkut fungsi konstitusional KY dalam menegakkan martabat dan kehormatan hakim,” ujarnya.

Lebih lanjut, Masnur mengatakan profesionalisme penyidik Bareskrmi menangani kasus atas laporan Hakim Sarpin itu menjadi taruhan. Menurutnya, Polri mesti memastikan bahwa penetapan tersangka berdasarkan prinsip keadilan hukum. Terpenting, penyidik mesti mengedepankan asas kehati-hatian dalam memproses hukum bukan dengan serampangan.

Ia pun meminta agar publik mengawasi ekstra penanangan kasus tersebut. Dengan begitu, penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan sesuai koridor sekaligus menampik adanya tudingan kriminalisasi. Penyidikan pun mesti berjalan terbuka. “Publik juga pasti mengawasi dan menunggu ditegakannya nurani hukum dan nurani keadilan,” ujarnya.

Anggota Komisi III Aditya Mufti Arifin menilai masyarakat tak perlu khawatir dengan penetapan tersangka terhadap dua komisioner KY oleh Bareskrim. Ia pun menilai proses hukum tersebut bukanlah bentuk kriminalisasi. Sebaliknya, Polri dinilai memberikan rasa keadilan.

Ia berpandangan penanganan kasus tersebut oleh Bareskrim tidak terkait dengan Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Makanya, kata Aditya, penetapan tersangka tersebut dinilai murni persoalan hukum. “Karena penetapan tersangka ini adalah hasil laporan dari hakim Sarpin,” ujarnya di Jakarta.

Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan agar tidak ada dugaan kriminalisasi terhadap KY, Bareskrim perlu menjawab kecurigaan masyarakat tersebut. Antara lain melakukan penyidikan secara terbuka. Jika tidak dilakukan Bareskrim, kasus-kasus yang tidak signifikan seperti sangkaan pencemaran nama baik dapat menurunkan citra Polri.

Lebih kanjut politisi PPP itu berpandangan dalam kasus dua komisioner KY tersebut, pokok persoalannya adalah kritikan Suparman dan Taufiq yang dimuat dalam pemberitaan media. Mekanisme penyelesaiannya perlu mengacu pada UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Setidaknya, dapat melalui Dewan Pers.

“Perlu dijelaskan perkara ini karena menyangkut dua pejabat negara yang memang memiliki tugas konstitusional untuk meneliti kemungkinan adanya pelanggaran etik oleh hakim,” pungkasnya.

Sebelumnya, Taufiqurrohman menampik tudingan menyerang pribadi Sarpin. Sebaliknya, hanya memberikan kritikan terhadap putusan saat menangani praperadilan yang dimohonan Wakapolri Komjen Budi Gunawan kala itu. Taufiq menganggap tindakan Hakim Sarpin melaporkan Komisioner KY ke Mabes Polri atas tuduhan mencemarkan nama baiknya tidak tepat.

Sebab, komentar KY menyangkut putusan praperadilan BG merupakan bagian fungsi KY sebagai lembaga pengawas para hakim di Indonesia yang telah diamanatkan undang-undang. “Kasus pencemaran ini kan menyangkut pribadi seseorang. Apa iya mengomentari putusan menyangkut pribadinya? Jadi, penetapan tersangka ini tidak tepat, karena pelapor (Sarpin) tidak punya legal standing (kapasitas) melaporkan kasus seperti ini,” ujar Taufiq mempertanyakan.

Menurutnya, mengomentari sebuah putusan pengadilan merupakan hal yang biasa, seperti publik seringkali mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Seperti kemarin, Putusan MK soal pengujian UU Pilkada banyak yang berkomentar. Jadi, kalau mengomentari putusan itu biasa kan, seperti halnya ketika ada keputusan presiden,” tukasnya.

Sebagaimana diberitakan, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso menyiratkan bahwa Taufiqurrohman Syahuri dan Ketua KY Suparman Marzuki telah ditetapkan tersangka atas dugaan pencemaran nama baik. Kedua komisioner KY itu dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi ke Mabes Polri, Maret lalu. Pernyataan kedua Komisioner di sejumlah media yang dianggap menyudutkan atau menyerang nama baik Sarpin sebagai hakim terkait putusan praperadilan Budi Gunawan.
Tags:

Berita Terkait