Kriteria Ideal Calon Ketua MA Penerus Hatta Ali di Mata Koalisi Masyarakat Sipil
Utama

Kriteria Ideal Calon Ketua MA Penerus Hatta Ali di Mata Koalisi Masyarakat Sipil

Selain berintegritas, Ketua MA harus bisa meneruskan modernisasi sistem peradilan yang telah digagas pendahulunya.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ketua Mahkamah Agung, M. Hatta Ali (tengah) akan segera berakhir masa jabatannya dan memasuki pensiun pada 1 Mei 2020. Foto: RES
Ketua Mahkamah Agung, M. Hatta Ali (tengah) akan segera berakhir masa jabatannya dan memasuki pensiun pada 1 Mei 2020. Foto: RES

Pemilihan Ketua Mahkamah Agung (MA) akan digelar dalam beberapa hari ke depan seiring akan berakhirnya masa jabatan M. Hatta Ali sebagai Ketua MA saat ini, dan segera memasuki masa pensiun pada 1 Mei 2020. Setidaknya ada empat nama yang santer digadang-gadang menjadi penerus tongkat estafet pemimpin lembaga yudikatif tersebut seperti M. Syarifuddin, Sunarto, Andi Samsan Nganro, Supandi. Tiga kandidat di antaranya berasal dari Badan Pengawasan MA yang dikenal memiliki integritas tinggi.

 

Sebenarnya bagaimana kriteria calon Ketua MA ke depan yang akan memimpin setidaknya 412 peradilan umum, 441 peradilan agama termasuk Mahkamah Syariah dan 34 peradilan tata usaha negara, sehingga menurut data yang dilansir dari laman mahkamahagung.go.id pada 17 Desember 2018 jumlah seluruhnya mencapai 910 pengadilan.

 

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Peradilan (LeIP) Liza Farihah yang juga bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan setidaknya ada sembilan kriteria Ketua MA ke depan.

 

Pertama, merupakan sosok yang berintegritas yang mana hal ini bisa ditunjukan dengan selalu melaporkan LHKPN dan tanpa ada track record yang buruk. Kedua, harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai dunia peradilan. Ketiga, harus memahami fungsi MA adalah pengadilan kasasi. Keempat, harus memiliki visi pembaruan MA dan peradilan di bawahnya.

 

“Sosok yang terus meningkatkan fungsi pelayanan publik bagi para pencari keadilan, sosok yang tegas untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan atau pelanggaran etik Hakim dan pegawai pengadilan, sosok yang bisa membangun hubungan baik dengan kementerian dan lembaga lainnya, terutama Komisi Yudisial,” ujar Liza mengatakan kriteria selanjutnya.

 

Selain itu, Ketua MA nanti harus bisa beradaptasi jika ada kondisi darurat seperti yang terjadi dengan mewabahnya Covid-19 seperti yang terjadi saat ini. Sebab sekarang jelas sekali terlihat aparat penegak hukum termasuk MA seperti bingung bagaimana harus bersikap di tengah kondisi yang terjadi. 

 

MA memang sudah mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) 1/2020 untuk bekerja dari rumah (Work Form Home) pada 23 Maret 2020. Tapi SEMA itu pun baru keluar setelah ada desakan dari koalisi masyarakat sipil. Di SEMA 1/2020 itu instruksi WFH sampai 5 April, dan selanjutnya pada 3 April keluar SEMA 2/2020 yang menginstruksikan bekerja dari rumah diperpanjang sampai 21 April 2020.

 

“Di Surat Edaran MA yang mengistruksikan penundaan sidang kecuali sidang pidana yang terdakwanya ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi. Kemudian untuk perdata, TUN, agama diminta menggunakan e-Litigasi. Nah sayangnya, setahu aku e-Litigasi itu belum ada di semua pengadilan,” tuturnya.

 

(Baca: Setiap Hakim Agung Berhak Jadi Ketua MA)

 

Hal ini pula berpengaruh kepada modernisasi peradilan seperti yang digaungkan MA. Sayangnya, menurut Liza belum semua pengadilan mengimplementasikan e-Litigasi secara penuh. “Kemudian, aku tanya sama temanku yang Cakim di PTUN sebuah kota. Pada akhirnya dia tetap ke kantor untuk pemeriksaan saksi,” ungkapnya.

 

Ke depan, Ketua MA terpilih sudah seharusnya memaksimalkan penggunaan e-Court dan e-Litigasi yang memang telah ditetapkan sebelumnya. Sebab cara ini dianggap mampu mengatasi masalah jarak, waktu, tenaga dan biaya berperkara serta memudahkan dan memperlancar proses persidangan. Apalagi dari laporan tahunan MA sudah ada target pada 2021-2025 moderninasi manajemen perkara pengadilan mengarah pada pelayanan hukum terintegrasi.

 

Hukumonline.com

Sumber: Laporan Tahunan MA 2019

 

Sementara itu, salah satu pendiri yang juga peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Aria Suyudi berpendapat ada enam poin penting yang menjadi kriteria Ketua MA mendatang. Pertama, menjaga dan meningkatkan kepercayaan dan keyakinan publik kepada peradilan. Kedua, melanjutkan komitmen terhadap inovasi dan pembaruan dengan melanjutkan implementasi cetak biru pembaruan peradilan 2010-2035 dan mendorong tercapainya badan peradilan yang agung.

 

Ketiga, mampu menempatkan MA dan badan peradilan sebagai peradilan yang dihormati di kawasan regional dan internasional. Keempat, optimalisasi struktur organisasi badan peradilan untuk mengoptimalkan peran yudikatif dalam negara Indonesia.

 

Kelima, menjawab tantangan revitalisasi peran ketatangaraan MA dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi lembaga negara lain. “Lalu meningkatkan peran peradilan untuk mendorong peningkatan profesionalisme profesi hukum,” kata Aria dalam poin keenam.

 

Seperti diketahui, Ketua MA M. Hatta Ali bakal segera memasuki masa pensiun sebagai hakim agung pada 7 April saat usianya memasuki genap 70 tahun. Namun, masa jabatan menjadi Ketua MA akan berakhir pada 1 Mei 2020 mendatang. Sesuai UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA, hakim agung pensiun jika memasuki usia 70 tahun.

 

Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah. “Iya benar usia Hatta Ali pada 7 April 2020 memasuki usia 70 tahun, namun ia akan pensiun pada 1 Mei 2020. Hingga saat ini belum ada kabar kapan jadwal pemilihan ketua MA akan digelar,” kata Abdullah saat dihubungi Hukumonline, Kamis (26/3).

 

Terpisah, Komisioner Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim, Aidul Fitriciada Azhari, menilai biasanya mekanisme pemilihan ketua MA dilakukan dengan voting antar para hakim agung sendiri. “Dalam pemilihan ketua MA ini, para hakim agung berhak mencalonkan diri dan juga dicalonkan menjadi ketua MA,” kata Aidul kepada Hukumonline.

 

Aidul mengatakan periode kedua jabatan Hatta Ali sebagai ketua MA sebenarnya belum habis karena belum genap 5 tahun. Namun karena Ketua MA diharuskan hakim agung, mau tidak mau berakhir pula masa jabatannya menjadi Ketua MA karena batas usia pensiun menjadi hakim agung 70 tahun.

 

Tags:

Berita Terkait