Kriminalisasi Kurator, UU Kepailitan Tak Bisa Disalahkan
Berita

Kriminalisasi Kurator, UU Kepailitan Tak Bisa Disalahkan

Sepanjang bekerja sesuai aturan, Kurator dan pengurus tak perlu takut.

FNH
Bacaan 2 Menit
Soliditas kurator sangat penting untuk mendorong perlindungan profesi ini. Foto: facebook
Soliditas kurator sangat penting untuk mendorong perlindungan profesi ini. Foto: facebook
Kriminalisasi kurator dan pengurus kembali terjadi. Kasus teranyar, dua orang pengurus PT Meranti Maritime, Allova H. Mengko dan Dudi Primedi, dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik. Kedua curator dituduh melanggar Pasal 310, 311, dan 317 KUHP. Pelapornya debitor yang merasa dicemarkan nama baiknya.

Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (APKI) Jamaslin James Purba mengatakan laporan ke polisi untuk mengkriminalisasi kurator potensial mengganggu kerja kurator saat mengurus budel pailit. Banyak kepentingan yang akan terganggu jika kurator harus dihadapkan pada persoalan hukum pidana. Yang jelas, pengurusan kepentingan kreditor dan debitor.

Namun demikian, laporan-laporan yang masuk ke pihak Kepolisian untuk menjerat kurator juga tidak mungkin dihalangi. Menurut James, setiap orang berhak melaporkan orang lain. “Tidak bisa dihalangi orang mau melakukan laporan,” kata James kepada hukumonline, Kamis (18/8).

Meskipun hak setiap orang, James menyayangkan adanya pihak yang yang melaporkan kurator ke polisi. Seyogianya keberatan debitor atau pihak lain terhadap tindakan kurator dilaporkan kepada hakim pengawas. Hakim pengawas bertugas mengawasi proses pemberesan budel pailit. Apalagi seorang kurator diangkat pengadilan, bukan atas dasar permintaan kurator bersangkutan.

Kewenangan kurator atau pengurus sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). pada Pasal 69 ayat (1) hingga (5) memberi kewenangan bagi kurator, sedangkan Pasal 240 ayat (1) hingga (6) mengatur batasan pengurus.

James tak sepakat jika UU Kepailitan dijadikan biang keladi kriminalisasi kurator. Menurut James, seluruh perkara hukum yang menjerat kurator tak dapat dibebankan kepada kurangnya perlindungan terhadap kurator di dalam UU Kepailitan. Jika para kurator dan pengurus sudah menjalankan tugas sesuai dengan kode etik yang berlaku, tak perlu ada ketakutan pada diri kurator atau pengurus jika suatu saat ada pihak yang melaporkan ke kepolisian. “Sepanjang kurator sudah bekerja dengan ketentuan yang berlaku, jangan khawatir. Selama ini ada laporan, tetapi tidak kuat,” ujar James.

Terlepas dari hal itu, penguatan profesi kurator dan pengurus dalam UU Kepailitan tetap dinilai perlu untuk dilakukan. Sejauh ini, lanjut James, selaku organisasi yang menaungi kurator dan pengurus, AKPI siap memberikan bantuan hukum kepada dua pengurus yang dipolisikan. Mengaku sudah berkomunikasi, James memastikan AKPI siap memberikan pandangan-pandangan terkait kasus tersebut.

Hal yang sama juga dikemukakan Ketua Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI), Soedeson Tandra. Menurutnya, penyidik seharusnya mengundang organisasi profesi untuk meminta keterangan, apakah dalam tindakannya pengurus telah melanggar kode etik profesi atau tidak.

Praktisi hukum, Mahendradatta, berpendapat seharusnya profesi yang menjalankan tugas karena UU tidak bisa dilaporkan. Pihak kepolisian, lanjutnya, harus melakukan seleksi terhadap laporan yang masuk. “Harusnya bagi pejabat yang sedang melaksanakan tugas, kemudian ada laporan harusnya ditolak,” kata Mahendradatta.

Kendati demikian, Mahendra juga tak menutup kemungkinan ada pelanggaran-pelanggaran yang bisa dilakukan oleh kurator dan pengurus. Dalam menerima laporan, pelanggaran-pelanggaran ini lah kemudian yang harus ditindaklanjuti oleh Kepolisian, apakah tindakan tersebut melanggar UU atau justru sebaliknya.
Tags:

Berita Terkait