KPU Diminta Larang Konser Musik Saat Kampanye Pilkada
Berita

KPU Diminta Larang Konser Musik Saat Kampanye Pilkada

Meski diatur dalam Peraturan KPU 10/2020, tapi dibolehkan konser musik berpotensi mengumpulkan banyak massa dalam jumlah banyak yang dikhawatirkan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Ilustrasi pilkada serentak: BAS

Di tengah pandemi Covid-19 yang seharusnya melakukan pengetatan penerapan protokol kesehatan dalam tahapan pelaksanaan pilkada serentak, KPU malah membolehkan konser musik dalam tahapan kampanye. Sontak saja, banyak pihak mendesak KPU meniadakan konser musik lantaran dikhawatirkan menjadi klaster baru dalam penyebaran virus Covid-19 yang mematikan ini..

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tak habis pikir dengan KPU yang membolehkan konser musik dalam ajang kampanye pilkada. Hal ini tertuang dalam Pasal 63 Peraturan KPU No.10 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan KPU No.6 Tahun 2020  tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19.  

“Kami menilai kegiatan konser musik tidak ada urgensinya terhadap pelaksanaan pilkada Serentak 2020 di masa pandemi saat ini. Idealnya konser musik dalam kampanye ditiadakan demi mengedepankan keselamatan dan kesehatan masyarakat dalam,” ujar Sufmi Dasco Ahmad di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (17/9/2002). (Baca Juga: Lima Cara Mencegah Konflik dalam Pilkada Serentak)

Dia mengingatkan KPU sebagai penyelenggara pilkada seharusnya berhati-hati dalam menyusun dan menetapkan regulasi teknis pelaksanaan pilkada di masa pandemi Covid-19 saat ini. Sebab, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 kali ini berbeda dari pilkada sebelum-sebelumnya.

“Kegiatan konser musik dalam kampanye di tengah pandemi Covid-19 berpotensi melanggar protokol kesehatan. Dipastikan bakal terjadi kerumunan massa yang dikhawatirkan menimbulkan klaster baru penyebaran Covid-19,” ujar politisi Partai Gerakan Indonesia Raya itu.

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus melanjutkan KPU justru seharusnya melarang konser musik di tengah situasi pandemi Covid-19. KPU seharusnya mengkaji ulang aturan yang membolehkan konser saat kampanye pilkada tersebut. Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu konser musik sebagai ajang media dalam kampanye sudah tak efektif  dalam mendongkrak popularitas calon kepala daerah. Sebab, rumusan Pasal 63 Peraturan KPU itu membatasi jumlah peserta yang hadir dengan maksimal 100 orang.

“Apalagi, sebuah konser musik membutuhkan dana besar. Sebaiknya pasangan calon kepala daerah, tim pemenangan, hingga partai politik pengusungnya mencari pola kampanye lain yang jauh lebih efektif dan inovatif,” sarannya.

Sulit dilaksanakan

Terpisah, dosen komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai  aturan yang membolehkan menggelar acara dengan menghimpun massa dengan jumlah maksimal 100 orang tertuang dalam Pasal 63 ayat (1) PKPU 10/2020. Namun pengaturan tersebut dinilai tak konsisten.

“Karena kegiatan yang diperbolehkan dalam kampanye itu di saat normal dilaksanakan dengan jumlah peserta yang banyak. Rasanya aneh bila peserta acara konser atau bazar atau gerak jalan santai atau sepeda santai dibatasi 100 orang,” kata dia.

Secara teknis, menurut Jamiluddin, kegiatan tersebut sulit dilaksanakan. Sebab, semua kegiatan tersebut prinsipnya melibatkan banyak orang. Kegiatan bazar misalnya, pesertanya boleh jadi ditetapkan 100 orang. Namun siapa pihak yang dapat membatasi pengunjung bazar. Begitu pula dengan konser musik, hingga sepeda santai.

“Secara teknis hal itu tentu sulit dilaksanakan, karena semua kegiatan tersebut pada dasarnya melibatkan banyak orang, siapa yang bisa membatasi pengunjung bazar, konser musik, sepeda santai?”

Jadi, menurutnya kegiatan yang diatur dalam Peraturan KPU pada dasarnya tidak sejalan dengan prinsip protokol kesehatan. Sebab, berpeluang memunculkan klater baru dalam penyebaran pandemi Covid-19.

Dia mendesak KPU mencabut aturan kegiatan tersebut dalam kampanye pilkada serentak 2020. Termasuk semua kegiatan tatap muka yang membutuhkan peserta dalam jumlah banyak dan berpotensi menjadi klaster baru. Sekalipun diizinkan tatap muka, idealnya dibatasi pada kegiatan yang masuk dalam kategori komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok kecil.

“Jadi sejalan dengan prinsip protokol kesehatan. Kegiatan kampanye lainnya sebaiknya menggunakan media. Dapat menggunakan media sosial, media luar ruang, dan media konvensional (tv, radio, surat kabar, dan majalah). Semua media ini dapat dimaksimalkan dan mampu menjangkau semua lapisan masyarakat,” katanya.

Sebelumnya, Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan adanya ketentuan dalam UU dan peraturan KPU tidak mudah menghapus bentuk-bentuk kampanye. KPU sebagai penyelenggara pemilu berwenang mengizinkan bentuk-bentuk kampanye dalam pemilu. Namun demikian, terdapat beberapa penyesuaian akibat situasi pandemi Covid-19 yakni menyesuaikan dengan penerapan protokol kesehatan. 

Tags:

Berita Terkait