KPPU Temukan Minyak Goreng Kemasan Sederhana dan Curah di atas HET
Utama

KPPU Temukan Minyak Goreng Kemasan Sederhana dan Curah di atas HET

Bahkan di beberapa daerah KPPU menemukan adanya tying atau penjualan mengikat saat membeli minyak goreng MinyaKita.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala. Foto: youtube
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala. Foto: youtube

Di tengah proses persidangan perkara minyak goreng nasional yang masih berjalan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menemukan kenaikan harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana. 

Menurut Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala, berdasarkan survei yang dilakukan KPPU, 6 Kanwil yakni Lampung, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Makassar, DI Yogyakarta menemukan harga minyak goreng sederhana merek Minyakita dan minyak goreng curah berada di atas Harga Eceran Tertinggi yakni Rp14.000. Tak hanya itu, MinyaKita bahkan mengalami kelangkaan di enam daerah dimaksud.

HET minyak goreng Minyakita dan curah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah. Beleid tersebut bertujuan untuk menjaga stabilitas dan kepastian harga minyak goreng curah serta keterjangkauan harga minyak goreng curah di tingkat konsumen.

Baca Juga:

Dengan adanya regulasi tersebut, Mulyawan menilai seharusnya masyarakat mendapatkan harga minyak goreng yang terjangkau. Di sisi lain, pelaku usaha juga diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO) sebelum melakukan ekspor CPO ke luar negeri sebagaimana diatur dalam Permendag No 33 Tahun 22 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat.

“Kami menilai seharusnya harga minyak terjangkau dengan HET dan tidak terjadi kelangkaan. Bisnis utama dari CPO keuntungan paling besar adalah ekspor ke luar negeri. Tapi sebelum ekspor pelaku usaha harus memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai dengan aturan yang berlaku. Seharusnya tidak terjadi kelangkaan dan harga minyak goreng curah atau Minyakita yang terlalu tinggi,” kata Mulyawan dalam Forum Jurnalis KPPU, Senin (30/1).

Dengan temuan KPPU tersebut, Mulyawan berpendapat bahwa regulasi yang sudah diterbitkan pemerintah tidak berjalan. Bahkan di beberapa daerah ditemukan adanya tying atau penjualan mengikat saat membeli MinyaKita. Hal ini terjadi di lingkup kerja Kantor Wilayah IV KPPU di kota Surabaya, jika terdapat minyak goreng curah merk KITA maka penjual akan melakukan tying dengan produk margarin bermerk atau margarin curah. Hal yang sama juga terjadi pada lingkup kerja Kantor Wilayah V KPPU di kota Balikpapan, dan pada lingkup kerja Kantor Wilayah VII KPPU di kota D.I. Yogyakarta.

“Ini melanggar prinsip persaingan usaha sehat. Dan ini akan ditindaklanjuti, dilihat apakah bisa dilakukan advokasi atau dilanjutkan ke tahapan penegakan hukum,” ujarnya.

Untuk ke depannya, KPPU berencana akan mengundang Kemendag dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memastikan distribusi minyak goreng curah dan sederhana.

“Secepatnya, akan dijadwalkan. Karena mendekati bulan puasa, sesegera mungkin bisa berdiskusi dengan Kemendag dan Kemenperin untuk mengetahui dengan pasti posisi minyak goreng curah dan sederhana ini,” jelas Mulyawan.

Sejauh ini KPPU menemukan adanya kendala distribusi. Namun demikian, KPPU juga akan mempelajari apakah kenaikan harga dan kelangkaan migor sederhana disebabkan oleh kewajiban DMO. Apalagi ada selisih harga yang cukup besar antara minyak goreng kemasan premium dan sederhana yang mencapai Rp5.000 bahwa Rp10.000.

“Dengan selisih harga Rp5.000 hingga Rp10.000, di duga membuat minyak goreng kemasan premium belum terserap. Kita masih banyak lakukan klarifikasi dan diskusi dari pihak terkait apakah ini merupakan perilaku dari pelaku usaha yang menyimpang,” ujar Mulyawan.

Namun demikian, KPPU menilai kelangkaan dan kenaikan harga migor di 2023 memiliki pola yang berbeda dengan yang terjadi pada 2021-2022 lalu. Di mana tahun ini tidak terjadi kelangkaan CPO, tidak ada indikasi kegagalan TBS atau penurunan TBS yang dapat mempengaruhi pasokan CPO.

“Menjadi peringatan kepada pemerintah untuk menanggapi persoalan ini. KPPU tidan ingin kesempatan ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha di wilayah manapun yang mengambil keuntungan besar. Apalagi ada upaya bundling dan tying, itu yang patut kita hindari,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait