KPPU Telusuri Dugaan Pelanggaran dalam Pelibatan Mitra Kartu Prakerja
Berita

KPPU Telusuri Dugaan Pelanggaran dalam Pelibatan Mitra Kartu Prakerja

Nilai proyek sebesar itu seharusnya melibatkan banyak pelaku usaha.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Maraknya langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diambil banyak perusahaan akibat sulitnya perekonomian di masa pandemi Covid-19memang sulit dielakkan. Berpijak pada Perpres No. 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja, insiatif pemerintah dalam pemberlakukan kartu prakerja baru-baru ini menuai banyak kritikan. Bukan sekedar soal besaran nilai proyek 5,6 triliun rupiah yang dikucurkan, melainkan soal pelibatan 8 Mitra (platform digital) yang ditunjuk sebagai pelaksana program berikut dugaan konflik kepentingan di dalamnya.

Dari aspek persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut mempertanyakan, apakah hasil sementara penunjukan 8 platform digital sebagai penyelenggara program tersebut sudah merupakan hasil dari proses persaingan usaha yang sehat sesuai UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau bukan.

Komisioner sekaligus Juru Bicara KPPU, Guntur Saragih mengatakan perlu dipastikan agar setiap pelaku usaha yang ingin berkompetisi dan berkontribusi dalam program tersebut tidak tercederai haknya. “Besaran nilai proyeknya mencapai Rp5,6 triliun. Pasar seperti itu harusnya akan banyak melibatkan pelaku usaha. Kita mendorong agar kegiatan itu sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Apakah diadakan tender? Bagaimana mekanismenya?," katanya.

(Baca juga: KPPU Selidiki Potensi Pelanggaran Pelaksanaan Rapid Test oleh Rumah Sakit).

Kendati demikian, Guntur tak menampik bahwa ada kemungkinan penunjukan pelaku usaha yang bakal jadi mitra kartu prakerja tak harus dilakukan melalui sistem tender karena ada beragam jenis kerja sama lain yang dapat digunakan pemerintah. “Tender memang bukan satu-satunya jalan,” tukasnya.

Jika mekanisme penunjukan yang digunakan pemerintah dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan hal itu bisa dikategorikan sebagai state action, maka berdasarkan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 tidak terjadi pelanggaran. Untuk diketahui, Pasal 50 huruf a dimaksud mengatur bahwa perbuatan ataupun perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan perundang-undangan yang berlaku dikecualikan dari unsur pelanggaran dalam UU No. 5 Tahun 1999.

Untuk itu, posisi KPPU ketika berhadapan dengan ranah kebijakan pemerintah yang berlandaskan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebatas memberikan masukan saran pertimbangan/rekomendasi. Akan tetapi, konteks hambatan masuk pasar (barrier to entry) dalam penunjukan 8 mitra tetap akan ditelusuri KPPU. “Kalau ada potensi pelanggaran bukan tidak mungkin itu masuk ke investigasi. Sedang kamai tindak lanjuti,” ungkapnya.

Pasalnya, kini memang banyak lembaga yang dapat melakukan kegiatan usaha dalam bentuk pelatihan online atau offline. Proses penilaian (atau kurasi) yang harus dilakukan bagi lembaga pelatihan untuk dapat ditetapkan sebagai mitra Program Kartu Prakerja melalui pendaftaran ke platform digital haruslah dilakukan dengan cara yang mengedepankan persaingan usaha yang sehat. Jadi perlu diketahui apakah mekanisme yang berlaku tetap mengedepankan transparansi, profesionalitas, dan kualitas pelatihan, sehingga terbuka kesempatan yang lebih luas bagi calon mitra Program Kartu Prakerja yang berminat untuk ikut berpartisipasi, dan tidak hanya terbatas pada beberapa mitra.

Selain itu, katanya, sesuai dengan amanah UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), KPPU ditugaskan untuk melakukan pengawasan kemitraan antara usaha besar dengan usaha non besar. Itu sebabnya, Manajemen Pelaksana program kartu prakerja penting untuk mengatur hubungan kerja antara platform digital (usaha besar) dengan lembaga pelatihan (usaha kecil atau menengah) agar dapat dicegah eksploitasi atau penyalahgunaan posisi tawar oleh perusahaan besar.

KPPU juga menyoroti persoalan rangkap pelaku usaha sebagai platform digital dan Lembaga Pelatihan. Peran platform digital yang dominan dapat berpotensi memberikan kebijakan yang menguntungkan bagi lembaga pelatihan yang dimiliki atau yang teraffiliasi dengan pelaku usaha. Perlu ada mekanisme yang dapat mencegah perlakuan diskriminatif oleh platform digital kepada lembaga pelatihan. “Untuk itu, KPPU sangat mendorong agar kebijakan Pemerintah tetap dilakukan dengan mengadopsi prinsip persaingan usaha yang sehat,” ujarnya.

(Baca juga: Menaker: PHK Langkah Terakhir Hadapi Dampak Covid-19).

Direktur Advokasi KPPU Abdul Hakim Pasaribu menambahkan, sudah sepatutnya prinsip-prinsip transparansi dan keterbukaan dikedepankan untuk memberi ruang partisipasi publik yang memberi jasa yang sama. Jangan sampai penunjukan 8 Mitra penyelenggara ini tidak memiliki mekanisme yang jelas. “Apakah ditunjuk langsung atau bagaimana? Persyaratan seperti apa yang harus dipenuhi untuk bisa dijadikan mitra platform digital?,” imbuhnya.

Apalagi, pelatihan online berbayar yang diterima peserta kartu prakerja sebetulnya bisa didapatkan secara gratis. Skema penetapan tarif akan menjadi salah satu fokus KPPU dalam menyelidiki kasus ini. KPPU mendalami dugaan penyimpangan setelah memperoleh informasi bahwa pemerintah sebetulnya membuka ruang yang lebih besar bagi aplikator lain. Cuma, informasi tersebut masih perlu dipastikan lagi secara tertulis.

Direktur Ekonomi KPPU, Firmansyah menyebut penelusuran untuk kasus ini paling lama akan dilakukan dalam waktu 14 hari ke depan. KPPU mengupayakan penelusuran atas persoalan ini bisa dilakukan dengan lebih cepat.

Tags:

Berita Terkait