KPPU Selidiki Dugaan Keterlambatan Notifikasi 60 Peristiwa Merger
Berita

KPPU Selidiki Dugaan Keterlambatan Notifikasi 60 Peristiwa Merger

Jenis industri yang terindikasi terlambat melaporkan 60 peristiwa merger, antara lain industri paper and forest product, real estate, dan tekstil.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terhadap 60 peristiwa merger. Pemeriksaan tersebut sudah memasuki tahap penyelidikan.

 

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyampaikan bahwa penyelidikan terhadap 60 peristiwa merger dilakukan dengan indikasi keterlambatan notifikasi. Saat ini KPPU akan menggelar bukti baru untuk selanjutnya masuk ke tahap pemberkasan.

 

"Persitiwa merger ada 60, tapi jumlah perusahaan yang terlibat tentu lebih. Karena merger atau akuisisi bisa dilakukan oleh dua perusahaan atau lebih. Sekarang sudah masuk ke penyelidikan. Data belum bisa disampaikan, tapi kalau tahapannya sudah bisa disampaikan," kata Guntur dalam konferensi pers di Kantor KPPU, Senin (4/3).

 

Ketika ditanya mengenai bocoran perusahaan yang dimaksud dalam 60 peristiwa merger tersebut, Guntur menolak untuk menjelaskan. Ia hanya menyebutkan jenis industri yang terindikasi terlambat melaporkan 60 peristiwa merger, antara lain industri paper and forest product, real estate, dan tekstil.

 

Selain itu, KPPU berencana untuk merubah notifikasi merger dari keputusan merger menjadi penetapan merger. Hal ini dilakukan agar peristiwa merger dapat dibatalkan jika berpotensi melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

"Kenapa masuk ke penyelidikan? Karena notifikasi merger terlambat, dan KPPU sedang mencari dua bukti dan itu masih dalam proses," imbuhnya.

 

Untuk diketahui, terdapat aturan khusus yang harus dipenuhi pelaku usaha mengenai akuisisi, merger dan konsolidasi. Aturan ini berlaku setelah proses akuisisi, merger dan konsolidasi telah rampung atau post-notification merger. Aturan ini berupa wajib lapor hasil transaksi akuisisi, merger dan konsolidasi kepada KPPU.

 

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 29 ayat (1) menyatakan "Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut."

 

Sedangkan ayat (2) menyatakan, "Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah."

 

(Baca Juga: Blak-blakan Ketua KPPU Soal Isu Monopoli dan Maraknya Kolusi Tender)

 

Selain UU 5/1999, ketentuan lebih lanjut mengenai akusisi, merger dan konsolidasi juga terdapat dalam PP No.57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

Aturan ini menjelaskan perusahaan yang wajib melakukan notifikasi adalah Perusahaan dengan nilai aset maupun nilai penjualan setelah terjadinya penggabungan, peleburan atau pengambilalihan, adalah, nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan melebihi Rp 2,5 triliun dan mempunyai nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan atau peleburan adalah melebihi Rp5 miliar.

 

Kemudian, Pasal 6 PP No.57/2010 mencantumkan sanksi hukum yang akan dikenakan kepada pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban ini dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp1 miliar setiap hari keterlambatan dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25 miliar.

 

Notifikasi Pre-Merger

Dalam revisi UU Persaingan Usaha, notifikasi pre-merger menjadi salah satu pokok yang akan diatur. Namun penerapan pre-merger notification ini dikhawatirkan tidak berjalan maksimal akibat ketidaksiapan sumber daya manusia KPPU.

 

Pasalnya, penerapan skema ini menyebabkan jumlah laporan merger, konsolidasi dan akuisisi menumpuk di lembaga tersebut. Sementara, tenaga pemeriksa KPPU saat ini dianggap belum memadai untuk menerapkan skema pre-merger notification.

 

Kekhawatiran ini disampaikan praktisi hukum dan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Rolly Rochmad Purnomo. Dia menjelaskan keterbatasan SDM KPPU justru dikhawatirkan dapat menghambat kegiatan bisnis para pelaku usaha.

 

Meski demikian, dia mendukung penerapan pre-merger notification tersebut. Sehingga, dia mengharapkan ada penguatan kelembagaan KPPU dari khususnya dari sisi SDM. Pasalnya, hingga saat ini, status kepegawaian lembaga yang telah berdiri sejak 1999 tersebut masih belum jelas.

 

Dia juga mendorong agar pelaku usaha untuk melaporkan aksi merger, konsolidasi dan akuisis kepada KPPU. Laporan tersebut dapat diharapkan dapat menjegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

 

Tags:

Berita Terkait