KPPU Cium Persaingan Tak Sehat Industri Bawang Putih
Berita

KPPU Cium Persaingan Tak Sehat Industri Bawang Putih

Kecurigaan KPPU pasca adanya perubahan kebijakan tata niaga impor dengan penerbitan rekomendasi impor (RIPH) oleh Kementan yang dijadikan masukan oleh Kemendag untuk menerbitkan surat persetujuan impor (SPI).

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Bila sebelumnya kementerian pertanian (Kementan) dan kementerian perdagangan (Kemendag) disasar KPK atas dugaan suap impor bawang putih, KPPU turut merasa janggal dengan kinerja dua kementerian ini. Utamanya, pasca dilakukan perubahan kebijakan tata niaga impor dengan penerbitan rekomendasi impor (RIPH) oleh Kementan yang dijadikan masukan oleh Kemendag untuk menerbitkan surat persetujuan impor (SPI).

 

“Kita sudah menduga ada keganjilan dengan sistem ini karena faktor penentu impor ada pada Kementan dan Kementan. Makanya kita enggak heran ada salah satu anggota DPR yang tertangkap, sementara dari persaingan usahanya sendiri juga ganjil,” kata Juru Bicara KPPU, Guntur Saragih dalam Forum Jurnalis KPPU, Senin (13/8).

 

Garis besarnya, katanya, 95 persen bawang putih bukan merupakan produk lokal (alias Impor). Namun sesuai perencanaan Kementan akan dicanangkan pembibitan bawang putih untuk persiapan swasembada bawang putih. Di situ, ada pasar konsumsi dan ada pasar pembibitan.

 

Untuk mendukung pencanangan swasembada, akhirnya diterapkan kebijakan 5 persen wajib tanam dan pembatasan importasi bawang putih. Akhirnya, KPPU menemukan adanya keganjilan dalam kenaikan harga setiap awal tahun.

 

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto, memaparkan hasil kajian KPPU atas kasus ini. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga bawang putih dari Februari - Mei 2019.

 

Salah satunya tidak ada impor yang masuk ke pasar dari Januari - April 2019. RIPH oleh Kementan juga diduga menjadi penyebab adanya penguasaaan pasar/market power kepada importir yang sudah memiliki stok pada saat itu.

 

“Dari situ kita pelajari ada persaingan tidak sehat di antara importir ini. Ke depan kasus ini akan ditindak lanjuti oleh divisi penegakan hukum KPPU,” ujar Taufik.

 

Anehnya, kata Taufik, dari Januari - April 2019 tidak ada SPIH yang terbit. Padahal, berdasarkan informasi yang diperoleh KPPU dari pelaku usaha, mereka telah mengajukan permohonan ke Kementan maupun Kemendag untuk memperoleh RPIH dan SPI. “Ganjilnya selama Januari sampai April tidak ada yang terbit,” katanya.

 

(Baca: Impor Bawang Putih Dibatalkan, Ini Komentar KPPU)

 

Akhirnya, bisa dipastikan selama Februari - April 2019 terjadi pengurangan pasokan bawang putih yang mengakibatkan naiknya harga secara signifikan. Bahkan dalam 4 sampai 5 tahun terakhir, ada tren setiap awal tahun pasokan impor selalu dikurangi, terhitung semenjak tahun 2015 - 2019. Dalam rentang tahun itu, pasokan impor bawang putih disebutnya benar-benar nol, tidak ada yang masuk ke pasar.

 

Setelah ditelusuri KPPU per Desember 2018, ada 24 importir yang sudah memperoleh persetujuan impor dan merealisasikan impor berdasarkan kuota yang ditetapkan Kemendag.

 

Prediksinya, Kemendag dapat memenuhi pasokan semenjak Januari - April 2019. Sayangnya, ini malah dijadikan peluang oleh importir untuk bisa menguasai pasar. Bila dirunut ke belakang, bisa diketahui pada bulan November dan Desember kurang lebih 200 ribu ton bawang putih dikuasai oleh 24 importir yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan sampai April 2019.

 

“Sementara periode Januari sampai Maret tidak ada penerbitan RPIH dan SPI baru, walau terdapat pengajuan dari importit selama periode tersebut. sehingga pelaku usaha yang telah memiliki stok menguasai pasar,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, akibat kebijakan wajib tanam, penerbitan RIPH menjadi terlambat mengingat proses verifikasi memakan waktu sepanjang awal tahun 2019 (Januari – Maret). Untuk diketahui, penerbitan RIPH dilakukan setelah hasil verifikasi periode sebelumnya selesai.

 

Tak sampai di situ, keterlambatan juga terjadi di Kemendag untuk penerbitan SPI di awal 2019 (baru terbit April 2019). Kondisi tersebut mengakibatkan importir yang sudah memiliki SPI per Oktober 2018 dan sudah merealisasikan impor berdasarkan kuota yang dimiliki, dapat menguasai pasokan di pasar domestik.

 

“Pola penerbitan SPI yang dilakukan pemerintah, dapat diprediksi oleh pelaku pasar, sehingga peluang untuk eksploitasi pasar melalui penguasaan pasokan relatif besar,” tukasnya.

 

Sebagai informasi, RPIH ini ternyata membuka peluang masuknya suap. Diketahui, KPK kini sedang menangani kasus suap impor bawah putih yang melibatkan I Nyoman Dhamantra (INY), anggota DPR RI Komisi VI sebagai tersangka bersama sejumlah pengusaha seperti Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW) Mirawati Basri (MBS), dan Elviyanto (ELV). 

 

KPK menduga Dhamantra memperdagangkan pengaruhnya (trading influence) untuk mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RPIH) dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan untuk kuota impor bawang putih. 

 

KPK juga memeriksa ruang Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementrian Pertanian, ruang Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, dan ruang kerja Dhamantra di DPR RI untuk mengamankan sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan perkara.

 

"Sejauh ini diamankan sejumlah dokumen terkait dengan impor yang jadi kewenangan Kementan dan Kemendag," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangannya.  

 

Tags:

Berita Terkait