KPPU Akan Sidangkan 7 Maskapai Terkait Kartel Harga Tiket
Utama

KPPU Akan Sidangkan 7 Maskapai Terkait Kartel Harga Tiket

Ketujuh terlapor masih diberikan kesempatan untuk melakukan perubahan perilaku.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Acara jumpa pers KPPU. Foto: HMQ
Acara jumpa pers KPPU. Foto: HMQ

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyidangkan tujuh maskapai yang diduga melakukan kartel harga tiket pesawat. Ketujuh maskapai itu terdiri dari Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Batik, Wings Air, Nam Air dan Sriwijaya Air. Investigator KPPU telah selesai melakukan tahap penelitian, penyelidikan dan pemberkasan.

 

Selanjutnya, tinggal menunggu jadwal Komisioner untuk dilakukannya persidangan pemeriksaan pendahuluan. Berdasarkan Perkom 1/2019, Juru bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih menyebut bahwa ketujuh terlapor masih diberikan kesempatan untuk melakukan perubahan perilaku.

 

Perubahan perilaku diperoleh terlapor dengan menandatangani Pakta integritas. Isinya terkait pengakuan atas Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) yang diajukan Investigator. Bila diterima, ketujuh terlapor bisa dibebaskan dari tuntutan dengan catatan harus mengubah perilaku anti-kompetisi yang dilarang dengan diawasi oleh KPPU selama dua bulan pasca penetapan perubahan perilaku oleh majelis dalam sidang pemeriksaan pendahuluan.

 

“Namun permohonan ini juga bisa ditolak, tergantung bagaimana keputusan majelis. Apakah akan diterima atau ditolak dan dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan,” ujarnya, Senin (29/7).

 

(Baca: Mengenal Perubahan Perilaku: Bisa Kurangi Hukuman Tapi Harus Mengaku Bersalah)

 

Ironisnya, untuk dapat diterima majelis, ketujuh maskapai (terlapor) ini harus menyetujui untuk melakukan perubahan perilaku. Bila satu saja enggan untuk turut serta, katanya, maka permohonan perubahan perilaku terlapor akan gugur untuk seluruhnya. Masalah kartel tiket ini, disebutnya merupakan kasus pertama yang masuk ke tahap persidangan dari seluruh rangkaian kasus pelanggaran persaingan usaha oleh maskapai (rangkap jabatan direksi garuda, kartel cargo dan entry barrier Air Asia).

 

“Kasus kartel tiket menjadi prioritas kami,” katanya.

 

Direktur Penindakan dan Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean menambahkan untuk dapat diterima oleh Majelis Komisi, semua terlapor harus menerima tuduhan investigator, baik itu berupa pelanggaran, dampak pelanggaran dan jangka waktu pelanggaran itu terjadi. Diakui Gopprera, seluruh terlapor harus ikut menandatangani Pakta Integritas bila tak ingin permohonan perubahan perilakunya gugur (vide; Pasal 33 ayat (2) Perkom 1/2019).

 

Pasal 33:

  1. Majelis Komisi memberikan kesempatan kepada Terlapor untuk melakukan perubahan perilaku setelah Laporan Dugaan Pelanggaran dibacakan dan/atau disampaikan kepada Terlapor.
  2. Kesempatan perubahan perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila seluruh Terlapor menyetujui untuk melakukan perubahan perilaku.
  3. Kesempatan perubahan perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Majelis Komisi dengan mempertimbangkan: a. jenis pelanggaran; b. waktu pelanggaran; dan c. kerugian yang diakibatkan dari pelanggaran.

 

Terkait Kartel tiket ini, Gopprera mengaku bahwa investigator telah mengantongi banyak bukti termasuk bukti komunikasi untuk membuktikan adanya pemufakatan soal penetuan harga tiket pesawat itu. Hanya saja, Ia enggan menyebutkan secara rinci bukti apa saja yang telah dikantongi investigator.

 

“Tujuan kita adalah mengungkap perjanjian yang dilarang, apapun itu bentuknya. Baik soal perjanjian produksi, operasional, penetapan harga dan lainnya,” ujarnya.

 

Tanggapan Pelaku Usaha

Terkait kasus kartel tiket ini, Ketua APINDO, Haryadi Sukamdani mendukung KPPU untuk membuka keran persaingan, sehingga ada balancing antara tarif dan layanan. Ini penting, mengingat transportasi udara merupakan tulang punggung industri pariwisata, termasuk bisnis perhotelan. Semester pertama, katanya, industri perhotelan mengalami penurunan yang signifikan dan paling berat di Wilayah Indonesia Timur.

 

“Jayapura sempat drop 70%, impact nya ternyata begitu besar,” tukasnya.

 

Bahkan Haryadi menyebut fenomena kenaikan harga tiket ini layaknya equilibrium atau membuat pola pikir masyarakat berubah ‘seolah-olah’ harga yang berlaku saat inilah yang merupakan harga normal, sehingga akhirnya masyarakat pasrah dengan harga tiket yang begitu tinggi.

 

“Mereka bikin seolah-olah ini sudah biasa harga segini, sehingga lama-lama masyarakat akan berpikir, ya sudahlah,” tukasnya.

 

Sebaliknya, Ketua masyarakat hukum udara, Andre Rahadian menyebut justru harga tiket yang lama itulah yang merupakan harga yang predatory alias tak wajar, sehingga mengakibatkan ada maskapai yang terpental keluar pasar. Harga tiket yang sekarang, justru dianggap sebagai tiket dengan harga normal. Bila maskapai terus dipaksa untuk menurunkan harga, katanya, bagaimana pun akan berdampak pada performance dari airlines.

 

“Sekarang kan susah juga, posisi airlines hampir semuanya merugi dan itu berlaku world wide dan airlines Indonesia lebih berat kondisinya,” ungkapnya.

 

Pihaknya juga sempat beberapakali diajak berdiskusi soal polemik ini oleh Kemenhub soal skema apa saja yang bisa digunakan untuk menurunkan harga. Disini semua cara udah dipakai, pemerintah bahkan telah memberikan insentif, seperti kemudahan pajak untuk sewa pesawat, pembebasan pajak untuk sparepart dan juga pengaturan penurunan harga tiket di waktu-waktu kosong yang harus dipotong 50%.

 

“Bahkan itu sebagian menurut kita sudah overkill karena seharusnya masalah harga pesawat di jam kosong itu udah masuk ke strategi bisnis,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait