KPPU Akan Rincikan Aturan Baru Akuisisi Aset Pada Perkom 3/2019
Utama

KPPU Akan Rincikan Aturan Baru Akuisisi Aset Pada Perkom 3/2019

Perlu dirinci hal-hal teknis termasuk kelengkapan dokumen, masalah aset dan perhitungannya.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Diskusi soal Perubahan Aturan Mengenai Notifikasi Merger dan Akuisisi Berdasarkan Perkom KPPU No.3/2019. Foto: HMQ
Diskusi soal Perubahan Aturan Mengenai Notifikasi Merger dan Akuisisi Berdasarkan Perkom KPPU No.3/2019. Foto: HMQ

Begitu ringkasnya pengaturan tambahan Akuisisi Aset pada Perkom 3/2019 menyisakan banyak sekali pertanyaan di kalangan pelaku usaha yang belum terjawab. Mulai dari definisi aset yang begitu luas, relevansi kewenangan interyurisdiksi KPPU terhadap perhitungan aset global, kewajiban kelengkapan dokumen untuk dianggap telah melakukan notifikasi oleh direktorat merger dan akuisisi dengan konsekuensi denda yang begitu besar dan masih banyak lagi.

 

Menyikapi hal itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kodrat mengungkapkan pihaknya tengah menyusun juknis atau pedoman yang lebih rinci sebagai turunan Perkom 3/2019. Soal definisi aset, memang Pasal 1 angka (18) mendefinisikan asset begitu luas, yakni meliputi seluruh kekayaan yang dimiliki oleh pelaku usaha, baik berwujud maupun tidak berwujud yang berharga atau bernilai yang memiliki nilai ekonomi. 

 

Untuk itu, Kodrat menjelaskan rincian objek aset yang masuk kewajiban notifikasi berdasarkan Perkom 3/2019 sebetulnya terbatas pada aset produktif yang dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku usaha dan dapat meningkatkan kemampuan pelaku usaha dalam penguasaan terhadap pangsa pasar yang bersangkutan.

 

“Jadi hanya aset produktif dan terkait langsung dengan operasional produk dan/atau jasa yang dihasilkan Badan Usaha yang mengambilalih,” jelasnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (21/11).

 

Adapun untuk perhitungan threshold asset yang wajib notifikasi, disebutnya melingkupi perhitungan jumlah aset global. Bila akuisisi asset mengakibatkan perhitungan asset global perusahaan hasil akuisisi aset mencapai threshold Rp2,5 triliun atau mengakibatkan nilai penjualan di wilayah Republik Indonesia melebihi Rp5 triliun, maka kewajiban notifikasi berlaku.

 

Pasal 23:

  1. Transaksi Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Perusahaan yang memenuhi batasan nilai Notifikasi dan terjadi di luar wilayah Republik Indonesia wajib menyampaikan Notifikasi kepada Komisi, jika seluruh pihak atau salah satu pihak yang melakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Perusahaan melakukan kegiatan usaha atau penjualan di Wilayah Republik Indonesia.

 

Filosofi pentingnya diatur kewajiban Notifikasi Akuisisi Aset disebut Kodrat sangat kuat, yakni untuk menghindari conduct yang bisa mengakibatkan monopoli dan persaingan tidak sehat. Ia mencontohkan, otoritas persaingan Singapura bahkan memberikan denda yang begitu besar terhadap akuisisi aset yang dilakukan Grab terhadap Uber untuk menguasai pasar. Selain itu, ada 5 negara lain yang proses penegakan hukumnya terhadap Grab dan Uber sedang berjalan.

 

“Waktu saya kumpul dengan otoritas persaingan di ASEAN, mereka mempertanyakan mengapa hanya Indonesia yang tak mempermasalahkan Grab?” tukasnya.

 

Untuk menghindari bahaya monopoli pasar, Vietnam dan Thailand bahkan disebutnya sengaja mengundang Gojek untuk beroperasi di Negara tersebut. Intinya, tujuan diaturnya ketentuan akuisisi aset termasuk interyurisdiksi KPPU adalah demi pengawasan atas penguasaan pasar.

 

“Ingat kasus Freeport? Mengapa akuisisinya memakan waktu cukup lama? salah satunya karena belum dapat izin dari otoritas persaingan di Filipina dan China. Balik lagi, tujuan mereka adalah agar pengawasan kuat. Keterlaluan kalau Indonesia tak punya wewenang untuk notifikasi akusisi saham/aset yang terjadi di Luar Negeri,” katanya.

 

(Baca: Perkom Baru Mulai Berlaku, Kini Akuisisi Aset Wajib Lapor KPPU)

 

Ketua Indonesian Competition Lawyers Association(ICLA), Asep Ridwan, yang sejak awal mengkritik substansi Perkom 3/2019 tak menafikan begitu ringkasnya muatan Perkom ini, sehingga penting untuk dirinci dalam Juknis. Definisi aset yang begitu luas jelas menimbulkan banyak konsekuensi. Kendati filosofi diaturnya kewajiban notifikasi aset dianggap KPPU begitu penting, tetap bahasa hukum harus jelas mengingat denda keterlambatan yang menjadi risiko pelaku usaha juga tak main-main besarnya.

 

“Perlu dirinci hal-hal teknis termasuk kelengkapan dokumen, masalah aset dan perhitungannya, apakah terbatas pada aset yang berdampak terhadap pasar Indonesia? Itu harus diperjelas. Karena Nothing to do dengan pasar negara lain mengingat kewenangan KPPU adalah pasar Indonesia,” tegasnya.

 

Asep juga menyoroti masalah keterbatasan waktu untuk melengkapi dokumen dalam kaitannya dengan terjemahan dokumen. Butuh waktu untuk melakukan terjemahan atas dokumen-dokumen yang ada khususnya bagi perusahaan yang melibatkan penanaman modal asing. Jangan sampai hanya karena masalah waktu penerjemahan dokumen saja bisa membuat pelaku usaha dianggap terlambat melakukan notifikasi dan dikenakan denda keterlambatan.

 

“Dokumen tebal, penerjemah kadang belum tentu sanggup selesai satu minggu misalnya. Sehingga kami harapkan rincian pemahaman soal ini bisa tercover dalam juknis KPPU,” jelasnya.

 

Wakil Ketua Bidang Advokasi ICLA, Bilal Anwari dari firma hukum ABNR Consellors at Law sangat mengapresiasi langkah KPPU dalam mensosialisasikan Perkom 3/2019 dan menampung masukan penggiat dan praktisi hukum persaingan usaha atas keberlakukan Perkom tersebut. Kedepannya, Ia juga berharap agar KPPU bisa merinci batasan definisi aset dalam juknis ataupun pedoman Perkom 3/2019, karena masih ada kesimpang-siuran dikalangan praktisi akibat begitu luasnya pengaturan definisi aset dalam Perkom ini.

 

“Seperti penentuan efektif transaksi aset ketika kapan? Ketika aset transfer agreement atau ketika barang balik nama? Untuk tanah mungkin bisa dilihat dari sertifikat. Tapi kalau untuk unit bisnis? Seperti karyawan kapan?,” jelasnya.

 

Dalam diskusi yang diadakan ICLA ini, hukumonline mencatat memang banyak pertanyaan soal batasan definisi aset yang dilemparkan para praktisi. Di antaranya, apakah participating interest di sektor Migas juga dianggap KPPU sebagai salah satu jenis aset yang harus dilaporkan? Kemudian terkait transaksi di Luar Negeri namun melakukan penjualan di Indonesia wajib melakukan notifikasi, siapakah yang berkewajiban melaporkan? Ketika terjadi penguasaan melalui sewa atau sewa dengan opsi beli apakah itu masuk objek yang harus dilaporkan? Dan masih banyak lagi.  

 

Tags:

Berita Terkait