KPPU Agendakan Pemeriksaan Menteri BUMN Sebagai Saksi Rangkap Jabatan Garuda
Berita

KPPU Agendakan Pemeriksaan Menteri BUMN Sebagai Saksi Rangkap Jabatan Garuda

Kapasitas Meneg BUMN sebagai saksi, bukan sebagai terlapor. Pemeriksaan itu merupakan bagian dari proses perampungan bukti-bukti untuk dilimpahkan ke persidangan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Jumpa pers KPPU terkait agenda pemanggilan Meneg BUMN Rini Soemarno soal kasus rangkap jabatan direktur Garuda. Foto: HMQ
Jumpa pers KPPU terkait agenda pemanggilan Meneg BUMN Rini Soemarno soal kasus rangkap jabatan direktur Garuda. Foto: HMQ

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengadendakan pemeriksaan Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai saksi dalam kasus rangkap jabatan Direktur Garuda dan anak perusahaannya (Citilink). Pemeriksaan tersebut dijadwalkan akan dilakukan pada 18 Juli 2019. Hal itu diungkapkan Juru Bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih dalam Konferensi Pers yang di adakan di KPPU, Senin (15/7).

 

Guntur mengatakan kapasitas Meneg BUMN dalam hal ini adalah sebagai saksi, bukan sebagai terlapor. Pemeriksaan itu merupakan bagian dari proses perampungan bukti-bukti untuk dilimpahkan ke persidangan. “Ada beberapa hal yang ingin didalami dari Meneg BUMN,” ujarnya.

 

Sekadar mengingatkan, tiga orang direktur yang masuk dalam daftar terlapor di KPPU terdiri dari I Gusti Ngurah Askhara (Dirut Garuda dan Komisaris Sriwijaya), Pikri Ilham Kurniansyah (Direktur Komersial Garuda dan Komisaris Sriwijaya) dan Juliandra Nurtjahyo (Presdir Citilink dan Komisaris Sriwijaya).

 

Atas alasan itu, Guntur tak menampik adanya kemungkinan bahwa posisi rangkap yang diperoleh ketiga orang direktur ada kaitannya dengan penugasan dari Menteri BUMN. Itulah mengapa pihaknya juga ikut memeriksa keterangan dari Menneg BUMN. Pasalnya, seluruh alat bukti yang sudah dikantongi KPPU masih harus diuji kembali dalam proses pemberkasan untuk bisa dikatakan layak masuk ke persidangan.

 

Seperti diketahui, salah seorang terlapor (Askhara) sejak awal pemeriksaan menyebut bahwa pengangkatan dirinya telah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Bahkan, Ia mengklaim posisi rangkap yang dilakukannya adalah untuk kepentingan penyelamatan aset negara dan telah mendapatkan persetujuan dari Menteri BUMN sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

“Ini model check & balances, Investigator dengan dugaannya mengumpulkan berbagai alat bukti, kemudian dicek lagi di Pemberkasan untuk menentukan apakah keabsahan alat bukti itu akan ditolak atau tidak,” kata Guntur.

 

Pertanyaannya, bila betul ada penugasan dari Menneg BUMN, lantas apakah Askhara beserta dua orang terlapor lainnya bisa lepas dari jeratan Investigator KPPU? apakah bila Menneg BUMN menyatakan betul ada penugasan lantas persidangan untuk ketiga direktur Garuda dalam kasus rangkap jabatan ini dihentikan?

 

Guntur mengatakan terkait pertimbangan untuk hal itu tentu perlu dianalisis lagi dan juga masuk dalam kajian yang dilakukan KPPU. Ditambahkan oleh Direktur Investigasi KPPU, Goprera Panggabean menyebut bahwa keputusan akan hal itu akan disimpulkan oleh investigator penyidik setelah memperoleh keterangan dari Meneg BUMN. Yang pasti, katanya, alat bukti yang diperoleh pihaknya dinilai sudah cukup untuk naik ke tahap selanjutnya.

 

(Baca: Rangkap Jabatan Dirut dan Komisaris Garuda Diduga Terkait Kartel Tiket Pesawat)

 

Terkait detail bukti apa saja yang sudah dikantongi, pihaknya enggan membeberkan kepada media. Ia hanya mengatakan sudah mengantongi lebih dari dua orang saksi, mengingat akan sangat rentan bila hanya mengandalkan dua alat bukti saja.

 

“Sesuai asas hukum satu saksi bukanlah saksi. Jangan sampai cuma dua saksi, kalau ada yang mencabut keterangan di sidang ujungnya kita kesusahan, itu harus kita antisipasi. Yang jelas kita sudah peroleh cukup bukti untuk naik ke tahap selanjutnya,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Guntur sempat menyebut bahwa bukti terlapor dan bukti surat sudah lengkap dikantongi Investigator. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pun telah dikonfirmasi KPPU terkait akta perusahaan Garuda, Citilink dan Sriwijaya yang mencantumkan ketiga nama tersebut sebagai Direksi maupun Komisaris.

 

Sebagai informasi, rangkap jabatan untuk posisi direksi dan komisaris dari suatu perusahaan dengan pasar bersangkutan yang sama, memiliki kaitan erat dalam jenis usaha dan secara bersama-sama dapat menguasai pangsa barang dan/atau jasa tertentu, dilarang berdasarkan Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

Pasal 26:

Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

  1. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
  2. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
  3. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 

Kasus ini berawal dari dugaan kartel antara Lion Grup dengan Garuda Grup yang kedua belah pihak sama-sama pelaku usaha pada pasar bersangkutan industri penerbangan. Sriwijaya yang awalnya merupakan kompetitor pada akhirnya dikendalikan oleh Garuda Grup melalui rangkap jabatan dan KSO Citilink dengan Sriwijaya. Sekalipun tak menampik dalam konteks bisnis KSO dimungkinkan dalam beberapa kasus, Guntur bersikukuh KSO yang dilakukan Garuda dan Sriwijaya melanggar Pasal 26.

 

“Tetap saja KSO yang mengendalikan kegiatan pemasaran, penempatan orang-orang Garuda di Sriwijaya, direksi dan komisarisnya rangkap, itu jelas jelas melanggar Pasal 26 UU 5/1999,” katanya.

 

Pernah Terjadi

Dari penelusuran hukumonline, kasus rangkap jabatan ini ternyata pernah terjadi dan ditangani KPPU pada tahun 2003. Tepatnya dalam perkara No 1/KPPU/L/2003 yang memutukan bahwa telah terjadi pelanggaran Pasal 26 UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh PT Garuda dan PT Abacus. Dalam kasus ini, KPPU menemukan adanya jabatan rangkap, dimana dua orang Direksi PT Garuda juga menjabat sebagai Komisaris di PT Abacus.

 

Hubungan antara keduanya adalah perusahaan induk dan anak perusahaan. KPPU kala itu menjerat terlapor dengan Pasal 14 (integrasi vertikal), Pasal 15 (perjanjian tertutup), Pasal 17 (monopoli), Pasal 19 (a), Pasal 19 (b), dan Pasal 19 (d). Secara otomatis, unsur Pasal 26 mengenai praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat juga terpenuhi.

 

Perkara lainnya adalah perkara No. 05/KPPI-L/2002, KPPU juga menemukan adanya dugan pelanggaran terhadap Pasal 26 UU No. 5/1999. Di mana terdapat jabatan rangkap dalam Group 21 yang bergerak dibidang usaha perbioskopan dengan melihat perilaku dan aktivitas beberapa personalia yang namanya selalu ada pada beberapa posisi di beberapa perusahaan berbeda yang terafiliasi.

 

Hanya saja untuk kasus ini, KPPU tidak menemukan bukti yang cukup bahwa rangkap jabatan tersebut dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

 

Tags:

Berita Terkait