KPPU: Penerapan Tarif Batas Atas-Bawah Tiket Pesawat Perkecil Peluang Persaingan
Berita

KPPU: Penerapan Tarif Batas Atas-Bawah Tiket Pesawat Perkecil Peluang Persaingan

Kebijakan tarif batas atas dan batas bawah semakin membatasi berkembangnya jenis dan model bisnis.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES

Pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan dua kebijakan baru terkait tarif tiket pesawat. Kedua kebijakan itu adalah Peraturan Menteri Peraturan Menteri (PM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan Keputusan Menhub (KM) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

 

Merespons hal tersebut, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menyatakan bahwa pihaknya tidak dalam posisi untuk membahas mengenai penerapan besaran tarif yang sudah ditentukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). KPPU hanya melihat persoalan tarif dari sisi persaingan usaha.

 

Namun menurut Guntur, dengan menaikan tarif batas bawah menjadi 35 persen justru akan memberikan peluang persaingan yang semakin sempit. Pelaku usaha skala menengah tidak dapat berpartisipasi dalam bisnis penerbangan.

 

“Justru sebenarnya niat dari Kemenhub utnuk menjaga harga turun agak unik, karena dari semula pelaku usaha di atur tidak boleh kurang dari 30 persen, jadi 35 persen. Artinya pelaku usaha semakin dibatasi dengan memberikan harga yang paling rendah, tapi soal angka itu menjadi domain Kemenhub,” kata Guntur di Kantor KPPU, Jakarta, Senin (8/4).

 

Lebih lanjut, Guntur menilai bahwa kebijakan tarif batas atas dan batas bawah semakin membatasi berkembangnya jenis dan model bisnis. Jika ada kecurigaan mengenai predatory pricing, seharusnya pelaku usaha dianggap sudah mengetahui aturan predatory pricing sehingga tak perlu dibuat aturan mengenai batas bawah tarif.

 

“Dalam terminologi persaingan usaha itu (menurunkan harga rendah) namanya memang masuk predatory pricing, tapi tidak bisa ditafsirkan dengan angka absolute. Karena predatory pricing ini niatnya untuk mengeluarkan pesaingnya dari area persaingan, dan tidak bisa ditentukan oleh angka,” jelasnya.

 

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono memastikan dalam kebijakan yang telah ditetapkan tersebut, pihaknya masih memberlakukan kebijakan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah seperti aturan sebelumnya. Terdapat ketentuan baru bagi airline dalam menentukan besaran tarif setiap rute penerbangan.

 

“Di dalam batas itu ada ketentuan baru dimana dalam menentukan besaran tarif setiap rute, airlines setiap harinya perlu memperhatikan masukan dari pengguna jasa, perlindungan konsumen, kemudian perlindungan dari persaingan tidak sehat dan airlines juga perlu mempublikasikan dengan benar,” ucap Isnin.

 

(Baca: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Tarif Tiket Pesawat)

 

Terkait tarif batas atas dan tarif batas bawah, Isnin mengatakan di dalam aturan yang baru ini tarif batas bawah ditetapkan sebesar 35% dari tarif batas atas.

 

“Kemenhub sangat concern dengan apa yang dibutuhkan masyarakat konsumen pengguna moda transportasi udara saat ini. Akan tetapi dalam hal ini pemerintah juga ingin melindungi keberlangsungan usaha Badan Usaha Angkutan Udara,” ujarnya.

 

Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa besaran tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri ini belum termasuk pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggunan dari PT Jasa Raharja (Persero), biaya tambahan, dan Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).

 

Selain itu, KM 72/2019 ini juga menetapkan aturan Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal dalam memberlakukan tarif untuk penumpang pelayanan ekonomi harus memperhatikan masukan dari asosiasi pengguna jasa pengguna jasa penerbangan, perlindungan konsumen, perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, melakukan publikasi, yaitu menyebarluaskan tarif yang diberlakukan melalui media cetak dan elektronika dan/atau dipasang pada setiap tempat penjualan tiket pesawat udara.

 

Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Keputusan Menteri ini, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keputusan Menteri ini mulai dinyatakan berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Tags:

Berita Terkait