KPPOD Nilai Pergeseran APBD untuk THR Berisiko
Berita

KPPOD Nilai Pergeseran APBD untuk THR Berisiko

Menteri Dalam Negeri disarankan berkonsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan dan lembaga penegak hukum terkait risiko instruksi pergeseran anggaran pemerintah daerah untuk THR.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai pergeseran pos anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) untuk membayar tunjangan hari raya (THR) berisiko terhadap program pembangunan infrastruktur di daerah.

 

"Penjadwalan ulang kegiatan itu bisa saya pastikan bukan dari dana operasional pemerintah tetapi biasanya itu dari paket-paket proyek pembangunan terkait pelayanan masyarakat. Hampir pasti penggeseran itu ke belanja modal, yakni bagaimana caranya memotong proyek-proyek terkait hak masyarakat dan pelayanan publik," kata Direktur Eksekutif Robert Endi Jaweng kepada Antara di Jakarta, Rabu (6/6).

 

Robert mengatakan kebijakan Pemerintah untuk memberikan THR beserta tunjangan kinerja kepada pegawai negeri sipil (PNS) daerah membuat pemerintah daerah menghadapi ketidakpastian hukum dan finansial.

 

Selain itu, instruksi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terhadap daerah melakukan pergeseran anggaran pun akan berdampak pada terhambatnya proses pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.

 

"Penjadwalan ulang kegiatan itu akan berdampak ke masyarakat, misalnya yang seharusnya tahun ini bisa mendapatkan jalan bagus atau jembatan baru, maka akan tertunda demi efisiensi pergeseran anggaran itu tadi," tambahnya.

 

Dalam surat Mendagri Nomor 903/3387/SJ, yang ditandatangani oleh Tjahjo Kumolo pada 30 Mei 2018, daerah bisa melakukan penjadwalan ulang kegiatan sebagai salah satu upaya mencari sumber pembiayaan untuk THR.

 

Kebijakan Mendagri tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya kepada PNS, TNI, dan Polri. Selain penjadwalan ulang kegiatan, Mendagri menginstruksikan daerah untuk menggunakan pos anggaran Belanja Tidak Terduga dan kas daerah guna memenuhi pemberian tunjangan kinerja sebagai bagian dari THR kepada aparat daerah.

 

Apabila pemda tidak memiliki cukup anggaran untuk memberikan paket THR tersebut, maka Kemendagri mengizinkan pemda untuk mengambil biaya dari anggaran Belanja Tidak Terduga, penjadwalan ulang kegiatan, kas daerah. (Baca Juga: Telah Terbit, PP Gaji ke-13 dan PP THR PNS, TNI, Polri)

 

Penyesuaian anggaran THR dan gaji ke-13 tersebut dilakukan dengan mengubah penjabaran APBD Tahun Anggaran 2018 tanpa menunggu perubahan APBD TA 2018, untuk selanjutnya diberitahukan kepada pimpinan DPRD paling lambat satu bulan setelah dilakukan perubahan penjabaran APBD tersebut.

 

Kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk tahun 2018 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan ditambahkan tunjangan kinerja; sehingga penerima THR akan mendapatkan tunjangan sebesar hak keuangan bulanan.

 

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta kepala daerah untuk mengumumkan kepada PNS di pemda yang tidak mampu menyediakan anggaran THR. "Tentu (daerah) harus mengusahakan itu. Kalau memang tidak bisa, ya coba disampaikan kepada pegawai bahwa pemda tidak sanggup," kata Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa (5/6).

 

Wapres menegaskan Pemerintah Pusat sudah memberikan dana alokasi umum (DAU) kepada daerah, yang salah satunya digunakan untuk membayar gaji kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, serta PNS pemda. (Baca Juga: Tak Hanya Pegawai Aktif, Pensiunan Juga Bakal Dapat THR)

 

"Pusat sudah mengalokasikan dana (DAU); jangan lupa bahwa alokasi untuk pemda itu sudah lebih tinggi dibandingkan alokasi untuk kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L)," tambahnya.

 

Selain itu, Jusuf Kalla menyarankan pemda untuk menghemat biaya perjalanan dinas dan biaya rapat untuk alokasi tambahan anggaran THR. "Daerah-daerah itu harus menghemat, jangan banyak perjalanan dinas. Itu bisa dihemat biaya perjalanan dinas, biaya rapat atau biaya lain-lainnya itu sudah bisa untuk bayar THR; kan tidak besar juga," kata Jusuf Kalla.

 

Terkait akan hal itu, Robert mengatakan pemda tidak akan mau mengalokasikan jenis biaya-biaya tersebut untuk anggaran THR. "Biaya perdin (perjalanan dinas) dan rapat itu, selain nilainya kecil, orang-orang pemda tidak akan mau `privillege mereka terganggu, maka jalan pintasnya yang gampang adalah dengan memotong dari anggaran belanja modal," ujarnya.

 

Lebih jauh, Robert menyarankan agar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berkonsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan dan lembaga penegak hukum terkait risiko instruksi pergeseran anggaran pemerintah daerah untuk THR. Konsultasi tersebut dimaksudkan untuk mendapat kepastian bahwa kebijakan pergeseran anggaran, sesuai dengan Surat Mendagri Nomor 903/3387/SJ, dapat dilakukan dengan aman dan bertanggung jawab.

 

"Mendagri harus segera konsultasi ke BPK dan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK kalau perlu, untuk memastikan kalau daerah itu nyaman. Kalau Mendagri mendengar suara daerah, maka harus tahu bahwa daerah itu takut dengan polemik ini," kata Robert. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait