KPK Usulkan Amandemen Peraturan Pengelolaan Aset Negara
Utama

KPK Usulkan Amandemen Peraturan Pengelolaan Aset Negara

Agar ada kesegaraman dalam pengelolaan aset, KPK usulkan perubahan peraturan perundang-undangan tentang aset negara. Peraturan internal yang tidak mendukung juga diusulkan untuk dihapuskan.

Mon
Bacaan 2 Menit
KPK Usulkan Amandemen Peraturan Pengelolaan Aset Negara
Hukumonline

 

Belum lagi peraturan internal institusi pemerintah yang memudahkan untuk menguasai aset. Di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), misalnya, Surat Keputusan Direksinya membolehkan aset PT KAI disewakan kepada mantan pejabat atau pihak ketiga. Hanya harga sewanya tidak sesuai lagi dengan perkembangan. Contohnya di Bandung harga sewanya hanya Rp100.000. Regulasi semacam ini akan disisir oleh KPK. Ini nantinya akan berujung pada penghapusan aturan internal departemen, instansi, dan BUMN yang memperbolehkan penguasaan aset oleh mantan pejabat.

 

Haryono mengatakan, KPK akan bekerjasama dengan berbagai departemen guna membuat mekanisme nasional menyelesaikan kasus penguasaan aset negara oleh pihak lain, termasuk oleh mantan pejabat. Harus ada aturan yang bersifat nasional sehingga masing-masing departemen memiliki pegangan untuk mengelola aset, jelasnya.

 

Yang paling penting adalah aset tersebut kembali kepada negara dan bisa dimanfaatkan oleh dan untuk kepentingan negara. Hanya, persoalannya agak sulit jika aset negara, misalnya rumah, dikuasai oleh pensiunan pegawai kecil atau janda. Jumlahnya mencapai ribuan. Ada banyak usulan yang muncul, diantaranya menyediakan anggaran untuk merelokasi atau diberikan kesempatan untuk membeli. Ini harus dilakukan segera supaya ada keadilan, tandas Haryono.

 

Setelah ada amandemen peraturan, jika masih ada yang membandel, maka KPK akan mengambil tindakan represif. Sampai saat ini, kata Haryono, belum ada kasus pengalihan aset yang masuk ke tahap penyidikan.

 

Kerjasama lintas departemen

Untuk menginventarisir aset negara yang tidak jelas juntrungannya, Selasa (6/4) kemarin, KPK menggandeng sepuluh departemen, antara lain  Departemen Keuangan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama, Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Polri. Masing-masing departemen diwakili oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) atau Inspektorat Jenderal (Irjen). Sepuluh departemen ini baru starting point. Minggu depan akan ada BUMN. Ke depan kami akan melakukan koordinasi dengan semua instansi, imbuh Haryono.

 

Sekjen Depkeu, Mulia P. Nasution, mengungkapkan selama ini banyak aset-aset negara yang tidak punya surat-surat lengkap. Aset yang diwariskan dari penjajah Belanda pada umumnya juga tidak disertai dengan surat-surat resmi. Kelemahan pengelolaan aset menyebabkan laporan keuangan selalu disclaimer, kata Mulia. Menurut Mulia, diperkirakan nilai total aset negara mencapai Rp1200 triliun. Saat ini kita masih dalam proses inventarisasi aset-aset tersebut, imbuhnya.

 

Pelaksana Tugas Sekjen Depdagri, Simanwijaya, menyatakan Depdagri saat ini tengah bekerjasama dengan Depkeu untuk mendata aset-aset negara di lingkungan Depdagri. Sejak diterapkan otonomi daerah, terjadi perubahan kekayaan Depdagri karena banyak aset yang diserahkan ke daerah.  Sementara di Depsos, menurut Irjen Depsos Maman Supriatna, tengah diupayakan mengambil alih empat aset milik Depsos yang dikuasai pihak ketiga.  Aset tersebut berlokasi di Karanganyar seluas 17 hektar, di Pulogadung 700 meter m2, di Cimbeluit Bandung 1.900 m2, dan di Cawang 7900 meter persegi.

 

Hal yang sama dialami Departemen Agama yang tengah berupaya mengambil alih lahan 10 ribu m2 di Jalan Gatot Subroto. Ada 22 aset yang telah kami tarik dan disertifikasi, kata Irjen Depag, M Suparta.

 

Terkait dengan bukti kepemilikan, yang terkadang ada bukti kepemilikan ganda, KPK juga akan 'menginspeksi' Badan Pertahanah Nasional (BPN). KPK akan mencari penyebab keluarnya sertifikat ganda. Fokus perhatian KPK adalah peraturan dan mekanisme kerja di BPN. Inventarisir akan sulit jika tidak ada ketidakjelasan status hukum, tandasnya.

 

Persoalan penyalahgunaan aset negara, ternyata tidak hanya disebabkan karena oknum yang mengambil keuntungan ditengah kesempitan. Dari sisi instrumen hukum juga masih banyak celah yang memungkinkan adanya penyalahgunaan aset. Karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendorong untuk mengamandemen peraturan perundang-undangan tentang aset negara, salah satunya adalah UU No. 51/Prp/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

 

Gagasan merevisi peraturan yang sudah dianggap ketinggalan zaman diungkapkan oleh Haryono Umar, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan saat konferensi pers di gedung KPK, Selasa (6/4). Haryono menerangkan sanksi dalam UU Aset Negara sangat ringan. Dalam UU itu ditentukan jika ada pihak yang menggunakan aset negara tanpa izin, maka akan didenda Rp5000 atau kurangan tiga bulan kurungan. Akibatnya kerugian negara tidak seimbang dengan sanksi terhadap orang yang menyalahgunakan aset. Aturan yang ada terkesan memberi kesempatan aset diokupasi oleh pihak-pihak yang tidak berhak, ujarnya.

 

Sebenarnya, Pemerintah sudah beberapa kali membuat aturan baru yang relevan. Misalnya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Namun dalam praktek, aset-aset milik negara seolah dikuasai tanpa ada payung hukum.

Tags: