KPK Usul RKUHAP-RKUHP Dibahas Tim Khusus
Aktual

KPK Usul RKUHAP-RKUHP Dibahas Tim Khusus

ANT
Bacaan 2 Menit
KPK Usul RKUHAP-RKUHP Dibahas Tim Khusus
Hukumonline
KPK meminta agar pembahasan mengenai revisi Undang-Undang KUHP-KUHAP dilakukan oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli hukum pidana.

"Perlu dibentuk komisi khusus yang merepresentasikan ahli-ahli hukum pidana dari berbagai universitas untuk membahas revisi UU tersebut," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.

Dalam diskusi publik "Prospek Pemberantasan korupsi pasca pemilu", Bambang mengatakan pembahasan mengenai revisi UU KUHP-KUHAP memerlukan orang-orang yang murni memiliki kepakaran di bidang hukum pidana karena berkaitan dengan landasan hukum publik yang sangat vital.

Kepentingan sesaat atau kepentingan politik kekuasaan, menurut dia, jangan sampai mendominasi dalam pembahasan revisi UU tersebut karena akan mempertaruhkan masa depan penegakan hukum di Indonesia.

"Sekarang yang benar-benar memiliki kepakaran di bidang hukum pidana di DPR siapa? berapa jumlahnya?," tanya Bambang kepada peserta diskusi.

Selain dengan pakar hukum, menurut dia, perombakan UU KUHP-KUHAP juga perlu didiskusikan dulu dengan masyarakat luas karena akan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

"Agar revisi itu betul-betul berdasarkan kepentingan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan UU itu," kata dia.

Sehingga, menurut Bambang, saat ini pembahasan revisi UU tersebut sebaiknya ditangguhkan terlebih dahulu.

Senada dengan Bambang, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Eddy OS Hiariej menilai dengan melibatkan para ahli hukum pidana maka perdebatan yang akan muncul dalam pembahasan revisi UU KUHP-KUHAP tersebut akan berupa materi- materi ilmiah.

"Sehingga perdebatan yang substansial muncul di sana nanti bukanlah perdebatan yang transaksional dan politis," kata dia.

Sementara itu, politisi PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan apabila pembentukan tim khusus untuk membahas revisi UU KUHP-KUHAP dikehendaki, maka pembentukannya sebaiknya dilakukan oleh pemerintah, bukan DPR.

"Kalau dari pemerintah yang punya inisiatif dalam pembentukannya (tim khusus) maka akan lebih terpercaya dan potensi transaksionalnya lebih sedikit," kata dia.
Tags: