KPK Soroti Penyelenggara Negara yang Tidak Serahkan LHKPN
Terbaru

KPK Soroti Penyelenggara Negara yang Tidak Serahkan LHKPN

Kepatuhan LHKPN merupakan bukti komitmen penyelenggara negara dalam pencegahan korupsi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua KPK Firli Bahuri. Foto: RES
Ketua KPK Firli Bahuri. Foto: RES

Transparansi Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) masih menjadi persoalan saat ini. Berdasarkan data KPK per semester 1 tahun 2021 tingkat kepatuhan LHKPN khususnya bidang legislatif di tingkat pusat terjadi penurunan kepatuhan, yaitu menjadi sekitar 55 persen dari sebelumnya pada periode yang sama tercatat 74 persen.

Padahal, transparansi LHKPN menjadi salah satu acuan dalam komitmen pemberantasan korupsi sekaligus membangun kesadaran diri para Penyelenggara Negara untuk memenuhi kewajibannya menyampaikan LHKPN secara tepat waktu dan akurat. Secara nasional dari seluruh bidang eksekutif, legislatif, yudikatif, dan BUMN/D terjadi peningkatan kepatuhan dari 95 persen menjadi 96 persen, namun KPK masih mendapati banyak laporan kekayaan yang disampaikan tidak akurat.

KPK menilai kepatuhan LHKPN merupakan bukti komitmen penyelenggara negara dalam pencegahan korupsi. Komitmen tersebut seharusnya didasari pada keyakinan bahwa penyelenggara negara wajib menjaga integritas dengan menunjukkan transparansi dan akuntabilitasnya sebagai pejabat publik. Berbagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan LHKPN dengan memberikan kemudahan pelaporan secara online, tidak mengharuskan melampirkan semua dokumen kepemilikan harta, serta memberikan bimbingan teknis dan sosialisasi pengisian LHKPN secara regular.

Sehingga, tidak ada alasan bagi penyelenggara negara untuk tidak melaporkan harta kekayaan secara tepat waktu dan akurat. Menyampaikan LHKPN kini sangat mudah dan cepat. Sebagai salah satu alat pertanggungjawaban atas kepemilikan harta selama dan setelah menjabat, LHKPN dapat menimbulkan rasa takut bagi pejabat publik untuk melakukan korupsi. Sebab, LHKPN menjadi salah satu alat kontrol bagi masyarakat untuk mengawasi para Penyelenggara Negara.

“Sulit untuk mewujudkan tujuan negara apabila tidak bersih dari praktik korupsi. Bahkan akrab dan ramah dalam kolusi dan nepotisme,” jelas Ketua KPK Firli Bahuri dalam webinar “LHKPN: Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat”, Selasa (7/9). (Baca: Ini Catatan Kasus Korupsi yang Ditindak KPK Semester I 2021)

“Penyerahan LHKPN masih jadi perhatian serius. Kami mengajak penyelenggara negara untuk membuat dan menyerahkan LHKPN supaya mengendalikan diri agar tidak melakukan korupsi, pertanggungjawaban publik dan komitmen tidak ramah terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme,” tambahnya.

Firli menjelaskan berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme terdapat kewajiban penyelenggara negara menyerahkan LHKPN. “Penyelenggara negara wajib memberikan LHKPN baik sebelum, selama dan setelah melakukan atau menduduki jabatan,” tegas Firli.

Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan menyatakan selama 2017-2020 kepatuhan LHKPN membaik. Namun, berdasarkan masih terdapat persoalan dalam akurasi. “Dari media pun dapat dilihat masih ada isi LHKPN tidak benar faktanya. Kami putuskan mulai 2021 kalau laporan tidak lengkap maka kami tidak terima. Sampai surat kuasa anak istri tidak dilampirkan maka kami tidak terima. Tidak boleh lagi LHKPN diisi seenaknya,” tegas Pahala.

Dalam menguji transparansi dan akuntabilitas, KPK periksa LHKPN tersebut terhadap 1.665 penyelenggara negara selama 2018-2020. Hasil pemeriksaan tersebut menemukan 95 persen LHKPN yang disampaikan tidak akurat. “Ternyata 95 persen LHKPN yang kami periksa detil tidak akurat. Secara umum banyak harta tidak dilapor baik itu tanah, bangunan, rekening bank maupun investasi lain,” jelas Pahala.

Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan terjadi perdebatan anggota DPR bahwa LHKPN diberikan sebelum dan setelah masa penjabatan. Namun, saat dia menjabat sebagai Ketua DPR terdapat program Klinik LHKPN di Gedung MPR/DPR RI. Sehingga, para anggota legislatif dapat dimudahkan dalam pelaporan. “Alhamdulillah, pimpinan tinggi sudah semuanya melapor setiap tahun dan ini mudah karena bersamaan dengan pelaporan pajak,” jelas Bambang.

Namun, Bambang menyampaikan para anggota yang belum memberikan LHKPN harus dikejar KPK. Hal ini juga disebabkan karena tidak ada konsekuensi saat para anggota tidak menyerahkan LHKPN. Sehingga, dia mengimbau agar KPK memikirkan cara agar tingkat kepatuhan para anggota legislatif tersebut meningkat. “Perlu juga dipikirkan cara dengan tindakan, peringatan atau aturan agar mereka patuh LHKPN ini,” jelas Bambang.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir menyampaikan LHKPN merupakan hal penting dalam transparansi BUMN. “LHKPN jadi penting karena jadi pejabat publik amanah ini sangat besar salah satunya LHKPN,” jelas Erick.

Dia mengatakan pihaknya akan menerbitkan peraturan Menteri BUMN yang mewajibkan penyampaian LHKPN bagi anak dan cucu perusahaan BUMN. Hal ini sesuai dengan UU No.28 Tahun 1999 Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

"Karena itu kami akan memastikan untuk mengeluarkan Permen BUMN bahwa anak dan cucu perusahaan BUMN juga harus melaporkan atau menyampaikan LHKPN," ujar Erick.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyampaikan masih rendahnya penyelenggara negara yang tidak menyerahkan LHKPN terjadi tiap tahun. Menurutnya, kepatuhan ini sulit bukan hanya permasalahan teknis.

“Ini lebih kepada kesadaran. Urusan LHKPN merupakan hal sederhana dari komitmen anggota DPR dan pejabat untuk mengusung pemberantasan korupsi. Bicara pemberantasan korupsi bisa berbusa-busa namun dalam hal paling sederhana seperti LHKPN jadi sulit maka percuma saja bicara pemberantasan korupsi itu,” jelas Lucius.

Tags:

Berita Terkait