KPK Sebut Arteria Dahlan Tak Paham Beda Barang Sitaan dan Rampasan
Berita

KPK Sebut Arteria Dahlan Tak Paham Beda Barang Sitaan dan Rampasan

KPK menampik pernyataan Arteria dan membeberkan sejumlah perbedaan barang rampasan dan sitaan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES

Pernyataan Arteria Dahlan mengenai pentingnya Dewan Pengawas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), salah satunya berkaitan dengan barang sitaan. Ia menyebut ada emas batangan yang dirampas dan seolah-olah menjadi titel KPK, tetapi tidak pernah disetorkan ke kas negara. 

 

Pernyataan ini pun langsung direspon Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang menyebut politisi PDI Perjuangan ini keliru memahami ada barang sitaan yang tidak dimasukan ke kas negara. Menurut Febri, Arteria tidak bisa membedakan yang mana barang rampasan dan mana barang sitaan. 

 

"Pernyataan ini kami duga berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan," ujar Febri, Kamis (10/10/2019). 

 

Dilansir dari artikel di klinik Hukumonline tertanggal 9 Mei 2017, ada perbedaan yang cukup signifikan antara barang sitaan dan rampasan. Dalam artikel itu disebutkan penyitaan adalah salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu Pasal 1 angka 16 KUHAP; Pasal 38-46 KUHAP; Pasal 82 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf d KUHAP dalam konteks Praperadilan; Pasal 128–130 KUHAP; Pasal 194 KUHAP; dan Pasal 215 KUHAP.

 

Definisi penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP sebagai berikut: “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”

 

Penyitaan dilakukan sejak proses penyidikan, sedangkan apakah sebuah barang yang disita dapat dirampas atau tidak, hal tersebut bergantung pada putusan hakim. Dalam kondisi tertentu hakim dapat memerintahkan dilakukan perampasan, atau digunakan untuk perkara lain, atau dikembalikan pada pemiliknya.

 

Ada lima kriteria benda yang dapat disita. Pertama, benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana. Kedua, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. Ketiga, benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana. Keempat, benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. Kelima, benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

 

Tapi benda hasil penyitaan juga bisa dikembalikan kepada orang atau mereka dari siapa benda itu disita, atau yang paling berhak dengan sejumlah ketentuan. Pertama, ketika tidak ada lagi kepentingan penyidikan dan penuntutan. Kedua, perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana. Ketiga, perkara dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

 

"Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain," tulis artikel tersebut. 

 

Benda sitaan sendiri disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Apabila tidak memungkinkan, Kepala Rupbasan dapat menentukan cara penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan pada tempat lain. Salah satu lokasi barang sitaan KPK diketahui berada di kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq Kemenkumham. 

 

Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang digunakan oleh siapapun juga. 

 

Baru-baru ini tersiar kabar mobil sitaan KPK digunakan oleh salah satu oknum dan terkena tilang. Tetapi KPK membantah hal itu, Febri mengatakan bahwa mobil Porsche yang ditilang itu bukan hasil sitaan, melainkan dalam status blokir. Pemblokiran ditujukan untuk mencegah agar aset tidak dipindahkan kepemilikannya. Ini terkait dengan kebutuhan hukum penggantian kerugian negara setelah putusan berkekuatan hukum tetap. 

 

Apabila benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan perkara bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan.

 

Pertama, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya dengan catatan perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum. Kedua, apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, benda ini dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

 

"Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti. Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sitaan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan tersebut," terang artikel itu. 

 

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Permenkumham 16/2014) menjelaskan pengertian benda sitaan negara dan barang rampasan negara.

 

Benda Sitaan Negara (Basan) adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan yang bisa disita oleh penyidik atau penuntut umum guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan. Barang Rampasan Negara (Baran) adalah benda sitaan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara.

 

"Bahwa penyitaan bersifat sementara, dimana barang milik seseorang dilepaskan darinya untuk keperluan pembuktian (baik pembuktian di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pengadilan)," tulis artikel itu lagi. 

 

Jika terbukti barang yang disita tersebut merupakan hasil tindak pidana, maka tindakan selanjutnya terhadap barang itu adalah dirampas untuk negara melalui putusan pengadilan. Sebaliknya, apabila tidak terbukti, maka barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Sedangkan, perampasan hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa barang tersebut dirampas oleh negara.

 

Barang Sitaan dan Rampasan KPK

Selain meluruskan pernyataan Arteria, Febri juga menjelaskan beberapa perkara yang barang buktinya pernah disita ataupun sudah dirampas berdasarkan putusan pengadilan. Termasuk salah satunya yang dituding Arteria tidak masuk dalam kas negara. 

 

a.  Adanya penyitaan Emas Batangan namun tidak masuk ke kas negara

Informasi tentang penyitaan emas atau perhiasan dalam perkara yang ditangani KPK telah disampaikan pada publik melalui pemberitaan media sebelumnya yaitu dalam perkara kasus korupsi terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012 dengan terpidana Walikota Madiun Bambang Irianto.

 

Saat penyidikan, KPK menyita emas batangan sebanyak 1 Kilogram. Akan tetapi, karena Hakim pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memerintahkan barang sitaan tersebut dikembalikan kepada pihak terpidana, maka KPK wajib melaksanakan putusan tersebut dan mengembalikannya pada 9 Juli 2018.

 

Kasus suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan  Tahun Anggaran 2018 dengan tersangka Yaya Purnomo, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

 

Saat itu, KPK menyita logam mulia, perhiasan emas sebanyak 25 cincin, 4 gelang, dan 4 anting-anting. Dari jumlah itu, menurut putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta 77/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Januari 2019 sebanyak 2,2 kilogram logam mulia dan 33 perhiasan dirampas untuk negara. Sisanya, sebanyak 200 gram logam mulia dipergunakan sebagai barang bukti di perkara lain yakni perkara suap terkait pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak  periode tahun 2017-2018

 

"Dua perkara di atas contoh konkrit perlunya pemahaman yang lebih rinci tentang pembedaan antara barang sitaan dan barang rampasan. Hal ini juga beberapa kali kami jelaskan melalui berbagai saluran, termasuk saat adanya kekeliruan pemahaman antara pemblokiran dengan penyitaan dan perampasan. Saat itu, KPK juga sudah menjelaskan terkait informasi pemblokiran sebuah mobil mewah dengan tujuan agar tidak dipindahtangankan kepemilikannya saat mobil tersebut belum ditemukan," terang Febri. 

 

b. Penyerahan Kebun Kelapa Sawit

Menurut Febri, KPK tidak pernah menyita kebun sawit. Dalam dengan terdakwa M. Nazarudin dalam putusan yang tertera di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 159/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst tanggal 15 Juni 2016 dalam perkara atas nama M NAZARUDDIN.

 

Perampasan untuk negara yakni aset PT Inti Karya Plasma Perkasa (IKPP) berdasarkan sertifikat Hak Guna Banguan No. 93 atas  bidang tanah  seluas 229.238 M2 berikut segala sesuatu yang terdapat di atas tanah tersebut antara lain: 1 (satu) unit Pabrik Kelapa  Sawit dengan kapasitas Produksi 45 ton 1 Jam yang terletak Ds. Pantai Cermin Kec. Tapung Kab. Kampar Provinsi Riau atas nama PT IKPP. Perampasan untuk negara yakni aset PT Inti Karya Plasma Perkasa beserta segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut.

 

Karena Hakim memerintahkan dilakukan perampasan aset, maka tindak lanjutnya adalah eksekusi dan lelang yang dilakukan KPK bersama KPNKNL, Kementerian Keuangan. Aset tersebut telah dilelang pada 16 Juni 2017 melalui KPKNL Pekanbaru yang telah menetapkan pemenang lelang atas nama PT Wira Karya Pramitra.

 

c. Penyitaan Motor Besar

Terkait Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap PT Jasa Marga (Persero) pada tahun 2017. Dalam perkara ini, KPK menyita sebuah motor Harley Davidson dengan nomor polisi B 5662 JS. Menurut putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, motor tersebut dirampas untuk negara dan telah dilelang pada 4 Desember 2018 dengan harga Rp133.095.000.

 

TPPU atas nama H. Abdul Latief. KPK menyita 8 motor besar sebagai barang bukti. Motor besar tersebut terdiri dari: 4 Harley Davidson, 1 BMW, 1 Ducati, dan 2 motor trail. Hingga saat ini perkaranya masih proses penyidikan. 

 

Selain itu, perkara suap Bupati Labuhanbatu terkait proyek-proyek di lingkungan Kab. Labuanbatu, Sumut TA 2018 dengan terpidana Pangonal Harahap. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor: 109/Pid.SUS.TPK/2018/PN-MDN tanggal 4 April 2019 memutuskan merampas 1 motor Harley Davidson dengan nomor polisi BK 6347LAA. Saat ini masih dalam proses lelang dengan harga Rp285.733.000.

Tags:

Berita Terkait