KPK Periksa Idrus Marham Terkait Aliran Dana Kasus Bakamla
Berita

KPK Periksa Idrus Marham Terkait Aliran Dana Kasus Bakamla

Idrus mengaku telah mengkonfirmasi mengenai aliran dana kepada penyidik.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya (Golkar) ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fayakhun Andriadi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI, Senin (21/5). Foto: RES
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya (Golkar) ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fayakhun Andriadi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI, Senin (21/5). Foto: RES

Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (21/5) memeriksa politisi Partai Golkar Idrus Marham. Pria yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI dengan tersangka Fayakhun Andriadi, anggota Komisi I DPR RI.

 

Nama Idrus sejatinya tidak ada dalam jadwal pemeriksaan para saksi. Kepastian kedatangan Idrus diperiksa sebagai saksi diketahui dari keterangan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. “Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FA (Fayakhun Andriadi),” kata Febri dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (21/5/2018) malam.

 

Febri mengatakan, penyidik sebenarnya memanggil Idrus pada 14 Mei lalu. Namun ketika itu ia berhalangan hadir, sehingga penjadwalan pemeriksaan ulang baru dilakukan kemarin. Keterangan Idrus, sambung Febri, dibutuhkan penyidik untuk mengklarifikasi perihal aliran dana dalam kasus korupsi Bakamla ini.

 

“KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka FA untuk mengklarifikasi informasi aliran dana terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 untuk Bakamla RI,” terang Febri. Baca Juga: Terbukti Terima Suap, Eks Pejabat Bakamla Ini Divonis 4 Tahun Bui

 

Idrus sendiri enggan berbicara banyak kepada wartawan usai diperiksa tim penyidik, termasuk mengenai aliran dana dalam kasus korupsi ini dan uang Rp1 miliar yang diduga diberikan Fayakhun terkait pemilihan dirinya sebagai Ketua DPD Golkar DKI Jakarta. Menurut Idrus, ia sudah melakukan klarifikasi kepada KPK mengenai hal tersebut.

 

Ia sendiri mengaku tidak mengetahui mengenai aliran dana tersebut, sehingga penyidik tak perlu melakukan panggilan terhadapnya. “Konfirmasi, jadi saya kira enggak ada yang perlu, makanya tadi saya datang sendiri. Saya katakan saya sudah bilang tadi saya sudah jelaskan semuanya,” terang Idrus.

 

Sebelum Idrus, KPK sebelumnya memeriksa politisi Golkar lainnya Yorrys Raweyai mengenai dugaan ia menerima uang Rp1 miliar dari Fayakhun. Namun Yorrys menganggap pengakuan Fayakhun itu janggal sebab diberikan beberapa bulan setelah ia terpilih sebagai Ketua DPD Golkar DKI Jakarta.

 

“Dia minta dukungan kepada saya untuk mendukung dia jadi Ketua Golkar DKI bulan April. Tapi uang yang dia kasih ke saya Rp1 miliar itu bulan Juni. Anda minta dukungan masak dibayar setelah sekian bulan? Itu kan enggak mungkin,” ujar Yorrys kala itu.

 

Fayakhun ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Februari 2018 lalu. Ia diduga menerima fee sebesar 1 persen atau Rp12 miliar dari anggaran sebesar Rp1,2 triliun dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya Muhammad Adami Okta. Ia juga diduga menerima uang sebesar US$300 ribu. Atas perbuatannya, Fayakhun diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Status tersangka Fayakhun merupakan pengembangan dari kasus suap terkait tender pengadaan satellite monitoring di Bakamla. Kasus ini bermula dari Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi (staf khusus anggaran Kabakamla) yang disebut menawari PT Melati Technofo Indonesia (MTI) mengikuti tender pengadaan satelit monitoring di Bakamla senilai Rp400 miliar. Baca Juga: Terbukti Korupsi, Suami Artis Inneke Divonis 2 Tahun dan 8 Bulan Bui

 

Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah kemudian menyanggupi pemberian fee 6 persen dengan menyerahkan uang Rp24 miliar kepada Ali Fahmi yang penyerahannya dilakukan melalui Hardy Stevanus dan Adami Okta, pada 1 Juli 2016. Selain itu, Fahmi menyuap para pejabat Bakamla, antara lain Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar Sin$100 ribu, US$88.500, dan 10 ribu euro.

 

Kemudian Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Bambang Udoyo Sin$105 ribu serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar SGD 104.500 dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.

Tags:

Berita Terkait