KPK Diminta Usut Korupsi Ilegal Fishing
Berita

KPK Diminta Usut Korupsi Ilegal Fishing

Kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

FAT
Bacaan 2 Menit
Konferensi pers Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan di Kantor KPK, Selasa (26/2). Foto: FAT
Konferensi pers Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan di Kantor KPK, Selasa (26/2). Foto: FAT

Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendatangi kantor KPK. Kedatangan koalisi untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di sektor perikanan yang berpotensi merugikan uang negara. “Potensi kerugian negara mencapai Rp80 triliun per tahun,” ujar Sekjen KIARA, Abdul Halim di KPK, Selasa (26/2).

Dari jumlah itu, sebesar Rp50 triliun merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan. Sedangkan sisanya, Rp30 triliun tercatat sebagai kerugian negara akibat pengerukan ikan Indonesia oleh kapal eks asing berbendera Indonesia.

Salah satu contoh kasus yang terjadi, kata Halim, terlihat dari adanya pelepasan enam kapan ikan tanpa ada proses hukum oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Keenam kapal eks asing berbendera Indonesia itu tercatat milik tiga perusahaan, yakni, PT Jaringan Barelang, PT Jaringan Lautan Barat dan PT Riswan Citra Pratama.

Menurut Halim, keenam eks kapal asing berbendera Indonesia itu diduga telah melakukan tindak pidana perikanan berupa penangkapan ikan di luar daerah wilayah pengelolaan perikanan yang ditentukan, pendaratan hasil perikanan tangkap yang tak sah dan pelanggaran transhipment. Dugaan ini terbukti dari hasil laporan Satuan Kerja (Satker) Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Natuna.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak mengindahkan hasil laporan satker tersebut. Padahal, berdasarkan UU Perikanan, laporan dari satker patut ditindaklanjuti.

Namun yang terjadi, oknum pejabat di KKP justru memberikan rekomendasi agar enam kapal eks asing itu dilepaskan tanpa melalui proses hukum. Karena itu, koalisi menduga telah terjadi kesengajaan yang berakibat pada kerugian negara. Menurut hitungan koalisi, kerugian negara yang muncul dari pelepasan enam kapal eks asing berbendera Indonesia itu mencapai Rp1,6 miliar.

“Seharusnya indikasi tindak pidana ini dibawa ke ranah tindak pidana perikanan. Namun karena ada kesengajaan sehingga berakibat munculnya kerugian negara senilai Rp1,6 miliar,” ujar Halim.

Saat ini, kata anggota koalisi, Rachmi Hertanti, terdapat 1200 kapal eks asing yang mendapatkan ijin menangkap ikan di perairan Indonesia. Mereka mendapatkan ijin dengan sejumlah persyaratan sebagaimana yang diatur oleh UU Perikanan. Salah satu syaratnya adalah, kapal eks asing tersebut harus menggunakan Anak Buah Kapal (ABK) seluruhnya berasal dari Indonesia.

Namun yang terjadi, malah sebaliknya. Sejumlah kapal eks asing yang berbendera Indonesia itu menggunakan ABK dan nahkoda asing. Kapal-kapal tersebut juga kerap melakukan praktik unregulated dan unreported fishing di Indonesia.

“Sehingga patut diduga adanya indikasi tindak pidana tentang penyelundupan tenaga kerja asing tanpa izin yang sah dalam penggunaan nahkoda dan ABK asing di Indonesia yang melanggar Pasal 119 ayat (1) UU Keimigrasian dan UU Ketenagakerjaan,” ujar Rachmi.

Selain melapor ke KPK, rencananya koalisi juga akan melaporkan dugaan tindak pidana ini ke Kepolisian. Rachmi berharap, seluruh aparat penegak hukum, seperti KPK dan Kepolisian mau menindaklanjuti laporan ini.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi menyambut baik laporan ini. menurutnya, setiap laporan yang masuk ke KPK akan divalidasi dan ditelaah di Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. “Setiap laporan akan kami telaah dahulu,” pungkasnya.

Bukan kali ini saja KPK menerima laporan dari LSM untuk menangani dugaan korupsi terkait sumber daya alam karena nilai strategis dari sumber daya alam. Lantaran, karena korupsi, masyarakat banyak dirugikan dari hasil pengerukan sumber daya alam guna kepentingan sekelompok orang saja. Sebelumnya, KPK diminta untuk menuntaskan dugaan korupsi di sektor kehutanan. Kemudian diminta pula menangani suap penggunaan timbal untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) yang dipasarkan di Indonesia.

Tags: