KPK Dalami Perkara KTP Elektronik, Nazarudin: Buktinya Benar ada Korupsi
Berita

KPK Dalami Perkara KTP Elektronik, Nazarudin: Buktinya Benar ada Korupsi

Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. mengaku tidak ada arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu yang dijabat oleh Gamawan Fauzi.

ANT | Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Terpidana korupsi yang juga mantan Anggota DPR M Nazaruddin memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (27/9).
Terpidana korupsi yang juga mantan Anggota DPR M Nazaruddin memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (27/9).
KPK mendalami panitia pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan atau KTP elektronik dari mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.
"Saya hanya diminta keterangan mengenai SK (Surat Keterangan) tim teknis yang lama, fungsinya apa saja, itu saja," kata Irman seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, kemarin.
Irman sudah beberapa kali diperiksa untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik ini. "Saya yang buat SK tim ini ditanya tugasnya apa saja. SK itu berdasarkan ketentuan, saya hanya mengeluarkan SK dari Dirjen," kata Irman.
Irman mengaku tidak ada arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu yang dijabat oleh Gamawan Fauzi. "Kalau arahan setahu saya tidak ada," ujar Irman.
Irman juga menolak berkomentar mengenai dugaan kerugian negara hingga sekitar Rp2 triliun dari pengadaan KTP elektronik ini. "Kalau soal kerugian saya tidak mau berkomentar karena menurut saya kan sedang disidik, sekarang saya tidak tahu, tunggu saja sabar saja, KPK yang tahu siapa yang bertanggung jawab, siapa yang melakukan apa," ujar Irman.
Selain Irman, KPK juga memeriksa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang merupakan orang pertama yang mengungkapkan perkara ini.
"Yang penting perkara e-KTP (saya) jadi 'whistleblower', prosesnya sudah berjalan, mudah-mudahan kerugian negaranya bisa kembali, itu tujuannya," kata Nazaruddin usai menjalani pemeriksaan.
Nazaruddin yang saat ini sedang menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung karerna perkara korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan pencucian uang.
"Sekarang yang pasti E-KTP sudah ditangani oleh KPK, kita harus percaya KPK, yang pasti Mendagrinya (Gamawan) harus tersangka," ujar Nazaruddin.
Alasannya adalah Gamawan menurut Nazar menerima gratifikasi. "KPK kan untuk memberantas gratifikasi, yang terima gratifikasi salah satunya menterinya. Kan (Gamawan) yang melaporkan saya katanya bohong soal E-KTP, sekarang buktinya benar ada korupsi di E-KTP senilai Rp2 triliun," tegas Nazaruddin.
KPK baru menetapkan Sugiharto yaitu mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen sebagai tersangka dalam kasus ini pada 22 April 2014, namun hingga saat ini KPK masih belum menyelesaikan berkas pemeriksaan Sugiharto maupun menetapkan tersangka lain dalam kasus tersebut.
Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP, dikendalikan oleh beberapa orang politikus dan pejabat ternama. Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.
Tags:

Berita Terkait