KPK Bidik Lippo Group Tersangka Korporasi
Utama

KPK Bidik Lippo Group Tersangka Korporasi

Lippo Group bisa dianggap bersalah jika terbukti membiarkan atau mencegah petingginya memberi suap.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (25/10). Foto: RES
Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (25/10). Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 12 orang saksi atas tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Dari 12 orang tersebut ada dua nama yang menjadi perhatian yaitu Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Direktur PT Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya.

 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pemeriksaan para petinggi Lippo Group itu untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan manajemen perusahaan tersebut dengan kasus suap perzjinan proyek Meikarta. Sayangnya, Alex tidak bisa menjelaskan lebih jauh karena yang tahu secara rinci adalah penyidik KPK.

 

"Tapi saya meyakini ada alasan cukup penyidik, apa bukti awal entah apa, tapi lebih utama peran korporasi. Kami mendalami sejauh mana korporasi berperan dalam suap Bupati Bekasi, apa itu kebijakan manajemen?” kata Alex di kantornya, Kamis (25/10/2018) malam.

 

Alex menjelaskan dalam tangkap tangan dan dilanjutkan penetapan sebagai tersangka kemarin adalah Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group. Dari sini KPK melihat korporasi itu tidak mempunyai unit kepatuhan ataupun kebijakan anti penyuapan.

 

Buktinya, KPK menemukan indikasi kuat adanya pemberian suap dari Billy Sindoro melalui sejumlah bawahannya kepada para pejabat di Pemkab Bekasi termasuk Neneng Hassanah Yasin selaku bupatinya. Suap ini berkaitan dengan beberapa perizinan dalam pembangunan proyek Meikarta.

 

Menurut Alex, apabila petinggi korporasi sampai memerintahkan pemberian suap yang terjadi pada kasus suap Meikarta ini, maka korporasi tersebut dalam perkara ini Lippo Group bisa dinyatakan bersalah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

 

"Kalau petingginya sampai memerintahkan, memberikan sesuatu, berdasarkan SEMA (harusnya Perma) Tata Cara Penanganan Pidana Korporasi itu, kan korporasi bisa dianggap salah kalau dia tidak ada upaya untuk mencegah, salah satunya itu," tegas Alex.

 

Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah hanya menjawab normatif mengenai pemeriksaan ini. "Penyidik masih terus mendalami pengetahuan para saksi tentang proses perizinan dan syarat-syarat perizinan untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)," ujar Febri.

 

Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus enggan menjawab saat ditanya mengenai kemungkinan KPK menjerat korporasinya sebagai tersangka. "Lain kali ya," kata Toto seusai pemeriksaan.

 

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menjerat Lippo Group sebagai tersangka korupsi. Hal itu, kata Syarif bergantung pada proses penyidikan yang dilakukan tim penyidik saat ini.

 

“Ini tergantung pengembangan proses penyidikan yang terjadi sekarang, nanti akan diputuskan kemudian,” kata Syarif dalam konferensi pers penetapan Billy Sindoro sebagai tersangka, Senin (15/10/2018). Baca Juga: Direktur Lippo Group dan Bupati Bekasi Tersangka Suap Proyek Meikarta

 

Untuk perkara Billy Sindoro, Syarif mengatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan apakah dugaan uang suap sebesar Rp7 miliar kepada Bupati Bekasi dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi yang disinyalir berasal dari Billy selaku pribadi atau Lippo Group sebagai korporasi dimana Billy menjabat direktur. “Apakah itu uang pribadi atau perusahaan, itu yang sedang dalam tahap penyelidikan,” terang Syarif. 

 

Dalam kasus ini Billy bersama dengan dua orang konsultan dan seorang pegawai Lippo Group yaitu Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi. KPK menetapkan Billy sebagai tersangka dengan kedudukan sebagai Direktur Operasional Lippo Group.

 

Setidaknya, ada lima pejabat Pemkab Bekasi yang diduga disuap Billy mulai dari Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pelayanan Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP-MPTSP) Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.

 

Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar (dari total commitment fee Rp13 miliar) melalui beberapa Kepala Dinas yaitu: pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018.

 

Billy Sindoro, Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen selaku direktur, konsultan, dan pegawai Lippo Group sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan sebagai pihak penerima, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Kemudian Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pelayanan Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP-MPTSP) Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Seperti diketahui, sesuai Perma No. 13/2016 itu diatur beberapa hal penting. Seperti, kriteria kesalahan korporasi yang dapat disebut sebagai tindak pidana; siapa saja yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana korporasi; tata cara pemeriksaan (penyidikan-penuntutan) korporasi dan atau pengurus korporasi; tata cara persidangan korporasi; jenis pemidanaan korporasi; putusan; dan pelaksanaan putusan.

 

Dalam hal kriteria kesalahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, korporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tertentu atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi. Kedua, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Ketiga, korporasi tidak mengambil langkah-langkah pencegahan atau mencegah dampak lebih besar dan memastikan kepatuhan ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

 

Perma ini tidak hanya mengatur pertanggungjawaban pidana yang dilakukan satu korporasi atas dasar hubungan kerja atau hubungan lain, tetapi juga dapat menjerat grup korporasi dan korporasi dalam penggabungan (merger), peleburan (akuisisi), pemisahan, dan akan proses bubar.

Tags:

Berita Terkait