KPK Bidik Korporasi di Suap PLTU Riau-1
Berita

KPK Bidik Korporasi di Suap PLTU Riau-1

KPK tak segan menetapkan korporasi sebagai tersangka jika perannya dominan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1. Meskipun begitu lembaga antirasuah ini masih terus melakukan pengembangan untuk mencari keterlibatan pihak lain, termasuk korporasi.

 

Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di kantornya. Menurut Syarif, jika dalam proses penyidikan diduga kuat ada keterlibatan korporasi, maka pihaknya tidak hanya menjerat orang-perorang saja, tetapi juga unsur (entitas) perusahaan.

 

"Ya kita lihat mana yang paling dominan dalam kasus itu. Kalau ternyata orang dan korporasi yang paling dominan, maka akan dikenakan dua-duanya baik orang maupun korporasinya," kata Syarif, Rabu (1/8/2018). Baca Juga: KPK Dalami Dugaan Aliran Dana dari Hasil Pemeriksaan Dirut PLN

 

Syarif mengatakan pihaknya akan berhati-hati sebelum menjadikan korporasi sebagai tersangka. Apabila kebijakan yang dilakukan memang menjadi kewenangan pejabat atau direksi dari perusahaan, maka KPK tentu tidak memaksakan untuk menjerat korporasi.

 

Tetapi sebaliknya, apabila keputusan yang diambil merupakan kebijakan perusahaan, maka KPK tidak akan segan melakukan proses hukum. Hal itu menurut Syarif tergantung dari peran masing-masing. "Tergantung perannya masing-masing. Memang ini adalah kebijakan perusahaan, maka perusahaan akan diselidiki. Tapi kalau dominan orangnya, maka orangnya saja sudah cukup," kaya dia.

 

Pengembangan proyek PLTU Riau-1 ini melalui penunjukan langsung kepada anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Indonesia Power. Di mana PJB diberikan kewenangan untuk mencari mitra dalam pengerjaannya dengan kepemilikan saham mayoritas berada di tangan PJB 51 persen dan 49 persen sisanya dimiliki konsorsium PT Samantaka Batubara yang merupakan anak perusahaan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd.

 

KPK sebelumnya telah memanggil sejumlah direksi perusahaan: seperti Direktur Utama PLN Sofyan Basir; Direktur Utama PT PJB Iwan Agung Firstantara; Direktur Pengembangan dan Niaga PT PJB Henky Heru Basudewo; Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudi Herlambang; perwakilan PT China Huadian Engineering Indonesia Wang Kun.

 

Pada Selasa (31/7) kemarin, KPK juga memanggil CEO BlackGold Natural Resources Ltd, Philip C. Rickard. Sebelum ini, KPK juga telah memeriksa Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi Gunawan Y. Hariyanto. Menyusul kemudian Direktur Operasi PJB Investasi Dwi Hartono serta Direktur Keuangan Amir Faisal.

 

Keganjilan skema saham

Skema pembagian saham dalam proyek PLTU Riau-1 dimana PJB memiliki 51 persen dan 49 persen sisanya dimiliki konsorsium PT Samantaka Batubara yang merupakan anak perusahaan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd juga terlihat janggal.

 

Dari surat tulisan tangan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang menjadi tersangka dalam perkara ini menyebutkan jika PLN, induk perusahaan PT PJB hanya memberikan equity sebesar 10 persen. Lalu darimana PT PJB mendapatkan sisanya yaitu 41 persen?

 

"Sisanya investor dari Cina Huadian dan Blackgold," kata Fadli Nasution, kuasa hukum Eni kepada Hukumonline.

 

KPK sendiri sudah mencium adanya kejanggalan ini. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya mendalami tentang skema kerja sama antara PJB dan konsorsium.

 

"Kalau kita bicara tentang pembangunan proyek PLTU Riau-1 baik antara PLN dengan subsidair atau perusahaan yang masih terkait dengan PLN ataupun perusahaan-perusahaan lain termasuk perusahaan yang sahamnya sebagian dimiliki oleh tersangka yang sudah kita tetapkan kemarin. Ini perlu kita dalami lebih jauh sebenarnya bagaimana proses awal sampai dengan kemarin ketika tangkap tangan dilakukan," kata Febri beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait