KPK Apresiasi Presiden Tolak Revisi UU KPK
Utama

KPK Apresiasi Presiden Tolak Revisi UU KPK

Revisi UU KPK sebaiknya disinkronkan dengan RUU KUHAP dan KUHP.

NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki. Foto: RES
Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki. Foto: RES

Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrahman Ruki mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang menolak revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. "Yang paling penting buat saya cuma satu, yaitu Presiden atas nama pemerintah dengan tegas menolak revisi UU KPK," katanya, Jumat (19/6).

Pernyataan Presiden itu, menurut Ruki, disampaikan saat rapat kerja pemberantasan korupsi dengan beberapa menteri, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung, Kapolri, dan pimpinan KPK. Presiden menganggap UU KPK tidak perlu direvisi ketimbang mengakibatkan permasalahan di kemudian hari.

Mengenai usulan revisi UU KPK yang sudah terlanjur diinisiasi DPR, Ruki menyatakan, biarkan saja usulan tersebut di DPR. Namun, usulan revisi itu tidak akan bisa berjalan dan dibahas sendiri oleh DPR, melainkan harus dibahas bersama dengan pemerintah. "Pemerintah kan (sekarang) tidak bersedia mengubah itu," ujarnya.

Atas sikap Presiden, Ruki sangat bersyukur karena tidak perlu memikirkan hal-hal lain, selain tugasnya di KPK. Ia menilai, walau ada beberapa poin yang perlu direvisi, seperti pengangkatan penyelidik dan penyidik yang bukan berasal dari Polri, revisi UU KPK belum perlu dilakukan selama belum ada sinkronisasi dengan RUU KUHP dan KUHAP.

"Itu kan ada kalimat di bawahnya menunggu sinkronisasi dan harmonisasi dari RUU KUHP dan KUHAP. Kalau belum, ya jangan dulu (merevisi UU KPK). Jadi, menunggu RUU KUHAP dan UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003 supaya jangan tersebar dulu dimana-mana materinya," tuturnya.

Selain menolak revisi UU KPK, sambung Ruki, Presiden juga menekankan pentingnya pelayanan publik dan memotong rantai birokrasi yang terlalu panjang. Seperti di luar negeri, untuk mengeluarkan izin tidak dibutuhkan mata rantai yang panjang. Berbeda dengan di Indonesia yang harus melewati mata rantai birokrasi yang panjang.

Apresiasi penolakan revisi UU KPK ini diungkapkan pula oleh Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. Ia merasa rencana revisi UU KPK yang berkembang sekarang ini terindikasi melemahkan KPK. Hal itu justru sangat ironis jika dibandingkan dengan penanganan kasus korupsi di negara-negara lain, khususnya di Amerika Serikat.

"Perusahaan asing di sini tunduk kepada Amerika, tidak hanya audit keuangannya, tapi audit kepatuhannya. Hal itu yang membuat ironis kalau UU KPK diperlemah. Kalau mau direvisi, tolong dibuat (KPK) dengan posisi yang lebih kuat. Memang ada beberapa hal yang harus disempurnakan, tapi semangatnya bukan melemahkan," terangnya.

Sebagaimana diketahui, rencana revisi UU KPK kembali mencuat ketika Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly mengadiri rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (16/6). Yasonna mengungkapkan, UU KPK sudah masuk dalam daftar panjang Prolegnas 2015-2019 sebagai inisiatif DPR, sehingga perlu dimajukan sebagai prioritas 2015.

Yasona berpendapat pelaksanaan UU KPK masih menimbulkan masalah yang menyebabkan terganggunya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ia merasa perlu meninjau ulang beberapa ketentuan dalam UU KPK demi membangun negara yang bersih dan memperkuat kelembagaan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Peninjauan itu, kata Yasonna, pertama terkait kewenangan penyadapan KPK yang seharusnya hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses projustita agar tidak menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kedua, mengenai kewenangan penuntutan KPK yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung.

Ketiga, menurut Yasonna, peninjauan mengenai perlunya pembentukan Dewan Pengawas KPK. Keempat, peninjauan mengenai perlunya pengaturan terkait pelaksanaan tugas pimpinan KPK jika pimpinan tersebut berhalangan. Kelima, mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial pimpinan KPK.

Tags:

Berita Terkait