KPK: Tersangka Suap Proyek Meikarta Bisa Jadi Justice Collaborator
Berita

KPK: Tersangka Suap Proyek Meikarta Bisa Jadi Justice Collaborator

Apabila para tersangka dugaan suap dalam perizinan proyek Meikarta bersikap kooperatif untuk membongkar keterlibatan pihak lain.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan salah satu tersangka Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR) mulai mengakui perbuatannya dalam kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Dalam kasus ini, menyeret nama Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan bernama Taryadi, Fitra Djaja Purnama dan seorang pegawai Lippo Group Henry Jasmen yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Tersangka NR yang telah menyerahkan diri mulai mengakui beberapa perbuatannya. NR diduga menerima uang 90.000 dolar Singapura. Namun, saat penyerahan diri tadi belum bisa membawa uang tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/10/2018). Baca Juga: Direktur Lippo Group dan Bupati Bekasi Tersangka Suap Proyek Meikarta

 

Febri mengatakan lembaganya menghargai sikap kooperatif tersangka dalam kasus tersebut karena hal tersebut tentu akan dipertimbangkan sebagai alasan meringankan. "Perlu kami ingatkan, ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi, yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup. Sikap kooperatif akan dipertimbangkan untuk tuntutan lebih ringan nantinya, sepanjang konsisten memberikan keterangan," ucap Febri.

 

Selain itu, kata Febri, para tersangka memungkinkan secara hukum untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC), pelaku yang bekerja sama dengan imbalan keringanan  hukuman. "Dengan syarat mengakui perbuatannya dan membuka peran pihak lain seluas-luasnya," kata Febri mengingatkan.

 

Seperti diketahui, Senin (15/10) malam, KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus suap tersebut. Dari sembilan tersangka, KPK telah menahan enam tersangka. Enam tersangka itu, yakni dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

 

Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT).

 

Tiga tersangka lain, yakni Neneng Rahmi, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NNY) masih dalam proses pemeriksaan di Gedung KPK.

 

Sebelumnya, dalam kronologi peristiwa tangkap tangan oleh KPK pada Minggu (14/10) pada pukul 10.58 WIB, tim KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari tersangka Taryudi kepada Neneng Rahmi.

 

Setelah penyerahan uang, keduanya yang menggunakan mobil masing-masing berpisah. Selanjutnya, pada pukul 11.05 WIB, di jalan di area Perumahan Cluster Bahama, Cikarang tim mengamankan Taryudi setelah penyerahan uang tersebut. Di mobil Taryudi, tim KPK menemukan uang 90.000 dolar Singapura dan Rp23 juta.

 

Masih diperiksa

Selain itu, penyidik KPK masih memeriksa Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY) bersama dua orang lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi ini. "Tiga tersangka dalam kasus suap terkait perizinan Meikarta masih dalam proses pemeriksaan di KPK. Sedangkan pihak lain yang diamankan saat OTT kemarin secara bertahap telah keluar pada dini hari tadi," lanjut Febri.

 

Dua tersangka lain yang masih diperiksa, yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

 

Menurut Febri, dari sejumlah bukti dan konfirmasi para saksi dan tersangka terkait kasus tersebut, dugaan pemberian pada Bupati semakin menguat terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta. "Termasuk pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan dengan pihak swasta dalam pengurusan izin," ungkap Febri.

 

Diduga Bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap. Fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

 

"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, DPMPTSP," ungkap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10) malam.

 

KPK menduga realisasi pemberian hingga saat ini baru berjumlah sekitar Rp7 miliar dari total komitmen fee sebesar Rp13 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018. Laode mengatakan keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.  

 

"Dibutuhkan banyak perizinan, diantaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam," katanya.

 

Sebagai pemberi dari pihak Lippo dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan sebagai pihak penerima Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin Dkk dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tags:

Berita Terkait