KPA Beberkan 10 Indikator Gagalnya Target 9 Juta Hektar Reforma Agraria
Terbaru

KPA Beberkan 10 Indikator Gagalnya Target 9 Juta Hektar Reforma Agraria

Pelaksanaan reforma agraria dapat dilihat dari 4 indikator. Tapi sayangnya ketiadaan percepatan penyelesaian konflik agraria.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika (paling kiri) dalam peluncuran Catatan Laporan Tahunan Agraria 2023 di Jakarta, Senin (15/1/2024). Foto: ADY
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika (paling kiri) dalam peluncuran Catatan Laporan Tahunan Agraria 2023 di Jakarta, Senin (15/1/2024). Foto: ADY

Presiden Joko Widodo dalam Nawacita telah menargetkan 9 juta hektar lahan sebagai target reforma agraria. Tapi sampai 1 dekade pemerintahannya target itu meleset. Kendati jumlah target itu sangat kecil dibandingkan konsesi lahan yang diberikan kepada investor, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai Reforma Agraria di era pemerintahan Presiden Jokowi gagal.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA, Dewi Kartika mencatat dari target 9 juta hektar reforma agraria itu pemerintah menargetkan 4,1 juta hektar berasal dari kawasan hutan dan 0,4 hektar dari kawasan non hutan. Sementara 4,5 juta hektar sisanya melalui program sertifikasi tanah. Untuk distribusi, pemerintah mengklaim telah mendistribusikan tanah seluas 1,67 juta hektar.

“Sertifikasi tanah bukan reforma agraria, sebab pelaksanaan sertifikasi adalah layanan kepada pihak yang sudah bertanah dan belum memiliki sertifikat dengan syarat clean and clear,” katanya dalam peluncuran Laporan Catatan Akhir Tahun 2023 KPA, Senin (15/1/2024).

Dewi menyebut sedikitnya 10 indikator kegagalan 9 juta hektar reforma agraria Presiden Jokowi. Pertama, sangat sedikit menyelesaikan lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) yang diusulkan KPA. Kedua, tidak ada percepatan penyelesaian konflik agraria. Ketiga, tidak ada usaha koreksi terhadap ketimpangan. Keempat, tidak ada reforma agraria terhadap klaim-klaim kawasan hutan.

Baca juga:

Kelima, tidak ada reforma terhadap konsesi perkebunan, dan sekalipun ada yang diproses jumlahnya yang selesai sangat sedikit. Keenam, tidak ada reforma agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ketujuh, tidak ada reforma agraria bagi pengakuan wilayah adat, kecuali hutan adat. Kedelapan, masalah agraria dan migrasi perempuan pedesaan. Kesembilan, kebijakan impor pangan terus bergulir dan gagal berdaulat pangan. kesepuluh, terjadi beragam bencana ekologis akibat kegagalan reforma agraria.

Dewi menjelaskan berhasil atau tidaknya pelaksanaan reforma agraria bisa dilihat dari 4 indikator. Pertama, berkurangnya ketimpangan struktur agraria melalui redistribusi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Kedua, terselesaikannya konflik agraria struktural di seluruh wilayah Indonesia.

Tags:

Berita Terkait