Koruptor Ingin Diberi Remisi, Menkumham Banjir Kritikan
Berita

Koruptor Ingin Diberi Remisi, Menkumham Banjir Kritikan

Ketidakkonsistenan Yasonna terhadap pemberantasan korupsi bisa menyebabkan Jokowi disebut antek koruptor.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Korupsi adalah kejahatan extraordinary crime yang paling menghancurkan ekonomi nasional yang menyebabkan kemiskinan. Ironisnya, Menkumham Yasonna H Laoly berencana memberikan remisi kepada koruptor yang sedang menjalankan hukuman. Dengan mencabut Permen Menkumham yang meniadakan remisi pada koruptor, keseriusan pemerintahan Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi dipertanyakan.

Koordinator Komite Anti Korupsi Indonesia, Rahman Tiro, menyayangkan rencana Yasonna untuk memberikan remisi terhadap koruptor. Menurutnya, hal itu bentuk pengkhianatan Menkumham terhadap Trisakti dan Nawacita yang menjadi visi dan misi politik Jokowi, di mana Nawacita Jokowi berjanji akan serius melakukan pemberantasan dan mengurangi hak-hak para Koruptor.

“Alasan Yasonna Laoly memberikan remisi pada para koruptor dengan berpegang bahwa hak memberikan remisi terpidana kasus korupsi adalah hak Menkumham adalah bentuk pengkhianatan,” katanya, Senin (16/3).  

Rahman curiga ada dugaan gratifikasi aliran dana miliaran rupiah ke Menkumham dari para terpidana korupsi untuk menghapus larangan pemberian remisi Kepada koruptor. Pemberian remisi bagi para koruptor juga patut dicurigai sebagai cara untuk mengkomersilkan pemberian remisi pada terpidana kasus korupsi.

“Ketidakkonsistenan Yasonna terhadap pemberantasan korupsi bisa menyebabkan Jokowi disebut antek koruptor,” katanya.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengaku belum mengetahui draf revisi PP remisi koruptor yang diwacanakan Menkumham tersebut. Tapi ia mengingatkan, jika revisi itu berdasarkan pendapat hilangnya hak-hak narapidana, maka Menkumham telah keliru memaknai hal tersebut. Dia juga mempertanyakan apa maksud Menkumham ingin merevisi PP tersebut.

Menurutnya, PP adalah kewenangan presiden, Untuk itu, Jokowi harus memenuhi janjinya saat kampanye dulu, yakni ingin memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Saat kampanye, pemberantasan korupsi menjadi prioritas Jokowi. “Jangan sampai yang baik malah ditarik mundur,” katanya.

Sementara itu, Kordinator Nasional Forum Rakyat Awasi Kabinet  (FOR Kabinet), Heru Purwoko, mengkritisi kebijakan Yasonna yang ia nilai serampangan. Apalagi, pemerintahan Jokowi-JK beru berusia lima bulan. Menurutnya, dalam waktu tersebut Yasonna sudah sering mengeluarkan kebijakan maupun keputusan yang tidak jelas dan menimbulkan kegaduhan.

Di antaranya terkait Partai Politik PPP  dengan mengeluarkan surat nomor M.HH-07.AH.11.01 pada 28 Oktober 2014 yang akhirnya dibatalkan PTUN. Selanjutnya, terkait Partai Golkar, Menkumham kembali mengeluarkan Surat Menteri Hukum & Ham Nomor M.HH.AH.11.03-26 pada 10 Maret 2015 yang menimbulkan Polemik dan dalam tahap gugatan di PTUN.

Menurut Heru, Yasonna Laoly telah menyalahgunakan wewenang dan melawan hukum, sehingga bukan saja layak diajukan hak angket oleh DPR, tapi juga sudah tepat bila dicopot sebagai Menteri oleh Presiden Jokowi.

Dia menilai apa yang diinginkan Yasonna bertabrakan dengan Peraturan Pemerintah No.99 Tahun 2012 yang mengubah Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. “Aturan itu jelas menyatakan ada tiga napi yang tidak mendapat remisi atau pengetatan dalam pemberian remisi yaitu napi kasus korupsi, narkotika dan terorisme,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait