Korupsi Wisma Atlet, Eks Kepala Dinas PU Dituntut 5,5 Tahun Penjara
Berita

Korupsi Wisma Atlet, Eks Kepala Dinas PU Dituntut 5,5 Tahun Penjara

Pengacara terdakwa menganggap banyak uraian tuntutan yang hanya berdasarkan BAP.

NOV
Bacaan 2 Menit
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan, Rizal Abdullah dituntut dengan pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda Rp300 juta. "Subsidair empat bulan kurungan," kata penuntut umum KPK Nurul Widasih saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/11).

Nurul menganggap Rizal terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011 sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berdasarkan fakta persidangan, Rizal diangkat menjadi Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet (KPWA) di Sumatera Selatan (Sumsel) oleh Gubernur Sumsel Alex Nurdin. Rizal bertugas mempersiapkan pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, melalui pendanaan dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora).

Nurul melanjutkan, Rizal selaku Ketua KPWA menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Pejabat Pembuat Komitmen Deddy Kusdinar tentang pemberian bantuan pembangunan wisma atlet di Provinsi Sumsel. Dimana, dalam perjanjian tersebut, anggaran kerja sama disediakan dalam DIPA sebesar Rp199,635 miliar.

"Terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengaturan proses pengadaan barang dan jasa, yakni menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) Tbk sebagai pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumsel yang bersumber dari DIPA tahun 2010," ujarnya.

Perbuatan tersebut, menurut Nurul, dilakukan Rizal dengan cara, pertama, melakukan pertemuan sebelum proses lelang dimulai dengan PT DGI Tbk yang akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang. Kedua, tidak menggunakan jasa konsultasi perencanaan dalam kegiatan perencanaan teknis pembangunan.

Ketiga, Rizal tidak melibatkan jasa manajemen konstruksi sejak awal tahap perencanaan. Keempat, Rizal tidak mengalokasikan anggaran untuk kegiatan perencanaan pembangunan. Kelima, Rizal mempengaruhi panitia pengadaan barang dan jasa untuk mengusulkan PT DGI Tbk sebagai pemenang lelang dan kemudian menetapkannya.

Keenam, Rizal mempengaruhi panitia pengadaan barang dan jasa untuk membuat harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan rencana anggaran biaya (RAB) yang dibuat oleh PT DGI Tbk yang kemudian mengesahkannya. Ketujuh, Rizal menerima hadiah berupa uang tunai, serta berbagai fasilitas dari PT DGI Tbk.

Nurul menjelaskan, peristiwa ini bermula ketika Paulus Iwo yang sebelumnya sudah mendapat arahan dari Sesmenpora Wafid Muharam mempertemukan Rizal dengan Mindo Rosalina Manulang, Mohamad El Idris. Rosa menyampaikan bahwa PT DGI Tbk yang akan mengerjakan proyek pembanguan wisma atlet dan gedung serbaguna provinsi Sumsel.

Selaku perwakilan PT DGI Tbk, El Idris ditunjuk sebagai orang yang akan berhubungan dengan Rizal. El Idris juga menginformasikan, Rizal akan menjadi Ketua KPWA dan menjanjikan Rizal akan mendapatkan fee terkait pemenangan PT DGI Tbk dalam lelang umum pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumsel.

Dalam persidangan pun, Rizal mengakui bahwa sebelum pertemuan itu, ia sudah mendapat arahan dari Wafid yang meminta agar PT DGI Tbk dapat dibantu dalam proses lelang. Alhasil, proses lelang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Seperti dalam pembuatan gambar desain, RAB, dan penentuan HPS.

Nurul mengungkapkan, gambar desain dan RAB tidak dikerjakan sendiri oleh Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumsel, melainkan diperoleh dari orang suruhan PT DGI Tbk, Forest Jieprang. "Terdakwa menyetujui dan menyuruh KM Aminuddin memasukan dalam dokumen perencanaan untuk kemudian diserahkan kepada panitia pengadaan," tuturnya.

Begitu pula dalam pembuatan HPS. Sesuai keterangan Ketua Pengadaan Barang dan Jasa M Arifin dan Sahupi, HPS baru mulai dikerjakan setelah 25 Oktober 2010 atau setelah menerima surat Rizal yang isinya meminta panitia pengadaan mengundang rekanan yang lulus prakualifikasi. Panitia hanya mengoreksi harga satuan dari RAB yang disusun KPWA Sumsel.

Padahal, Nurul berpendapat, sesuai Pasal 13 ayat (1) dan lampiran I, Bab I Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Poin E Kepres No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya, pengguna barang/jasa wajib memiliki HPS yang dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kemudian, sesuai pendapat ahli pengadaan barang/jasa pemerintah Fadli Arif, seorang pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran/pejabat pembuat komitmen/panitia pengadan tidak diperbolehkan saling mempengaruhi dan tidak diperbolehkan mempergunakan HPS yang RAB-nya berasal dari peserta lelang.

Terlebih lagi, sambung Nurul, Rizal menerima fee dari rekanan. Nyatanya, sesuai fakta di persidangan, setelah menetapkan PT DGI Tbk sebagai pemenang lelang dan PT DGI Tbk menerima pencairan uang muka, Rizal menerima uang tunai Rp100 juta dan Rp250 juta dari El Idris. Rizal juga menerima sejumlah fasilitas dari PT DGI Tbk melalui El Idris.

"Berupa pembayaran Golf Fee Riverside Club Bogor Rp6 juta, akomodasi menginap di Hotel Santika Jakarta Rp3,7 juta, tiket pesawat Garuda atas nama terdakwa, Meriana Arsyad (istri terdakwa), Lisa Ramayanti dan Yulia Ramaputri (anak-anak terdakwa) AS$3300,02, dan akomodasi Hotel Sheraton on Park Sidney sejumlah AS$1168,32," tuturnya.

Nurul menambahkan, di persidangan, Rizal juga telah mengakui dan mengembalikan uang, serta seluruh fasilitas yang telah diterima dari PT DGI Tbk seluruhnya berjumlah Rp359,7 juta dan AS$4468,34 atau setara dengan nilai Rp400 juta. Perbuatan Rizal ini telah pula memperkaya PT DGI Tbk sebesar Rp49,010 miliar dan merugikan negara Rp54,7 miliar.

Menanggapi tuntutan tersebut, Rizal menyatakan dirinya dan tim pengacaranya masing-masing akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Pengacara Rizal, Arief Ramdhan menganggap banyak uraian tuntutan yang dibacakan penuntut umum hanya berdasarkan keterangan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Oleh karena itu, Arief meminta waktu dua minggu kepada majelis untuk menyiapkan pledoi karena arus memutar ulang rekaman sidang dan mengumpulkan foto-foto untuk dilampirkan ke dalam pledoi. Namun, ketua majelis Sutio Jumagi Akhirno hanya memberikan waktu sembilan hari kepada Rizal dan pengacaranya untuk menyiapkan pledoi.

Tags:

Berita Terkait