Korupsi Sumber Daya Alam Capai Ratusan Triliun
Berita

Korupsi Sumber Daya Alam Capai Ratusan Triliun

Kesungguhan pemerintah dan penegak hukum menangani korupsi di sektor ini dipertanyakan.

INU
Bacaan 2 Menit
Penebangan hutan. Foto : kerusakan-hutan.blogspot.com
Penebangan hutan. Foto : kerusakan-hutan.blogspot.com

Sebanyak 16 aktor terindikasi terlibat melakukan korupsi di sektor sumber daya alam. Tiga orang diantaranya adalah mantan menteri yang menjabat pada periode 2006-2008. Koalisi menyatakan segera melaporkan mereka pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Itu temuan koalisi dari hasil investigasi pada tiga provinsi periode 2012-2013. Yaitu di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan. “Perbuatan mereka diperkirakan merugikan negara hingga Rp1,927 triliun,” ungkap juru bicara koalisi, Tama S Langkun di Jakarta, Rabu (12/6).

Hasil investigasi koalisi menemukan lima dugaan tindak pidana korupsi yang terbagi atas satu dugaan suap penerbitan izin pertambangan. Kemudian, tiga dugaan korupsi di terkait perkebunan, dan satu dugaan korupsi terkait kehutanan.

Aktor lain yang diduga terlibat diantaranya lima orang kepala daerah dan mantan kepala daerah. Seorang pejabat kementerian, satu pejabat di lingkungan pemerintah daerah. Dan enam direktur perusahaan.

Tabel Dugaan Korupsi Terkait Sumber Daya Alam

No.

Deskripsi Singkat

Potensi Kerugian Negara (Rp)

Besaran Suap (Rp)

1

Dugaan korupsi di PTPN VIII (Persero) Cinta Manis di Sumatera Selatan

4.847.700.000

2

Dugaan korupsi terkait penerbitan IUPHHK-HTI di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang

1.762.453.824.120

3

Dugaan gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kota Samarinda

4.000.000.000

4

Dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu

108.922.926.600

5

Dugaan korupsi penerbitan IUPHHK-HTI PT di Kalimantan Barat

51.553.374.200

Total

1.927.777.834.920

4.000.000.000

Sumber : koalisi anti mafia hutan

Menurut Tama, mayoritas kerugian negara memang terkait kehutanan. Dihitung dari nilai tegakan pohon dikombinasikan dengan potensi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi yang menguap karena aktivitas penebangan hutan yang dilegalkan. Terkait sektor pertambangan dia akui masih sulit untuk dihitung koalisi karena belum mengetahui parameter tepat. “Baru ditemukan bukti gratifikasi terkait IUP sebesar Rp4 miliar,” paparnya.

Selain melaporkan ke KPK, koalisi akan melaporkan ke Ditjen Pajak. Karena ada dugaan temuan dugaan pengemplangan pajak yang dilakukan korporasi. Koalisi juga akan mendatangi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) agar mengevaluasi kinerja Kementerian Kehutanan.

Karena ada pembangkan instruksi Presiden terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit terutama di Kalimantan Barat pada September 2012. Pemberian izin tak mengindahkan Inpres No.10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Kemudian diperpanjang dengan Inpres No.6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Menurut Tama, seharusnya Presiden melakukan evaluasi lebih dulu akan pelaksanaan Inpres sebelumnya, kemudian menerbitkan Inpres baru.

Menurut Sarah, dari Jatam Kalimantan Timur, izin tambang di daerah itu dilakukan dengan dua cara, yaitu korupsi dan dan kekerasan. “Pemberian izin pinjam pakai lahan merebak tatkala memasuki Pilkada,” tegasnya.

Koalisi mendapatkan data dari Kementerian Kehutanan pada Agustus 2011, potensi kerugian negara akibat pelepasan izin kawasn hutan di tujuh provinsi diperkirakan Rp273 triliun. Potensi kerugian negara timbul akibat pembukaan 727 unit perkebunan dan 1.732 unit pertambangan yang dinilai bermasalah.

Temuan KPK di empat provinsi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim, kerugian negara karena tidka segera ditertibkan pertambangan tanpa izin pinjam pakai di dalam kawasan hutan sekira Rp15,9 triliun per tahun dari potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Anghka tersebut diluar kompensai lahan yang tidak diserahkan, biaya reklamasi yang tidak disetorkan dan denda kerusakan kawasan hutan konservasi sebesar Rp255 miliar.

Data terbaru hasil audit BPK, ada 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di Kalteng, Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat. Yaitu eksplorasi dan eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin. Total kerugian mencapai kisaran Rp100 miliar. Data tersebut telah diserahkan BPK ke KPK, 24 Mei 2013.

Tags:

Berita Terkait