Korban Lion Air JT 610 Jadi Rebutan Lawyer Asing
Utama

Korban Lion Air JT 610 Jadi Rebutan Lawyer Asing

Hingga kini, setidaknya sudah tiga yang masuk ke Pengadilan Cook County, Illinois, Chicago terkait gugatan keluarga korban Lion Air JT 610.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

Sumber: Gugatan nomor 2018-L-012384

 

Menjanjikan Kemenangan, Langgar Kode Etik?

Menanggapi fenomena perebutan korban itu, pengacara bidang perlindungan konsumen Indonesia, David Tobing, menyebut mengiklankan diri, menjanjikan kemenangan, menjanjikan bahwa kompensasi yang didapat akan lebih besar seharusnya masuk ke pelanggaran kode etik advokat. Seandainya pihak ahli waris korban memang ingin menggunakan jasa lawyer asing, itu adalah hak mereka dan tidak boleh dipengaruhi oleh hal apapun, termasuk tidak dipengaruhi oleh lawyer yang menawarkan diri.

 

(Baca Juga: Menelusuri Jejak Lion Air di Meja Hijau)

 

Tapi yang terjadi sekarang, lanjut David, karena maraknya penawaran dari lawyer asing, korban jadi seakan-akan diiming-imingi sesuatu yang besar. Akhirnya, bisa banyak keluarga yang dari sisi ahli waris tertutup jadi malah meminta haknya. “Inikan jadi tak baik, seharusnya di masa berduka janganlah ditambah dengan sesuatu yang mengakibatkan adanya perpecahan di tengah ahli waris. Saya sendiri melihatnya terlalu rendah profesi advokat jika harus menawarkan diri, tidak menjunjung tinggi officium nobile,” kata David kepada hukumonline, Kamis, (12/5).

 

(Baca Juga: Penegak Hukum Turut Jadi Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air)

 

Pertanyaannya, apakah kode etik advokat soal larangan mengiklankan diri dan menjanjikan kemenangan itu berlaku sebagai prinsip etik secara global? David tak menampik memang Indonesia tak bisa menindak lawyer asing dalam hal ini. Terlebih, di AS sendiri memang terkenal juga lawyer dengan julukan Ambulance Chaser (Pengejar Ambulance). Ambulance Chaser merupakan perumpamaan di mana lawyer akan mengejar pihak atau korban yang berpotensi menuntut.

 

“Dia kejar terus Ambulance sampai rumah sakit, kemudian dia tawarkan jasanya. Jadi kalau lawyer AS yang datang ke Indonesia untuk jemput ahli waris, itu bisa dikategorikan sebagai Ambulance Chaser,” terang David. Untuk itu, David mengimbau kepada para ahli waris korban yang jika ingin mengajukan gugatan jangan tergiur oleh janji-janji, melainkan harus mengikuti betul hati nurani.

 

Dasar Gugatan

Dalam salinan gugatan yang diperoleh hukumonline, tiga gugatan tersebut sama-sama menuntut ganti kerugian dari pihak Boeing berdasarkan Illinois Wrongful Death Act (IWDA), 740 ILCS 180/1, et.seq dan diajukan ke Pengadilan Cook, Illinois, domisili kantor pusat Boeing. Untuk diketahui, IWDA 740 ILCS 180/1 memberikan hak kepada keluarga korban yang terbunuh secara salah atau karena kelalaian untuk mendapatkan kompensasi finansial.

 

Dua alasan hukum yang dijadikan fokus ketiga gugatan kurang lebih sama, yakni soal kematian yang diakibatkan oleh kelalaian pabrikan pesawat Boeing serta kelalaian Boeing dalam menginformasikan serta memberikan pelatihan secara tuntas soal perubahan sistem baru pesawat yang begitu signifikan, yakni ‘auto-diving’ (menukik secara otomatis) untuk mencegah pesawat kehilangan daya angkat dengan menurunkan hidung pesawat secara otomatis melalui sistem Manuevering Characteristics Augmentation System (MCAS).

 

Dalam berkas gugatan (Helda Aprilia), disebutkan bahwa tergugat Boeing seharusnya tahu soal kelemahan sistem baru ini, namun gagal memberitahu, memperingatkan dan melindungi mereka yang bersentuhan dengan produk sistem baru itu. Senada dengan isi gugatan (H. Irianto) disebutkan bahwa ada indikasi pihak Boeing menyembunyikan informasi soal potensi bahaya dari fitur terbaru flight control ini.

Tags:

Berita Terkait