Koperasi Pengayoman Merasa Besar Sendiri
Edsus Lebaran 2013:

Koperasi Pengayoman Merasa Besar Sendiri

Sempat tersandung kasus Sisminbakum, kini KPPDK fokus penataan unit usaha.

CR15
Bacaan 2 Menit
Kantor Koperasi Pengayoman. Foto: SGP
Kantor Koperasi Pengayoman. Foto: SGP

Tahun 2010 lalu, Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK) ramai dibicarakan saat mencuat dugaan korupsi dalam pengelolaan sistem administrasi badan hukum umum (Sisminbakum). Pasalnya, Sisminbakum dilakukan oleh PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) milik Hartono Tanoessoedibjo, kakak dari pengusaha media Hary Tanoesoedibjo bekerja sama dengan KPPDK. 

Namun sejak tanggal 5 Januari 2009, Sisminbakum telah digantikan dengan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Penerapan SABH diputuskan melalui Peraturan Menkumham No. M.HH.01.AH.01.01 Tahun 2009. Dalam SABH, sepenuhnya pengelolaan layanan permohononan izin badan hukum secara online itu dilaksanakan oleh karyawan Kementerian Hukum dan HAM.

“Saya tidak tahu persis cerita Sisminbakum itu karena saya belum di koperasi ini. Tetapi, masalahnya dulu itu koperasi bergerak di deposito saja,” kata Ketua KPPDK Erwin Azis mengomentari kasus yang pernah menyentuh institusi yang kini dipimpinnya.

Menurut Erwin, saat ini KPPDK tidak melibatkan diri dalam proyek-proyek kegiatan di lingkungan Kemenkumham. Keinginan untuk dilibatkan, diakui Erwin tetap ada. Pihak Kemenkumham pun memiliki itikad untuk melibatkan koperasi dalam proyek-proyek kegiatannya. Namun, Erwin memilih untuk tidak bermain di ranah tersebut.

“Kami menyadari kemampuan di bidang itu masih belum memiliki sumber daya manusia yang memadai. Kita juga belum punya pengalaman ikut pelelangan dan lain sebagainya. Karena itu kita tidak bermain di bidang itu,” jelasnya.

Pengalaman dari mencuatnya kasus Sisminbakum dimaknai Erwin untuk fokus pada pengembangan aset. Uang yang dikumpulkan dari anggota tak hanya diendapkan dalam bentuk deposito melainkan diputar dalam beberapa unit usaha. KPPDK memiliki dua belas unit koperasi simpan pinjam di lingkungan Eselon I Kemenkumham.

KPPDK memberikan dana pinjaman kepada unit koperasi untuk disalurkan kepada anggota. Tiap unit dapat memberikan pinjaman hingga Rp20 juta kepada anggota dengan tenor lima tahun. Usaha simpan pinjam ini dilaksanakan bekerja sama dengan BNI dengan penyerapan Rp6,7 miliar sampai akhir 2012 lalu.

Lantaran kebutuhan anggota yang tinggi, KPPDK pun membuka layanan dari dana sendiri dengan plafon hingga Rp100 juta dan jangka waktunya 8 tahun. Manager KPPDK Bunyamin menjelaskan, selama September-Desember 2012 dari dana koperasi sudah mencapai Rp11 miliar yang dipinjamkan kepada 152 pegawai Kemenkumham.

Selain unit simpan pinjam, KPPDK juga memiliki SPBU di daerah Cikokol Tangerang yang omzetnya mencapai Rp6 miliar lebih per bulan. Sebetulnya, SPBU ini sudah berdiri sejak tahun 1999. Hanya saja hingga tahun 2010, BBM yang terjual tak lebih dari tiga puluh ton per bulan. Baru setelah kepengurusan, Erwin mengusung program pengembangan unit usaha. BBM yang terjual bisa menembus angka 48 ton.

“Omzetnya setahun minimal Rp64 miliar,” tutur Erwin.

Ada pula unit usaha waralaba minimarket dan restoran, serta pengembangan properti di atas tanah seluas 10.000 meter di Depok, Jawa Barat. KPPDK masih memiliki unit usaha lain berupa waralaba travel. Unit ini senantiasa disosialisasikan untuk menjadi pilihan perjalanan dinas maupun pribadi pegawai Kemenkumham.

Sosialisasi tersebut terkait dengan visi yang diusung koperasi yang berdiri pada tanggal 16 Mei 1969 dengan Akta Pendirian No. 1683.a/12-67 ini. Erwin menuturkan KPPDK ingin mencapai visi untuk mensejahterahkan anggota yang tak lain pegawai Kemenkumham.

Dengan omzet yang telah begitu besar pencapaiannya, Erwin justru mengharap sapaan dari pihak Kementerian Koperasi dan UKM (kemenkop). Menurutnya, perangkat perlindungan hukum koperasi yang ada sudah cukup. Persoalannya, KPPDK merasa besar sendiri tanpa sapaan Kemenkop.

“Kalau saya melihat seluruh perangkat soal koperasi sepertinya sangat cukup. Hanya persoalannya, memang tindakan nyata yang tidak kita rasakan. Seperti misalnya, sosialisasi langkah nyata dari kementerian koperasi seperti apa. Kita harapkan misalnya disapa. Tak perlu dikunjungi, kalau perlu ditelepon, diberikan informasi. Kita merasa, besar ya besar sendiri saja,” pungkas Erwin.

Tags: