Kopeg MA: Dari Cepek Hingga Ceban
Edsus Lebaran 2013:

Kopeg MA: Dari Cepek Hingga Ceban

Pengurus harus punya jiwa bisnis dan lincah dalam menata koperasi.

HRS
Bacaan 2 Menit
Wartel Koperasi Pegawai MA. Foto: SGP
Wartel Koperasi Pegawai MA. Foto: SGP

Siapa yang mengira bermodalkan Rp1,5 juta sebuah koperasi berhasil mengumpulkan dana miliaran rupiah. Meskipun tak disebutkan dengan pasti angkanya, Koperasi Pegawai Mahkamah Agung berhasil melakukannya dan mendulang miliaran rupiah.

“Pengurus itu harus punya jiwa bisnis dan lincah,” tutur mantan Pengurus Kopeg MA,David MT Simanjuntak,ketika ditemui hukumonline.

Sambil duduk santai di salah satu sudut ruangan MA, David pun menapak tilas kembali perjuangannya memberdayakan koperasi ini. Kisahnya dimulai sejak 1989. David menuturkan pada 1989 dirinya ditunjuk sebagai pengurus koperasi. Ia hanya diserahkan modal Rp1,5 juta dan iuran anggota yang hanya Rp100 kala itu.

Dengan modal dan iuran seadanya, David berpikir usaha apa saja yang harus dilakukan demi kesejahteraan anggotanya. Ia pun mulai melakukan pendekatan-pendekatan ke beberapa bank dan pihak ketiga.

Pendekatan yang dilakukan tak mudah. Apalagi kala itu status pegawai negeri tak digemari lembaga perbankan karena gajinya yang kecil. Hingga akhirnya, salah satu perbankan mau menjalin kerjasama dengan Kopeg MA. Bentuk kerjasama yang dilakukan dengan mengucurkan kredit ke pihak ketiga apabila anggota koperasi ingin mengambil kredit rumah dan motor.

Kini, banyak anggota koperasi yang telah memiliki rumah dan motor dengan kerjasama yang terjalin tersebut. Beberapa perumahan yang banyak dihuni anggota adalah perumahan di Depok, Telukjambe Karawang, dan DDN Cibitung.Kesuksesan ini tak lepas dari visi misi yang dijunjung kopeg MA. “Dari anggota, untuk anggota, dan oleh anggota,” tuturnya.

Ketika diminta menuturkan sejarah terbentuknya kopeg MA, David tak dapat mengingat banyak. Ia tak tahu persis kapan koperasi ini berdiri. Namun, David berhasil mengingat dua orang pendiri koperasi MA dari beberapa para pendiri, yaitu Djoko Sugiyanto dan alm. Urdal Bremi.

Alasan founding father mendirikan koperasi tak lain adalah untuk membantu pegawai Mahkamah Agung dalam memenuhi kebutuhan primernya. Terlebih lagi, gaji para pegawai negeri sipil tak besar. Karena rasa kebersamaan untuk meringankan beban para pegawai, para founding father memutuskan mendirikan koperasi simpan pinjam dan pengadaan barang/jasa.

Namun, untuk koperasi pengadaan barang/jasa pada pengurusan kali ini kurang bergerak aktif. Tak ada lagi penjualan barang-barang alat tulis atau makanan kecil. David juga tak tahu sebabnya. Bahkan, kopeg yang dahulunya berjualan di salah satu gedung dekat parkiran motor MA harus pindah ke Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur. Lagi-lagi, alasan kepindahan ini tak diketahui David.

Meskipun mengelola dana anggota, David mengatakan tidak menyewa jasa penasihat keuangan atau akuntan publik untuk memeriksa laporan pertangunggjawaban keuangan. Cukup dengan Rapat Anggota Tahunan (RAT), Kopeg MA melaporkan segala bentuk kegiatan usaha yang telah dilakukan. David menjamin tidak ada bentuk penyelewengan dana yang dilakukan para pengurus kopeg MA seperti kasus-kasus hukum yang pernah terjadi terhadap koperasi MK.

Melalui RAT pula, Kopeg MA membagi Sisa Hasil Usaha (SHU) pada akhir tahun. Khusus SHU, pria yang pernah menjabat sebagai protokoler Mahkamah Agung ini mengatakan pembagiannya memang tidak sesuai dengan UU Koperasi. UU Koperasi mengamanatkan untuk membagi SHU sesuai dengan besarnya partisipasi anggotanya, seperti besarnya jumlah simpanan.

David memilih untuk membagi SHU secara rata. Rp50 ribu per anggota pada akhir tahun. Angka ini memang terlihat kecil, tetapi dirasa cukup besar jika dibandingkan dengan iuran wajib anggota per bulannya. “Seribu per bulan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait