Kontras Desak DPR Tolak 3 Calon Hakim Ad Hoc HAM
Terbaru

Kontras Desak DPR Tolak 3 Calon Hakim Ad Hoc HAM

Karena ketiga calon hakim dinilai gagal menjelaskan sejumlah substansi penting dalam proses penuntasan pelanggaran HAM berat baik dari segi konsep, regulasi maupun praktik.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Majelis hakim dan tim jaksa penuntut umum harus lepas dari konflik kepentingan agar proses pengadilan bisa berjalan dengan optimal,” tegas Fatia.

Fatia menilai kebutuhan mengisi posisi hakim ad hoc HAM MA sangat besar untuk menangani perkara tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK). Mengingat perkara Paniai telah dilimpahkan ke MA sejak 21 Desember 2022. Kemudian mandat Pasal 33 UU 26/200 yang mengatur proses kasasi memiliki jangka waktu maksimal 90 hari untuk diputus majelis hakim.

Mengingat derajat keseriusan dari pelanggaran HAM berat sebagai musuh bersama umat manusia, Fatia berpendapat proses hukumnya harus ditangani oleh orang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas mumpuni. Poin itu harus menjadi syarat sebagai hakim ad hoc HAM. Tercatat beberapa kasus yang diadili di pengadilan HAM pada praktiknya melebihi jangka waktu sebagaimana diatur Pasal 33 UU 26/200. Misalnya pengadilan HAM ad hoc peristiwa Timor Timur di tingkat kasasi dengan terdakwa Eurico Guterres dimana memori kasasi diterima 8 Maret 2005 dan diputus 8 Maret 2006.

Begitu juga peristiwa Abepura di tingkat kasasi dengan terdakwa Johny Wainal Usman yang pengajuan kasasinya diterima 4 Oktober 2005 dan diputus 25 Januari 2007. Dengan sekelumit permasalahan tersebut dan dorongan profesionalitas yang imperatif bagi korban, Kontras mendesak agar Komisi III DPR RI untuk menolak ketiga calon hakim ad hoc HAM 2022/2023 itu,” usul Fatia.

Sebelumnya dalam proses uji kepatutan dan kelayakan itu calon hakim ad hoc MA, Harnoto menyebut pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM itu sifatnya perorangan. Menurutnya pelanggaran HAM berat berawal dari pertanggungjawaban perorangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. “Perorangan ini bisa mandiri dan kelompok,” urainya.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa menyebut tak puas dengan jawaban yang diberikan Harnoto terkait pertanyaan tanggungjawab pelanggaran HAM berat apakah sifatnya individual atau institusional. Desmon pun menggertak dengan pernyataan Harnoto tak layak lolos uji kelayakan dan kepatutan.

“Pelanggaran HAM berat (pertanggungjawabannya,-red) tidak individual. Ini tidak paham, saya tidak memilih (Harnoto sebagai hakim agung,-red),” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait