Konsumsi Per Kapita Rendah, Kenaikan Upah Minimum Berpotensi di Bawah 1 Persen
Terbaru

Konsumsi Per Kapita Rendah, Kenaikan Upah Minimum Berpotensi di Bawah 1 Persen

Seperti nilai rata-rata konsumsi per kapita di Jakarta tahun 2021 sekitar Rp2,3 juta, sehingga diprediksi kenaikan upah minimum Jakarta tahun 2022 di bawah 1 persen.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi upah. Hol
Ilustrasi upah. Hol

Besaran hasil penghitungan upah minimum tahun 2022 sangat ditunggu banyak pihak, seperti kalangan buruh dan pengusaha. Sampai saat ini pembahasan penetapan upah minimum 2022 masih dilakukan dewan pengupahan di berbagai daerah, salah satunya Provinsi DKI Jakarta.

PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengamanatkan upah minimum provinsi (UMP) ditetapkan dengan keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat 21 November tahun berjalan. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat pada tanggal 30 November tahun berjalan.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, mengatakan penetapan UMP dan UMK tahun 2022 dihitung dengan menggunakan rumus yang diatur dalam PP No.36 Tahun 2021. Ada 5 variabel yang digunakan dalam menghitung upah minimum yaitu rata-rata konsumsi per kapita; rata-rata banyaknya anggota rumah tangga; rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja; inflasi; dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan formula dan rumus penghitungan upah minimum yang diatur dalam PP No.36 Tahun 2021, Timboel yakin presentase kenaikan UMP/UMK tahun 2022 jauh lebih kecil dibandingkan formula yang digunakan sebelumnya dengan metode survei harga kebutuhan hidup layak (KHL) yang memberi gambaran kebutuhan riil hidup layak bagi buruh.

Lalu, metode survei ini mengalami perubahan setelah terbit PP No.78 Tahun 2015 menjadi penjumlahan presentase inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. PP No.78 tahun 2015 ini mengatur survei harga KHL dilakukan pada tahun keenam. Tapi sekarang metode survei KHL itu dihapus dengan terbitnya PP No.36 Tahun 2021.

Timboel yakin penetapan upah minimum menggunakan 5 variabel sebagaimana diatur dalam PP No.36 Tahun 2021 tersebut semakin mengaburkan harga komponen KHL di pasar. Seperti nilai rata-rata konsumsi per kapita di Jakarta tahun 2021 sekitar Rp2,3 juta, sehingga diprediksi kenaikan upah minimum Jakarta tahun 2022 di bawah 1 persen.

“Penggunaan variable rata-rata konsumsi per kapita hanya mengukur kemampuan daya beli buruh, bukan menggambarkan kondisi sisi suplai yaitu harga-harga yang riil ada di pasar,” kata Timboel ketika dihubungi, Rabu (10/11/2021). (Baca Juga: Pemerintah: Penetapan Upah Minimum 2021 Bakal Naik, Tapi…)

Pandemi Covid-19 berdampak pada upah buruh yang dipotong, dirumahkan tanpa upah dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Kondisi tersebut mempengaruhi nilai rata-rata konsumsi per kapita masyarakat yang nilainya cenderung turun.

Melansir data survei BPS upah buruh yang dilakukan BPS pada Agustus 2021 dibandingkan Agustus 2020 menunjukkan ada penurunan sebesar 0,72 persen atau menjadi Rp2,74 juta per bulan. Penurunan upah buruh secara nasional itu berdampak pada turunnya rata-rata konsumsi per kapita masyarakat di masing-masing provinsi.

Nilai rata-rata konsumsi per kapita yang turun cenderung menurunkan nilai batas atas upah minimum (BA) yang menjadi salah satu variabel menghitung upah minimum tahun 2022. Jika selisih BA dan upah minimum tahun berjalan selisihnya sedikit, maka kenaikan upah minimum tahun 2022 juga kecil. Bahkan bila nilai BA lebih kecil ketimbang upah minimum tahun berjalan, Timboel memprediksi upah minimum tahun depan tidak naik.

“Dengan nilai rata-rata konsumsi per kapita di DKI Jakarta tahun 2021 ini diperkirakan sebesar Rp. 2.336.429, maka kenaikan UMP DKI Jakarta di tahun 2022 di bawah 1 persen atau secara nominal kenaikannya di bawah Rp 30 ribu,” ujar Timboel.

Selain itu, besaran kenaikan upah minimum tahun 2022 diprediksi bakal lebih rendah dari nilai inflasi di Jakarta. Artinya, upah buruh di Jakarta akan tergerus inflasi dan daya belinya semakin terpuruk. “Dengan menurunnya daya beli buruh/pekerja berdampak pada rata-rata konsumsi per kapita masyarakat DKI. Ini menjadi lingkaran setan upah buruh akan terus-menerus tergerus inflasi,” paparnya.

Sebelumnya, KSPI dan anggotanya seperti federasi Aspek Indonesia mendesak pemerintah untuk menetapkan upah minimum 2022 berdasarkan survei KHL. “Hasil survei KHL yang dilakukan KSPI di 24 provinsi menghasilkan kenaikan kenaikan upah minimum tahun 2022 sebesar 7-10 persen,” kata Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Selasa (09/11).

Survei KHL itu perlu dilakukan karena UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses pengujian di MK. Oleh karena itu Mirah berpendapat UU No.11 Tahun 2020 dan semua peraturan turunannya tidak digunakan sebagai dasar penetapan upah minimum sebelum ada putusan bekekuatan hukum tetap. Acuan dalam penetapan upah minimum saat ini yaitu UU No.13 Tahun 2003 dan peraturan turunannya seperti PP No.78 Tahun 2015.

“Kenaikan upah minimum harus berdasarkan survei KHL, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi,” tegas Mirah.

Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, mengatakan pihaknya telah melakukan survei KHL mengacu 64 jenis KHL yang ada dalam Permenaker No.18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak. Tapi Permenaker KHL itu sekarang sudah tidak berlaku lagi dengan terbitnya PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Selain itu, Hariyadi menegaskan penetapan upah minimum saat ini mengacu ketentuan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No.36 Tahun 2021. Kedua regulasi itu harus dipatuhi oleh kepala daerah baik itu Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam menetapkan upah minimum. Untuk menetapkan upah minimum, kedua beleid itu tidak menggunakan KHL sebagai variabel. PP No.36 Tahun 2021 mengatur upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Data yang akan dijadikan pemerintah untuk menetapkan upah minimum berasal dari BPS. UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021 menghapus upah minimum sektoral. Formula penetapan upah minimum yang diatur kedua aturan tersebut dinilai sudah tepat karena memasukan sejumlah variabel, seperti tingkat penyerapan tenaga kerja, kondisi ekonomi. “Kami berharap kepala daerah menetapkan upah minimum sesuai UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021,” ujar Hariyadi.

Tags:

Berita Terkait