Konsumen Bisa Tuntut Ganti Rugi Akibat Internet Lelet? Ini Penjelasan Hukumnya
Berita

Konsumen Bisa Tuntut Ganti Rugi Akibat Internet Lelet? Ini Penjelasan Hukumnya

Tuntutan ganti rugi dapat dilakukan lewat pengadilan dan non pengadilan. Meski konsumen telah diberikan ganti rugi, tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak. Sejak setahun lalu hampir seluruh aktivitas dilakukan di rumah secara daring atau online, mulai dari sekolah, kerja, hingga aktivitas ekonomi seperti jual beli. Dalam situasi seperti ini, jaringan internet menjadi kebutuhan paling utama.

Namun tak jarang ditemui sejumlah kendala saat melakukan aktivitas secara daring misalnya internet yang lelet atau lemot sehingga mengganggu aktivitas. Kepala Bidang Pengaduan YLKI, Warsito Aji, mengatakan bahwa selama pandemi Covid-19 pihaknya banyak menerima aduan terkait masalah telekomunikasi.

Salah satu aduan yang paling banyak disampaikan oleh masyarakat adalah terkait masalah jaringan internet, yaitu sebanyak 32%. "(Pengaduan) permasalahan telekomunikasi ialah jaringan internet, sebesar 32%," katanya beberapa waktu lalu.

Lantas jika gangguan internet terjadi secara berulang-ulang, apa yang bisa dilakukan konsumen? Dikutip dari Klinik Hukumonline dengan judul “Cara Menuntut Ganti Rugi Jika Internet Lelet dan Tak Sesuai Iklan Promosi”, pada dasarnya ketersediaan bandwidth semakin mengecil selaras dengan perkembangan perangkat komunikasi elektronik, seperti smartphone dan gadget. Akibatnya, lalu lintas komunikasi dan internet dalam frekuensi yang ada makin penuh. Hal ini dapat menjelaskan mengapa jaringan atau akses internet dirasa lambat atau ‘lelet’. (Baca: Jangan Sembarang Todongkan Pistol, Ini Aturan Penggunaan Senjata Api di Indonesia)

Salah satu pengaturan mengenai internet dapat dijumpai pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26/Per/M.Kominfo/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet.

Berdasarkan aturan tersebut, yang dimaksud dengan penyelenggara akses internet (Internet Service Provider/ISP) adalah penyelenggara jasa multimedia yang menyelenggarakan jasa akses internet kepada masyarakat. Selain itu, penyelenggara internet juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi dengan istilah “penyelenggara jasa multimedia.” Selanjutnya, sebagai salah satu penyelenggara jasa telekomunikasi, ISP juga tunduk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Oleh karena itu, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna; peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.

Jika konsumen merasa dirugikan secara langsung akibat kesalahan dan/atau kelalaian ISP, konsumen berhak menuntut ganti rugi kepada ISP, kecuali jika pihak ISP dapat membuktikan bahwa kerugian bukan diakibatkan oleh kesalahan dan/atau kelalaiannya. Penyelesaian ganti rugi dapat dilaksanakan melalui proses pengadilan atau di luar pengadilan, seperti melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.

Di sisi lain, hubungan antara pengguna jasa dengan ISP tunduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebab, yang disebut konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam UU Perlindungan Konsumen tertuang hak-hak konsumen meliputi hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki standar mutu tertentu atau karakteristik tertentu dan menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pelaku usaha juga dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan di atas, dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp2 miliar.

Karena permasalahan antara ISP dan pengguna internet juga berada dalam lingkup hukum perlindungan konsumen, maka konsumen yang merasa dirugikan juga dapat menuntut ganti kerugian melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

Maka selaku konsumen yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada ISP melalui du acara yakni proses pengadilan dan proses di luar pengadilan dengan menggunakan lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, yang dikenal dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Patut diperhatikan, meskipun konsumen telah diberikan ganti rugi, tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Tags:

Berita Terkait