Konsultan Hukum Pasar Modal Perlu Atur Soal Konflik Kepentingan
Berita

Konsultan Hukum Pasar Modal Perlu Atur Soal Konflik Kepentingan

Ketika merumuskan batasan tafsir konflik kepentingan harus dipertimbangkan secara matang agar realistis untuk ditaati.

KAR
Bacaan 2 Menit
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP

Praktisi hukum sering kali mendapat stigma sebagai pembela pihak yang membayar. Padahal, sebagai sebuah profesi mulia, dalam diri seorang professional hukum juga melekat kepentingan publik. Dalam situasi ideal, kepentingan klien yang dibela seharusnya beriringan dengan kepentingan publik.

“Namun jika ada kepentingan klien yang berbeda dengan kepentingan publik, di stulah peran lawyer sebagai penjaga aturan. Lawyer seharusnya bukan sekadar menjadi tukang yang mengerjakan sesuatu sesuai perintah klien,” ujar Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Indra Safitri,dalamTea Talk With Lawyer, Jumat (16/10).

Menurut Indra,agar tidak hanya menjadi tukang, seorang lawyer harus mematuhi kode etik. Sebagai aturan yang dirumuskan secara internal bagi kalangan profesi tertentu, ia menyebut bahwa tidak ada alasan untuk tidak mematuhi kode etik. Sebab, kode etik menjaga profesionalitas dan menjadi cerminan komitmen praktisi.

Lebih lanjut Indra mengatakan, kode etik bagi kalangan konsultan hukum pasar modal masih perlu mengatur masalah konflik kepentingan secara lebih mendetail. Menurutnya, hal yang perlu diatur secara ketat, terutama mengenai batasan interpretasi dari sebuah konflik kepentingan. Pasalnya, konflik kepentingan bisa ditafsirkan secara sangat luas dan ia khawatir penafsiran itu bergantung pada kepentinganlawyer yang bersangkutan.

Selama ini, menurutnya pengaturan mengenai konflik kepentingan belum diatur secara ketat di dalam kode etik. Padahal, ia yakin pengaturan itu penting untuk mendorong independensi seorang praktisi. Di sisi lain, ketentuan kode etik juga bisa menjadi landasan untuk melindungi klien.

“Kalau tidak ada sistem mengenai konflik kepentingan ini, bisa menjadi buas kita. Nanti bisa-bisa kita bela siapa saja yang mau bayar. Padahal kan, tidak begitu,” tandasnya.

Selain itu, hal yang juga menurut Indra harus diatur dalam kode etik adalah jangka waktu terkait konflik kepentingan. Ia mempertanyakan, apakah batasan yang bisa digunakan sebagai daluwarsa konflik kepentingan berdasarkan kontrak atau kerahasiaan. Indra merujuk pada Pasal 80 UU PasarModal yang menyebut bahwa batas kontrak adalah enam bulan.

Arie Armand, dari Law Firm DNC mengakui, secara teoritis penafsiran mengenai konflik kepentingan memang bisa dilakukan secara meluas maupun menyempit. Ia pun setuju bahwa pembatasan mengenai tafsir konflik kepentingan itu perlu diatur dalam kode etik. Hanya saja, Arie pun mengkritisi agar batasan konflik kepentingan yang diatur nantinya cukup rasional.

Menurut Arie, pembatasan mengenai tafsir konflik kepentingan itu bisa mempengaruhi jumlah klien yang ditangani oleh seorang praktisi. Sebab, semakin luas batasan konflik kepentingan yang diadopsi ke dalam kode etik, akan mempersempit ruang gerak seorang konsultan hukum dalam mendapatkan klien. Artinya, tafsir konflik kepentingan yang luas justru akan membuat semakin sedikit klien yang bisa ditangani.

“Oleh karena itu, ketika merumuskan batasan tafsir konflik kepentingan harus dipertimbangkan secara matang agar realistis untuk ditaati,” kata Arie.

Fahri Asaari, konsultan hukum dari kantor Waren and Partners menambahkan, konflik kepentingan bisa bersifat merusak. Apalagi, jika ditinjau dari segi moralitas. Hanya saja, menurutnya, ketentuan mengenai konflik kepentingan memang perlu diatur secara jelas.

Menurut Fahri, selama ini sudah ada pengaturan mengenai konflik kepentingan yang menyangkut konsultan hukum pasar modal. Akan tetapi, menurut pengamatannya, pengaturan itu baru sebatas pada aspek ekonomi. Ia mengatakan, pengaturan mengenai konflik kepentingan seharusnya diatur secara lebih luas lagi.

“Memang, konflik kepentingan itu tidak seperti matematika yang bisa dijabarkan secara gambling. Konflik kepentingan ini ada unsur yang tidak bisa dijabarkan. Tetapi, memang harus diatur. Dan, law firm bisa membangun sistem ini mulai dari internalnya sendiri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait