Konstitusi Tak Perlu Diperdebatkan Lagi
Berita

Konstitusi Tak Perlu Diperdebatkan Lagi

MK luncurkan edisi revisi buku Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945.

ASh
Bacaan 2 Menit
MK luncurkan edisis revisi buku Naskah Komprehensif perubahan<br> UUD 1945. Foto: Sgp
MK luncurkan edisis revisi buku Naskah Komprehensif perubahan<br> UUD 1945. Foto: Sgp

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD meminta semua pihak agar tidak lagi memperdebatkan keabsahan UUD 1945. “Saat ini, tidak perlu lagi berbicara apakah UUD 1945 atau konstitusi kita ini sah/benar atau tidak,” kata Mahfud saat acara peluncuran buku berjudul Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 RI Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002, di Gedung MK Jakarta, Kamis (11/11).   

 

Acara peluncuran dihadiri pula sejumlah petinggi lembaga negara di antaranya Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua BPK Hadi Purnomo, Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas. Buku itu merupakan edisi revisi yang sebelumnya pernah diluncurkan dengan judul yang sama pada tahun 2008. Substansinya tentang dinamika perumusan perubahan UUD 1945 yang bersumber dari dokumen atau risalah rapat di MPR dan buku-buku terkait yang disusun secara sistematis/tematis yang terbagi dalam 12 judul buku.        

         

“Buku ini diterbitkan oleh MK sebagai pengawal konstitusi bekerja sama dengan MPR yang membuat konstitusi,” kata Mahfud.

 

Menurut Mahfud, konstitusi yang saat ini berlaku merupakan pilihan politik Indonesia. Sebenarnya, bukan isi konstitusinya yang salah, tetapi seringkali materi muatan dan implementasi undang-undangnya yang salah. “Jadi bukan soal benar atau salah, tetapi konstitusi yang dibuat lembaga yang berwenang ini sudah secara resmi berlaku dan harus diikuti. Makanya, sampai saat ini kami sudah membatalkan 61 kali undang-undang karena bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.     

 

Mahfud menjelaskan bahwa proses amandemen UUD 1945 disusun dalam kurun waktu 2 tahun 10 bulan yang telah mengakomodir berbagai kepentingan. Seperti mengundang pakar dalam berbagai bidang, diskusi di kampus-kampus, dan mendatangi tokoh masyarakat adat hingga studi banding ke luar negeri. “Proses amandemen UUD 1945 memakan waktu cukup lama jika dibanding penyusunan UUD 1945 pertama (sebelum amandemen, red) yang hanya 81 hari,” jelasnya.                  

 

Mahfud menilai bahwa ada semangat yang sama dari pembentuk UUD 1945 hasil amandemen untuk mempertahankan staat fundamental norm atau grund norm (norma/nilai dasar bernegara). “Sepertinya dasar negara Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, ini tidak bisa diubah.”

 

Meski demikian, hakim-hakim MK secara pribadi terkadang memiliki pandangan yang berbeda soal isi UUD 1945. “Saat rapat RPH, ada hakim MK mengomentari sistem presidensial dalam UUD 1945, itu pendapat pribadi. Namun, MK dan hakim MK tidak boleh sedikit pun mempersoalkan UUD 1945 karena MK mengawal penegakannya.”

 

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum Konstitusi Harun Kamil mengatakan bahwa Forum yang beranggotakan 36 orang saat menyusun amandemen UUD 1945 tak melibatkan kelompok tertentu, tetapi mengakomodir aspirasi semua kepentingan secara nasional. “Seperti akademisi bidang tertentu, masukan ormas/tokoh masyarakat di daerah termasuk studi ke luar negeri,” kata Harun.

Tags: