LSM Minta DPR Bentuk UU Khusus Reformasi Agraria
Berita

LSM Minta DPR Bentuk UU Khusus Reformasi Agraria

KPA menolak rencana revisi UU No 5 Tahun 1960 karena dinilai substansinya masih layak dipertahankan.

Fat
Bacaan 2 Menit
Konsorsium Pembaruan Agraria saat rapat dengar pendapat <br> dengan Tim Kerja Pertanahan. Foto: Sgp
Konsorsium Pembaruan Agraria saat rapat dengar pendapat <br> dengan Tim Kerja Pertanahan. Foto: Sgp

 

Meskipun sudah berusia hampir setengah abad, UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU PA) masih layak dipertahankan. Demikian disampaikan sejumlah LSM yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam rapat dengar pendapat umum dengan Tim Kerja Pertanahan bentukan Komisi II DPR, Senin (9/11).

 

Ketua KPA Usep Setiawan berpendapat UU PA dari segi substansi masih bagus. Ia menilai UU PA sejalan dengan Ketetapan MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Makanya, secara tegas, Usep menolak segala rencana revisi terhadap undang-undang tersebut. “Untuk itu, rencana revisi UU PA segera dihentikan,” tukasnya.

 

Selain itu, Usep mengatakan KPA juga berharap DPR segera membentuk sebuah undang-undang khusus yang mengatur tentang implementasi Ketetapan MPR No IX Tahun 2001 sebagai pijakan reformasi agraria. Dalam undang-undang dimaksud, paparnya, akan diatur tentang bagaimana menjalankan pemanfaatan tanah, mengatasi konflik tanah, dan membuka akses publik terkait hak-hak pertanahan.

 

Dewan Pakar KPA Sediono MP Tjondronegoro mengatakan undang-undang khusus diusulkan karena lembaga yang menangani sengketa tanah kerap bentrok.  Sediono mencontohkan konflik antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Departemen Kehutanan, atau lembaga negara dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)

 

Di luar itu, KPA meminta kepada pemerintah agar Kementerian agraria diaktifkan kembali. Usulan ini, jelas Sediono, dilatarbelakangi ketimpangan posisi yang terjadi jika BPN bersengketa dengan departemen atau kementerian. “Hal tersebut juga diatur dalam undang-undang khusus yang kami usulkan, supaya tingkatan level penyelesaian menjadi sama,” tambahnya.

 

Pimpinan Tim Kerja Pertanahan Teguh Juwarno sepakat dengan sikap KPA terkait revisi UU PA. Menurutnya, UU PA memang belum mendesak untuk direvisi. Mantan penyiar televisi ini berpendapat seharusnya implementasi Ketetapan MPR No IX Tahun 2001 yang dioptimalkan.

 

“Kalau kita tangkap esensi dari UU PA itu kan menjamin bagaimana tanah, dan seluruh kekayaan yang termasuk di dalamnya termasuk dengan sumber daya alam yang disebut dengan ekologi, itu digunakan untuk kepentingan rakyat. Artinya, esensi tujuan undang-undang itu sendiri sangat baik sekali,” tuturnya.

 

Sementara, terkait usulan pembentukan undang-undang khusus, Teguh mengatakan Komisi II akan mempertimbangkannya. Terlepas dari itu, ia mengakui BPN memang memiliki posisi dan kewenangan yang terbatas ketika terjadi sengketa pertanahan. Ketika eksekusi, misalnya, BPN masih bergantung pada institusi lain seperti Departemen Kehutan dan Kementerian Negara BUMN.

 

“Kita masih akan pelajari apakah bentuknya badan atau apa.  Karena di Indonesia sudah banyak sekali badan, atau hanya cukup melaksanakan pranata undang-undang yang ada,” tukasnya.

 

Tags: