Konsep Manajemen Hakim dalam RUU Jabatan Hakim Lewat Sebuah Buku
Berita

Konsep Manajemen Hakim dalam RUU Jabatan Hakim Lewat Sebuah Buku

Peluncuran buku ini juga untuk mendorong agar RUU Jabatan Hakim menjadi perhatian pembentuk UU untuk segera disahkan menjadi UU.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Acara bedah buku berjudul berjudul 'Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman' di Aula Rektorat Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (26/10). Foto: Humas KY
Acara bedah buku berjudul berjudul 'Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman' di Aula Rektorat Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (26/10). Foto: Humas KY

Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi fokus Komisi Yudisial (KY) dalam membenahi sistem peradilan, khususnya manajemen/pengelolaan hakim. Manajemen hakim dalam RUU Jabatan Hakim fokus pada aspek rekrutmen calon hakim, penilaian profesionalisme, rotasi-mutasi, pengawasan hakim, hingga pensiun.  

 

Untuk mendorong gagasan tersebut, KY menuangkan dalam bentuk buku berjudul Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman. Kemudian buku ini resmi diluncurkan sekaligus dibedah oleh sejumlah narasumber di Aula Rektorat Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (26/10/2018). Hadir sebagai narasumber Anggota DPR Arsul Sani, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Palembang Prof Marshal NG, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas Feri Amsari.

 

Mengutip keterangan resmi Humas KY, Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan buku bunga rampai KY ini merupakan salah satu publikasi terbaik. Buku ini memuat berbagai pemikiran para pakar hukum sebagai referensi kajian terkait manajemen hakim sebagai pejabat negara yang transparan dan akuntanbel dengan melibatkan berbagai unsur elemen masyarakat guna mewujudkan akuntabilitas peradilan.

 

“Dengan membaca buku ini akan diperoleh gambaran bagaimana mengelola kekuasaan kehakiman secara ideal. Sebab, gagasan yang tertuang dalam buku ini sebagai bentuk sarana transformasi kepada masyarakat dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan agung,” kata Farid dalam keterangannya, Jumat (26/10/2018).

 

Dalam Bagian Pendahuluan buku ini, kata Farid, terdapat gagasan yang menempatkan hakim sebagai pejabat negara melalui RUU Jabatan Hakim yang menjadi inisiatif DPR. “Menempatkan hakim sebagai pejabat negara sebagai upaya meninggikan kehormatan dan keluhuran martabat profesi hakim dengan segala konsekuensi positif (hak-hak) yang menyertainya,” ujar Farid.

 

Bab Pertama buku ini, membahas kekuasaan kehakiman dan akuntanbilitas peradilan. Di dalamnya memuat pembahasan tentang paradigma kekuasaan kehakiman saat sebelum dan sesudah reformasi, politik hukum kekuasaan kehakiman, dan keterkaitan antara independensi dan akutanbilitas peradilan.

 

Dalam Bab Kedua, kata Farid, mencoba mengurai problematika status hakim dalam lingkup kekuasaan kehakiman. Di Bab Ketiga lebih banyak menyoroti manajemen hakim dalam berbagai perspektif pemangku kepentingan, seperti DPR, KY, pemerintah, dan mantan hakim. Sementara, Bab Keempat menyajikan perbandingan manajemen hakim di negara Turki dan Jepang.

 

Farid menambahkan peluncuran buku ini juga untuk mendorong agar RUU Jabatan Hakim menjadi perhatian pembentuk UU untuk segera disahkan menjadi UU. “Ini tentu membutuhkan sinergi antara KY dengan stakeholders, seperti aparat penegak hukum, masyarakat sipil (NGO), pers, akademisi, dan organisasi masyarakat.”

Tags:

Berita Terkait