Konsep Strict Liability Dapat Diterapkan dalam Perkara Lapindo
Berita

Konsep Strict Liability Dapat Diterapkan dalam Perkara Lapindo

Pertanyaan tergugat: apakah gugatan dari LSM bisa dilakukan dengan konsep PMH. Lantas, apa beda PMH dengan strict liability.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Persoalan akan muncul ketika terjadi perbedaan penafsiran atas frase dampak besar dan penting bagi lingkungan. Namun begitu, Ota menjelaskan bahwa kesimpangsiuran interpretasi dapat diminimalisasi jika mengacu pada ketentuan hukum yang lebih teknis. Di dalam penjelasan Pasal 35 memang tidak diuraikan lebih rinci mengenai apa itu dampak besar dan penting. Namun sebenarnya dapat dapat dilihat kriterianya di dalam Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, red) dan keputusan menteri lainnya, tutur Ota.

 

Penjelasan Pasal 15 UU Lingkungan Hidup 1997 sebenarnya sudah menguraikan parameter yang dipakai.

 

Penjelasan Pasal 15 UU LH

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:

a.             besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;

b.             luas wilayah penyebaran dampak;

c.             intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d.             banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;

e.             sifat kumulatif dampak;

f.              berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

 

Merasa tersentil atas uraian Ota, pengacara pihak tergugat lantas mengajukan beberapa pertanyaan yang antara lain mempertanyakan mengenai perbedaan antara gugatan yang dilayangkan atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) dengan strict liability.

 

Dengan lugas Ota menjawab, jika dalam gugatan PMH, semua unsur seperti kesalahan, kerugian dan kausalitas alias hubungan sebab akibat, harus dibuktikan oleh penggugat. Maka dalam strict liability, penggugat tidak perlu membuktikan unsur kesalahan si tergugat. Namun bukan berarti penggugat tidak memiliki beban pembuktian. Penggugat tetap harus membuktikan unsur kerugian dan kausalitas itu, jelasnya.

 

Ketika dicecar lagi mengenai apakah gugatan LSM yang mewakili kepentingan lingkungan dapat digunakan dengan konsep PMH. Ota dengan enteng menjawab, Lihat juga pasal 34 UU Lingkungan Hidup yang disitu mengatur konsep pertanggungjawaban atas dasar liability based on fault. Artinya hampir mirip dengan rumusan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum yang juga mensyaratkan agar unsur kesalahan harus tetap dibuktikan oleh penggugat, Ota menambahkan.

 

Lebih jauh Ota mengatakan, sangat dimungkinkan bagi LSM untuk mengajukan gugatan dengan dasar PMH meskipun di saat persidangan, untuk masalah pembuktian dilangsungkan dengan mekanisme strict liability. Tapi saya tekankan sekali lagi, strict liability tidak identik dengan pembuktian terbalik. Penggugat tetap harus membuktikan adanya kerugian dan kausalitas, Ota mengingatkan.

 

Sementara bagi pihak tergugat, masih menurut Ota, cukup membuktikan di dalam persidangan bahwa tidak ada kesalahan yang dilakukannya. Tergugat harus membuktikan, kalau kesalahan itu dilakukan oleh pihak lain atau bahkan oleh penggugat sendiri. Selain itu, tergugat juga harus membuktikan jika kemungkinan adanya bencana alam yang mengakibatkan pencemaran lingkungan itu, pungkasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: