Konsekuensi Hukum Penundaan Pemilu 2024
Terbaru

Konsekuensi Hukum Penundaan Pemilu 2024

Sejumlah risiko yang akan terjadi jika penundaan pemilu dilangsungkan adalah terdapat permasalahan di kelembagaan negara.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu dinilai tidak sesuai dengan tertib politik karena melewati batas lima tahun. Penundaan pemilu dinilai dapat merusak tata kehidupan demokrasi dan iklim negara hukum di Indonesia.

Penundaan pemilu tersebut, berangkat dari usulan sekelompok elit partai yang mengusulkan penundaan pelaksanaan pemilihan umum pada Februari 2024 mendatang. Usulan tersebut mendapat tentangan dari berbagai kalangan parlemen dan sejumlah masyarakat penggiat parlemen.

Penundaan pemilu dipastikan akan mengganggu iklim demokrasi hingga merusak konstitusi yang sudah mengatur aturan yang menjadi dasar dalam kehidupan negara demokrasi.

Penundaan pemilu 2024 ditunda ke tahun 2027 karena mempertimbangkan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini. Masalah penundaan pemilu menandakan adanya inkonsistensi pemerintah terkait Covid-19.

Hal tersebut lantaran pada saat pemilihan kepala daerah yang berlangsung pada tahun 2020 tetap dilaksanakan ditengah pandemi, untuk itu tidak ada perbedaan di dalam pelaksanaan pemilu presiden 2024 mendatang.

Baca Juga:

Sejumlah risiko yang akan terjadi jika penundaan pemilu dilangsungkan adalah terdapat permasalahan di kelembagaan negara. Akan adanya kekosongan posisi dalam anggota DPR, DPD, DPRD provinsi kabupaten/kota dan anggota kabinet menteri sehingga fungsi politik selama tiga tahun tidak berjalan.

Ketidakpastian hukum soal berakhirnya masa jabatan presiden juga menjadi masalah ketatanegaraan. Saat penundaan pemilu terjadi apakah perlu mengangkat pejabat presiden untuk menjalankan tugas negara atau tidak.

Pasal 7 UUD 1945 menyatakan dengan jelas bahwa masa jabatan presiden adalah selama lima tahun dan bisa dipilih kembali dalam satu periode berikutnya sehingga wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden menabrak UUD 1945.

Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra memberikan pendapat bahwa penundaan pemilu 2024 dapat terlaksana apabila mendapat keabsahan dan legitimasi dengan tiga cara.

Pertama, amandemen UUD 1945. Kedua, presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

Cara-cara ini berkaitan dengan perubahan konstitusi yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum. Perubahan diam-diam terhadap konstitusi ini melalui praktik yang tanpa mengubah teks konstitusi yang berlaku.

Tags:

Berita Terkait