Konsekuensi Hukum Bila PK Ahok Dikabulkan
Berita

Konsekuensi Hukum Bila PK Ahok Dikabulkan

Perkara ini menjadi ujian kredibilitas majelis hakim agung.

Aji Prasetyo/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Alasan kedua pun sama, kasus Buni Yani sendiri belum inkracht, sehingga menurutnya tidak bisa menjadi dasar hukum pengajuan PK. Namun bisa saja ada potensi dalam proses PK, majelis hakim tidak sependapat dengan putusan majelis hakim sebelumnya. "Tapi enggak tahu hakim punya pandangan berbeda, menurut saya kasus yang belum inkracht tidak bisa dijadikan alasan PK itu," lanjutnya.

 

Lalu, bagaimana jika majelis hakim PK mengabulkan Ahok, sementara Ahok sudah menjalani hukuman lebih dari 10 bulan, apakah Ahok bisa menuntut ganti rugi? "Paling nanti diajukan terpisah kalau sekiranya dinyatakan tidak bersalah. Kalau diterima itu bisa dinyatakan membebaskan dia, dinyatakan membebaskan dari hukuman, kalau terbukti tidak bersalah kan bisa punya hak rehabilitasi dan ganti rugi," kata Akhiar.

 

Hak rehabilitasi dan ganti rugi bagi seseorang yang tidak terbukti melakukan tindak pidana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Seperti Pasal 1 angka 22 KUHAP, Pasal 1 angka 10 KUHAP mengenai praperadilan, Pasal 95 dan 96 KUHAP serta Pasal 97 KUHAP khusus soal rehabilitasi.

 

Hak Ganti Rugi

Hak Rehabilitasi

Pasal 1 angka 22 KUHAP

Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Pasal 1 angka 10 KUHAP huruf c :

Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Pasal 95 KUHAP

(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77;

(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan;

(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan;

(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

Pasal 96 KUHAP

(1) Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan;

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Pasal 97 KUHAP

(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap

(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

 

Akhiar Salmi menceritakan awal mula ganti rugi ini populer sejak munculnya kasus Sengkon dan Karta di Bekasi pada sekitar tahun 1974. Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing selama 7 dan 12 tahun karena membunuh. Dan selama mereka dipenjara ada seseorang bernama Gunel yang mengaku melakukan pembunuhan itu.

 

Albert Hasibuan seorang advokat merasa iba dengan nasib keduanya dan berbekal pengakuan Gunel memohon kepada MA untuk membuka kembali kasus tersebut. Omar Seno Adji, Ketua MA kala itu mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1980 mengenai upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).

 

"Nah ada ganti rugi disitu," ujar Akhiar. Namun permohonan ganti rugi sebesar Rp100 juta yang diajukan ditolak Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait