Kongres Internasional Notaris ke-29: Mengupas Keberadaan Jabatan Notaris
Kolom

Kongres Internasional Notaris ke-29: Mengupas Keberadaan Jabatan Notaris

​​​​​​​Baik dari segi civil law, digitalisasi dan revolusi industri 4.0.

Bacaan 2 Menit
Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa
Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa

Sistem hukum di dunia, terbagi ke dalam dua sistem utama: common-law dan civil-law, dan sebagian kecil lainnya ke dalam sistem hukum agama dan campuran. Sebagaimana dapat dilihat dari peta sistem hukum dunia di bawah ini, jika dilihat dari jumlah negara, sistem civil-law adalah sistem yang paling banyak dianut.

 

Hukumonline.com

Sumber: http://i.imgur.com/zz7sVXf.png

 

Pada kedua sistem hukum tersebut, jabatan dan kewenangan notaris berbeda. Notaris civil-law atau notaris latin adalah pejabat di bidang hukum perdata yang diberikan kewenangan oleh negara untuk membuat dan mengeluarkan akta  autentik termasuk memberikan penjelasan hukum kepada para pihak yang berkepentingan; suatu kewenangan yang tidak dimiliki oleh notaris di negara common-law.

 

Notaris civil-law bergelar sarjana hukum dan harus melalui serangkaian pendidikan dan ujian tambahan untuk dapat menjalankan jabatannya. Kualifikasi pendidikan notaris civil-law serupa dengan advokat, kecuali di bidang litigasi, beracara dan hukum pembuktian.

 

Sedangkan, kewenangan notaris common-law adalah menerima dan mencatat pernyataan, mengetahui tandatangan, menyertifikasi salinan, yang semuanya digunakan untuk mendukung administratif proses hukum lainnya, dan bukan akta autentik dengan sendirinya.

 

Meski berbeda, kedua sistem kenotariatan ini seringkali diperbandingkan. Lalu jika memang berbeda, apa yang menyebabkan adanya pembandingan antara kedua sistem kenotariatan tersebut?

 

Di negara civil-law, jabatan notaris dan akta autentik notaris diatur secara ketat di dalam undang-undang. Oleh sebab itu, notaris civil-law adalah pejabat publik yang pengangkatan, pelaksanaan jabatan, kewenangan dan bentuk akta autentiknya harus mengikuti persyaratan dan ketentuan tertentu dalam rangka menjaga autentisitas akta notaris sebagai sebuah instrumen hukum.

 

Karenanya, perubahan dan adaptasi teknologi di bidang kenotariatan civil-law tidak secepat yang dinginkan dan dibutuhkan oleh perkembangan zaman. Perubahan pada pelaksanaan wewenang dan bentuk akta notaris, berarti perubahan pada undang-undang. Kemampuan dan kecepatan beradaptasi inilah yang selama ini dijadikan pembanding utama antara kenotariatan civil-law dan common-law.

 

Ada pandangan bahwa di negara common-law, ada prosedur yang lebih sederhana dan penggunaan teknologi yang lebih leluasa, yang berujung pada terciptanya kemudahan berusaha. Dalam aspek ini, pendapatan domestik bruto di beberapa negara common-law dilihat lebih tinggi dibandingkan dengan negara civil-law. Karena itu, ada beberapa hasil studi yang berpendapat sistem hukum common-law lebih baik ketimbang civil-law. Tapi benarkah demikian?  

 

Sebaliknya, tidak sedikit pula hasil studi yang menunjukkan bahwa akta autentik notaris memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi bagi masyarakat dan oleh karenanya memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi jika dilihat dari kerangka jangka waktu yang lebih panjang.

 

Misalnya, meskipun pendirian badan hukum dapat dilakukan secara lebih cepat dan sederhana di negara common-law, namun setelah usaha tersebut berjalan, jumlah sengketa korporasi di negara-negara civil-law tampaklebih sedikit dibandingkan dengan di negara common-law. Setidaknya demikian menurut studi yang dilakukan oleh Dr., Dres. h.c. Rolf Knieper, dari Universitas Bremen, Jerman yang berjudul The Economic Relevanceof Notarial Authentic Instruments.

 

Notaris civil-law juga memiliki peran sosial yang mungkin tidak dimiliki oleh notaris common-law. Beberapa contoh misalnya, kewenangan yang diberikan oleh negara kepada notaris di Pantai Gading untuk membantu Pemerintah dalam hal pendaftaran dan pemberian identitas legal kepada anak-anak yang hak-haknya tidak dapat terpenuhi karena ketiadaan akta kelahiran. Contoh lain adalah peran notaris dalam memastikan akses hukum yang setara bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan pendaftaran tanah di beberapa negara anggota UINL, di mana kepemilikan tanah masih bermasalah.

 

Jika demikian, barangkali bukan prinsip kenotariatan civil-law yang harus diubah, melainkan pengubahan atau inovasi atas cara-cara kerja notaris. Inilah topik yang menjadi bahasan pada berbagai pertemuan organisasi notaris internasional International Union of Notaries selama dekade terakhir, yaitu relevansi prinsip kenotariatan civil-law  di abad ke-21. Seperti halnya Kongres Notaris Internasional ke-29 yang akan diselenggarakan pada akhir bulan November di Jakarta, oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan International Union of Notaries (UINL).

 

INI adalah satu-satunya wadah profesi Notaris yang dibentuk pada tanggal 1 Juli 1908. Saat ini berdasarkan data di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jumlah notaris di Indonesia mencapai 17.000. INI resmi tergabung menjadi anggota UINL ke-66 pada tanggal 30 Mei 1997 di Santo Domingo, Dominica. Pada tahun 2004, INI menjadi tuan rumah bagi pembentukan Komisi Asia UINL dan pada periode tahun 2016-2017, INI memimpin komisi tersebut sebagai Presiden Komisi Asia UINL.

 

UINLadalah organisasi non-pemerintah yang didirikan oleh 19 negara di tahun 1948 dan saat ini terdiri dari 88 negara anggota. Organisasi ini bertujuan untuk mengedepankan, mengkoordinasikan dan mengembangkan fungsi dan kegiatan Notaris di seluruh dunia, dengan menjunjung tinggi kehormatan dan independensi dari notaris dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat umum.

 

UINL memiliki sebuah Dewan Umum dan kelompok kerja serta komisi-komisi Kontinental dan Inter-kontinental yang mencakup bidang ilmiah (penelitian dan pelatihan), strategis (pengembangan organisasi), ekonomi (kerjasama dan kegiatan), dan sosial (hak asasi manusia dan perlindungan sosial). Selain dari komisi-komisi tetap tersebut, terdapat pula komisi ad-hoc yang membahas isu-isu internasional seperti hak-hak penyandang disabilitas, dan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.

 

Hukumonline.com

Desain grafis: [email protected]

 

Pada tanggal 27-30 November 2019 mendatang, INI mendapatkan suatu kehormatan dan penghargaan untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres Internasional ke-29 di Jakarta, Indonesia. Kongres yang dilangsungkan setiap tiga tahun sekali ini adalah kegiatan terpenting dalam siklus kegiatan UINL, di mana akan disampaikan pertanggungjawaban presiden menjabat, pemilihan presiden baru, dan pembahasan isu-isu penting seputar kenotariatan di tingkat global.

 

Kongres kali ini adalah kongres yang istimewa, karena untuk pertama kalinya sejak UINL dibentuk, kongres dunia akan diadakan di kawasan Asia setelah sebelumnya selalu diselenggarakan di Eropa dan Amerika, dan terakhir kali diadakan di Paris. Kongres akan didahului dengan rapat komisi-komisi UINL, Komite Pengarah dan Dewan Umum untuk memilih Presiden UINL baru periode 2019-2022.

 

Narasumber kongres akan terdiri dari pakar-pakar internasional dari berbagai negara. Kongres yang akan dibukan oleh Presiden Joko Widodo ini akan dihadiri oleh setidaknya 400 notaris asing dan 600 notaris Indonesia dari 88 negara, dan melibatkan setidaknya tujuh bahasa yang akan diterjemahkan secara simultan oleh para juru bahasa.

 

Tidak hanya bagi UINL dan INI, kongres ini juga penting bagi Pemerintah tuan rumah karena kongres akan melangsungkan kajian dan diskusi tingkat internasional yang mengusung isu-isu penting seputar peran penting notaris dalam mendukung kebijakan dan arah pembangunan Pemerintah dan berupaya menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi baik oleh Notaris maupun Pemerintah di tengah berbagai tuntutan dan perkembangan era.

 

Kongres Internasional ke-29 mendatang akan mengusung tiga topik diskusi sebagai berikut:

  1. Validitas Prinsip-prinsip Notarial di Abad ke-21

Perubahan di abad ke-21 meliputi globalisasi, digitalisasi, dan perlindungan data. Ketika sistem hukum dihadapkan pada perubahan ini, penting untuk melihat kembali prinsip dasar sistem hukum yang bersangkutan dan melihat apakah perubahan baru tersebut sesuai dengan prinsip yang ada. Saat ini, inovasi teknologi informasi merupakan kunci di segala lini dan menjadi alat kerja penting bagi para notaris. Pertanyaannya adalah apakah prinsip Notariat Latin bisa dijaga sebagaimana adanya ketika dihadapkan dengan perkembangan jaman, atau harus diadaptasi, dan jika iya, dengan cara apa?

 

  1. Hubungan dan Peran Notaris dengan Subjek Hukum Perorangan

Apapun dan bagaimanapun luasnya transformasi sosial, manusia tetap menjadi jantung dari semua persoalan. Robot dan Blockchain, tidak bisa mengesampingkan manusia sebagai aktor utama dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Topik ini akan membahas pentingnya intervensi Notaris sebagai penjamin kepastian hukum di semua tahap kehidupan manusia. Praktik hukum yang damai, aksesibilitas, kestabilan dan predikbilitas adalah kebutuhan sesungguhnya dari masyarakat.

 

  1. Aspek Kepastian Hukum dalam Berusaha di Era Revolusi Industri 4.0

Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mengubah dunia menjadi praktik yang penuh otomatisasi dan digitalisasi pada taraf yang tidak pernah kita alami sebelumnya. Dunia kini banyak membicarakan tentang dimulainya Revolusi Industri 4.0. Semua perubahan, pasti membawa dua hal: tantangan dan peluang. Sangat bijak apabila kita dapat memahami apa sebenarnya perubahan yang dibawa oleh Revolusi Industri 4.0 dan apa dampaknya bagi profesi, praktisi dan pejabat di bidang hukum.

 

Sukses dari Kongres Internasional ke-29 tidak hanya menjadi capaian bagi INI saja. Kita harus memahami bahwa kongres ini adalah kongres milik kita semua, notaris-notaris civil-law. Hal terpenting dari penyelenggaraan kongres ini adalah terbangunnya komunikasi dan kerjasama di antara negara anggota UINL. Kerjasama internasional adalah sebuah keniscayaan, karena tidak ada permasalahan yang dapat diselesaikan sendiri oleh sebuah notariat.

 

Hukumonline.com

Desain grafis: [email protected]

 

Pentingnya kerjasama antar negara selalu disampaikan dalam berbagai kesempatan pada pertemuan UINL, sebagaimana terakhir disampaikan dalam pidato Presiden Meksiko, Andrés Manuel López Obrador yang dibacakan pada rapat UINL di Veracruz, Meksiko pada bulan Mei 2019: “Notaris Latin berbeda dengan Notaris Anglo-Saxon, yang satu tidaklah lebih baik dari yang lainnya, keduanya harus berdampingan dan menghargai perbedaan yang ada, dan untuk menghargai perbedaan yang ada, keduanya harus saling mengenal.” Beliau juga mendorong anggota UINL untuk mencegah silent colonization (pergeseran perlahan) atas sistem civil-law, oleh sistem common-law. Kita harus memahami hal ini dengan baik, karena jika bukan kita, maka siapa lagi?

 

*)Prita Miranti Suyudi S.H., M.Kn., adalah Sekretaris Panitia Pelaksana Kongres Internasional Notaris ke-29 dan Hubungan Luar Negeri Ikatan Notaris Indonesia (INI).

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) dalam penyelenggaraan Kongres Internasional Notaris ke-29 di Jakarta.

Tags:

Berita Terkait