Komunitas Konsumen Berencana Lanjutkan Somasi ke BPOM Menjadi Gugatan
Terbaru

Komunitas Konsumen Berencana Lanjutkan Somasi ke BPOM Menjadi Gugatan

Gugatan yang rencananya akan dilakukan merupakan gugatan perdata, tetapi tidak menutup kemungkinan jika melanggar UU Kesehatan, pihak-pihak terkait dapat dikenakan gugatan pidana dan bisa dilaporkan ke Kepolisian.

Willa Wahyuni
Bacaan 4 Menit
Ketua Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing. Foto: RES
Ketua Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing. Foto: RES

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing melayangkan somasi kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terhadap pengumuman 133 sirup obat yang tidak menggunakan zat dan senyawa yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut beberapa waktu ini.

Somasi tersebut berisi mengenai BPOM sebagai lembaga otoritas pengawas obat dan makanan telah lalai melakukan pengawasan pada pre-market dan post-market control. Kemudian, sehubungan dengan kasus gagal ginjal akut BPOM dinilai terbukti lalai melakukan pengawasan.

Somasi tersebut juga berisi mengenai tindakan BPOM menerbitkan lampiran I penjelasan BPOM RI No.HM.01.1.2.10.22.172 tentang Informasi kelima Hasil Pengawasan BPOM terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan atau Gliserin/Gliserol yang dalam somasi konsumen Indonesia menyatakan, tidak berdasarkan pengujian yang dilakukan produsen maupun BPOM setelah merebaknya kasus gagal ginjal akut tetapi hanya didasarkan dari registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

Baca Juga:

“Kami bisa melakukan legal action melalui legal standing dan pengadilan bisa mewakili konsumen dimana niat menggugat harus kita jalankan. Untuk proses gugatan ini baru kami mulai dengan mengirimkan somasi ke BPOM,” ungkapnya.

David menjelaskan, somasi sudah dikirimkan kepada BPOM pada minggu lalu namun belum ada tanggapan.  

“Kami lakukan somasi agar BPOM melakukan penelitian terhadap sirup obat yang telah dikeluarkan izin edarnya tersebut. Semua harus diteliti, jangan hanya diserahkan penelitiannya kepada produsen,” terangnya.

Tidak adanya tanggapan atas somasi yang dilayangkan oleh konsumen Indonesia membuat David menempuh jalur selanjutnya yaitu gugatan.

“Somasi yang kami layangkan sudah seminggu tidak ditanggapi, minggu depan akan kita gugat,” tuturnya.

Legal standing atau kedudukan hukum adalah keadaan di mana seseorang atau suatu pihak ditentukan menenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisian atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.

Di dalam Pasal legal standing dikatakan bahwa pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu:

1. Perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.

2.  Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

3.  Badan hukup publik atau privat

4.  Lembaga negara.

Ia melanjutkan, gugatan yang akan dilayangkan bisa ditujukan kepada BPOM, Kementerian Kesehatan atau lembaga dan badan terkait yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini.

“Gugatan ini penting dan bukan semata-mata untuk ganti rugi saja, tetapi agar pemangku kepentingan betul-betul disadarkan bahwa ternyata upaya pengawasan yang mereka lakukan belum maksimal dan untuk produsen obat lainnya supaya berhati-hati memproduksi obat,” jelas David.

Gugatan yang rencananya akan dilakukan merupakan gugatan perdata, tetapi tidak menutup kemungkinan jika melanggar UU Kesehatan, pihak-pihak terkait dapat dikenakan gugatan pidana dan bisa dilaporkan ke Kepolisian.

Kemudian David juga mengimbau kepada konsumen khususnya keluarga korban untuk mempertahankan hak dan tidak perlu takut memperjuangkan keadilan selama apa yang diperjuangkan memiliki dasar yang kuat.

Benahi sistem pengawasan obat

Sebelumnya, Kemenkes menyatakan tengah memperkuat kolaborasi dengan BPOM untuk membenahi sistem pengawasan obat di Indonesia.

"Peristiwa gangguan ginjal akut ini banyak maknanya. Salah satunya melakukan audit sekaligus memberikan pembenahan atau perbaikan sistem dalam pengawasan obat," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril di Jakarta, Rabu (2/11) seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan pemerintah membuat kebijakan tegas merespons banyaknya kasus gangguan ginjal akut. Salah satunya melalui pembenahan sistem pengawasan obat-obatan.

Syahril mengatakan, kerja sama antara Kemenkes dengan BPOM dilakukan sangat erat, karena satu sama lain saling terkait dalam menangani kasus keracunan obat dalam kejadian gagal ginjal akut.

Setelah melakukan penyelidikan adanya dugaan intoksinasi pada kemasan obat sirup, Kemenkes memberikan laporan ke BPOM untuk diteliti di laboratorium, kata Syahril. "BPOM memeriksa secara teliti untuk mengetahui berapa banyak kandungan yang ada dalam obat dan berapa banyak ambang batas yang boleh dan tidak boleh," ujarnya.

Hingga saat ini, Kemenkes masih melarang peredaran ratusan obat sirup untuk mencegah penambahan pasien gangguan ginjal akut. Seluruh obat tersebut masih dalam pemeriksaan BPOM.

"Banyak sekali obat cair yang harus diperiksa semua, jangan sampai kami memeriksa hanya sebagian. Kami ingin semua aman dan akhirnya kami cabut larangan itu," katanya.

Jumlah pasien gangguan ginjal akut yang sembuh terus bertambah. Kemenkes melaporkan hingga Selasa (1/11) terdapat 325 kasus gangguan ginjal akut. Angka kesembuhan yang dilaporkan sebanyak 39 kasus.

Kebijakan antisipatif terus pemerintah jalankan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat gangguan ginjal akut.

Salah satunya dengan mendatangkan ratusan vial obat antidotum (penawar) Fomepizole injeksi yang didatangkan dari Singapura, Australia, Kanada, dan Jepang. “Sebanyak 146 vial sudah disebarkan ke 17 rumah sakit di 11 provinsi, sementara 100 vial disimpan sebagai stok di instalasi farmasi pusat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait