Komunitas Advokat Uji Aturan Praperadilan ke MK
Berita

Komunitas Advokat Uji Aturan Praperadilan ke MK

Pemohon meminta kepada Mahkamah agar Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hermawanto menegaskan penundaan terhadap sidang praperadilan sering digunakan sebagai upaya mengulur waktu agar suatu perkara dapat mulai disidangkan. "Gugurnya praperadilan tersebut secara hakikat telah melanggar prinsip penegakan hukum yang benar dan adil yang diwujudkan dalam mekanisme praperadilan," ujarnya.

 

Dia menilai ada sifat multitafsir dalam frasa "mulai diperiksa oleh pengadilan negeri" dalam Pasal 82 ayat (1) Huruf d KUHAP yang menjadikan praperadilan gugur karena ada beberapa tafsir. Yakni, sejak berkas dilimpahkan oleh penuntut umum ke Pengadilan Negeri, sejak diperiksa pada sidang perdana, dan atau setelah pembacaan surat dakwaan. Tak hanya itu, aturan ini bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan prinsip kepastian hukum yang adil dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

 

Karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah agar Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa “pemeriksaan  tersebut dilakukan cara cepat dan selambat- lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya” tidak dimaknai “dalam hal suatu permintaan kepada praperadilan sudah mulai diperiksa, sedangkan pemeriksaan  suatu perkara di pengadilan negeri belum dimulai, maka pengadilan negeri harus menunda  pemeriksaan suatu perkara sampai adanya putusan praperadilan.”

 

Dan, meminta  Pasal  82  ayat  (1)  huruf d KUHAP bertentangan  dengan  UUD 1945 secara mutatis mutandis apabila Pasal 82 ayat (1) huruf c telah dinyatakan bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. (Baca juga: Problematika Praperadilan di Indonesia Oleh: Siska Trisia*)

 

Menanggapi pemohonan ini, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai permohonan belum menjelaskan alasan-alasan atau persoalan yang muncul jika secara langsung praperadilan gugur. “Jadi, ini nanti dapat diperbaiki kembali lagi,” katanya. Dia juga memintaPemohon logika hukum yang dipakai dalam permohonan ini mohon diperjelas lagi agar para majelis hakim mudah memahami.

 

Hakim Konstitusi Suhartoyo mengingatkan aturan praperadilan ini sebelumnya pernah diputus MK melalui Putusan MK No. 102/PUU-XIII/2015. “Kalau tidak salah dalam putusan itu tidak dibatasi, malah objek praperadilan diperluas. Nanti bisa dilihat putusan itu,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait