Komunitas Advokat Ini Minta Perpres Kenaikan Iuran JKN Dibatalkan
Utama

Komunitas Advokat Ini Minta Perpres Kenaikan Iuran JKN Dibatalkan

Para pemohon menilai Perpres No. 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Pasal 5 huruf f (asas kejelasan rumusan) dan Pasal 6 huruf g (mencerminkan asas keadilan) UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sejumlah advokat usai mendaftarkan uji materi Perpres No. 75 Tahun 2019 di Gedung MA, Senin (25/11/2019). Foto AID
Sejumlah advokat usai mendaftarkan uji materi Perpres No. 75 Tahun 2019 di Gedung MA, Senin (25/11/2019). Foto AID

Gabungan advokat dan praktisi hukum resmi melayangkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan terkait kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen ke Mahkamah Agung (MA). Mereka beralasan Perpres No. 75 Tahun 2019 yang diteken Presiden Jokowi dan diundangkan pada 24 Oktober ini bertentangan dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.      

 

“Berkas permohonan telah diserahkan ke Kepaniteraan MA. Kita memohon agar Majelis MA memeriksa permohonan ini dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kami mengajukan uji materi ini sebagai bentuk tanggung jawab profesi kami selaku advokat demi kepentingan umum,” kata salah satu pemohon, Indra Rusmi di Gedung MA Jakarta, Senin (25/11/2019). Baca Juga: Komunitas Advokat Ini ‘Gugat’ Perpres Kenaikan Iuran JKN

 

Indra mengatakan dalam permohonannya, para pemohon meminta MA agar memeriksa permohonan ini dalam waktu sesingkat-singkatnya sesuai asas peradilan sederhana sesuai Pasal 5 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil (HUM) agar ada kepastian hukum. Para Pemohon meminta MA dalam putusannya segera memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan untuk melaksanakan putusan tersebut sesuai Pasal 6 ayat (2) Perma No 1 Tahun 2011.

 

Menurutnya, sangat penting MA untuk berkoordinasi terlebih dahulu kepada Presiden untuk menunda pelaksanaan Perpres No. 75 Tahun 2019 karena bertentangan dengan Pasal 5 huruf f (asas kejelasan rumusan) dan Pasal 6 huruf g (mencerminkan asas keadilan) UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan agar memenuhi asas keseimbangan dalam hukum.

 

“Kami para pemohon juga meminta kepada Presiden untuk mengkaji lagi Perpres No. 75 Tahun 2019 tersebut baik dari aspek teknis penyusunan peraturan perundang-undangan maupun substansi isi Perpres tersebut demi kepentingan masyarakat Indonesia,” kata Indra.

 

Selain Indra Rusmi, permohonan ini didukung rekan-rekan advokat yang lain, antara lain Erwin Purnama, Denny Supari, Intan Nur Rahmawati, Bireven Aruan, Yogi Pajar Suprayogi, Ricka Kartika Barus, Ika Arini Batubara, Destya, Kemal Hersanti, Hema Anggiat Marojahan Simanjuntak, Steven Albert, Johan Imanuel, dan Fernando sebagai pemohon.

 

Sebelumnya, Erwin Purnama menilai Perpres 75/2019 telah bertentangan dengan Pasal 5 huruf f (asas kejelasan rumusan) dan Pasal 6 huruf g (mencerminkan asas keadilan). Karena itu, uji materi Perpres 75/2019 ini patutlah diperiksa dan diputuskan secara cermat dan seadil-adilnya oleh Majelis MA demi kepentingan masyarakat.  

 

“Apakah proses penerbitan Perpres itu sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku demi kepentingan masyarakat? Uji materi Perpres 75/2019 sebagai bentuk tanggung jawab profesi (advokat) demi menjaga asas dan nilai-nilai keadilan dalam setiap pembentukan peraturan,” kata dia.

 

Karena itu, pihaknya menilai Perpres No 75/2019 bertentangan dengan asas keadilan sebagaimana diatur Pasal 5 dan Pasal 6 UU 12/2011. “Perpres 75/2019 ini layak dibatalkan karena cacat hukum sejak terbit,” pintanya.

 

Juru Bicara Komunitas Peduli BPJS Kesehatan Johan Imanuel, yang juga salah satu pemohon uji materi Perpres 75/2019 ini, menilai besaran kenaikan iuran ini memberatkan masyarakat. Dia mengaku sudah menerima beberapa keluhan, terutama dari masyarakat daerah terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.

 

"Kenaikan iuran ini berdampak bagi satu keluarga, jika diperkirakan akan membayar iuran sebesar kurang lebih Rp400 ribu per bulannya untuk seluruh anggota keluarga. Sementara pendapatan dalam keluarga tersebut setiap bulannya tidak menentu, rata-rata hanya di kisaran satu juta rupiah, hingga satu setengah juta rupiah. Belum lagi, kebutuhan lainnya dari keluarga tersebut belum tentu tercover semua," kata Johan, Rabu (5/11/2019) lalu.

 

Selain mengenai besaran iuran, Johan juga mengaku pihaknya mendapatkan keluhan dari peserta yang menyebut jika BPJS Kesehatan cenderung seperti asuransi, bukan jaminan sosial. “Ada juga peserta yang mempertanyakan kepada Komunitas Peduli BPJS Kesehatan perihal peserta sudah bayar selama empat tahun dan belum pernah sekalipun digunakan, bagaimana dengan iuran yang sudah dibayarkan, bisakah dikembalikan? Karena perpres cenderung merasa seperti asuransi, bukan jaminan sosial, dan bagaimana dengan service dan pelayanannya?"

 

Dengan beberapa alasan itu pula, Komunitas Peduli BPJS Kesehatan mendesak pemerintah untuk mencari solusi yang kreatif dengan memperhatikan kemampuan masyarakat untuk membayar iuran. Hal itu penting dilakukan agar kepentingan jaminan sosial sesuai cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pasal 34 UUD 1945. Atas dasar itu, Johan mendukung upaya uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang diajukan oleh rekan-rekan di Surabaya. 

 

Setidaknya, ada tiga alasan di balik dukungan uji materii Perpres 75/2019 tersebut. Pertama, Perpres 75/2019 belum memenuhi rasa keadilan, sehingga layak apabila peserta BPJS Kesehatan mengajukan hak uji materi ke MA karena bertentangan dengan UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UUD Tahun 1945.

 

Kedua, Perpres 75/2019 diterbitkan secara terburu-buru (prematur). Seharusnya, lanjut Johan, materi Perpres ini mencantumkan semua batang tubuh yang diatur agar berkesesuaian antara pasal yang satu dengan pasal yang lain, sehingga memenuhi semua syarat pembentukan perundang-undangan yang diatur Pasal 5 UU Pembentukan Peraturan. Ketiga, Perpres 75/2019 perlu dikaji ulang agar berorientasi pada kejelasan dan kejernihan pengertian yang bersifat kognitif agar perumusannya jelas, berkesesuaian materi muatannya, dan berpedoman pada asas kemanfaatan dan keadilan.

 

Seperti diketahui, Perpres No.75 Tahun 2019 diantaranya memuat kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen. Rinciannya, iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (PB) mengalami kenaikan hingga 100 persen. Pasal 34 PP 75/2019 ini menyebutkan perubahan iuran terbagi dalam tiga kategori. Pertama, untuk Kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp. 42.000. Kedua, Kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000. Ketiga, Kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000. Iuran ini berlaku mulai Januari 2020 mendatang.

Tags:

Berita Terkait