Kompetensi Anggota Dewan Menjadi Faktor Melempemnya Kinerja Legislasi
Terbaru

Kompetensi Anggota Dewan Menjadi Faktor Melempemnya Kinerja Legislasi

Komitmen dengan target yang direncanakan harus menjadi pegangan setiap anggota dewan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Direktur Indonesia Center for Legislative Drafting (ICLD), Fitriani Ahlan Sjarif . Foto: RES
Direktur Indonesia Center for Legislative Drafting (ICLD), Fitriani Ahlan Sjarif . Foto: RES

Kinerja legislasi DPR 2023 jauh dari harapan sebagaimana RUU yang terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahunan yang ditetapkan. Berdasarkan catatan, setidaknya DPR hanya mampu merampungkan 5 RUU  menjadi  UU dari 42 RUU yang ditargetkan bersama dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di periode 2023. Sementara sepanjang 2020-2023 DPR hanya mampu merampungkan total 25 RUU menjadi UU.

”Dari output terlihat cukup menyedihkan,” ujar Direktur Indonesia Center for Legislative Drafting (ICLD), Fitriani Ahlan Sjarif dalam acara Hukumonline IG Live bertajuk ”Kinerja Legislasi DPR Periode 2019-2024 Lemah, Apa Dampaknya?”, Kamis (11/1/2024).

Dia menilai sepanjang periode 2020-2023 alias 4 tahun dengan capaian 25 RUU menjadi UU terbilang sedikit. Tapi Fitriani memaklumi di tahun 2020 memang dalam kondisi pandemi Covid-19 yang membatasi pertemuan secara langsung dan peralihan memanfaatkan digitalisasi. Tapi setelah 2020 yang mulai beradaptasi dan 2023 sudah mulai normal kembali, namun tidak juga signifikan hasilnya.

Kinerja legislasi DPR sepanjang pengamatan Fitriani hampir semua rezim tidak optimal. Terdapat sejumlah faktor seperti kepentingan politik yang menyebabkan kinerja legislasi tidak sesuai rencana. Terlebih tidak ada batasan waktu dalam pembatasan pembahasan pembuatan UU. Namun, dia menegaskan agar parlemen berkomitmen dengan target yang direncanakan.

”Apakah UU itu produk hukum atau politik?. Jika UU itu produk hukum yang melewati proses politik memang tidak dapat dipungkiri kinerjanya terkait unsur-unsur banyak dan tidak terprediksi. Tapi balik lagi harusnya komitmen itu dipegang oleh anggota dewan,” katanya.

Baca juga:

Dosen Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu menilai, kompetensi anggota dewan dalam penyusunan RUU juga menjadi faktor. Contohnya, terdapat anggota yang tidak memiliki keahlian hukum dalam RUU Perampasan Aset sehingga harus mengeluarkan sumber daya lebih dalam penyusunannya seperti pembekalan dan penyediaan tenaga ahli.

Tags:

Berita Terkait