Komnas HAM Minta MA Apresiasi Hakim PN Jaktim Perkara Haris-Fatia
Utama

Komnas HAM Minta MA Apresiasi Hakim PN Jaktim Perkara Haris-Fatia

Putusan vonis bebas Haris-Fatia ini sebagai sinyal positif terhadap hak atas kebebasan berekspresi di Indonesia. Komnas HAM meminta Jaksa Agung melalui Jaksa Penuntut Umum untuk tidak mengajukan kasasi atas putusan bebas ini.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Foto: Istimewa
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Foto: Istimewa

Demokrasi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir disebut mengalami kemunduran. Antara lain ditandai semakin sempitnya ruang kebebasan sipil seperti hak untuk berekspresi dan berpendapat. Perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi salah satu kasus yang menyita perhatian publik baik nasional dan internasional.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) memutus Haris-Fatia bebas bebas dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. Dakwaan jaksa dinilai tak terbukti oleh majelis hakim. Putusan ini diapresiasi banyak kalangan baik kalangan masyarakat sipil dan lembaga negara.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mencatat selain menjatuhkan vonis bebas, majelis hakim juga memandatkan rehabilitasi hak-hak Haris-Fatia. Atas putusan itu Atnike menyebut lembaganya mengucapkan selamat kepada Haris dan Fatia. Komnas HAM mengapresiasi putusan majelis hakim yang berintegritas dan tajam dalam pertimbangan putusan sehingga melahirkan vonis bebas bagi Haris-Fatia.

“Komnas HAM meminta Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan apresiasi kepada majelis hakim di persidangan. Komnas HAM juga meminta Jaksa Agung melalui Jaksa Penuntut Umum untuk tidak mengajukan kasasi atas putusan bebas ini,” kata Atnike saat dikonfirmasi, Selasa (9/1/2024).

Baca juga:

Atnike menegaskan putusan yang memvonis bebas Haris-Fatia ini sebagai sinyal positif terhadap hak atas kebebasan berekspresi di Indonesia. Tapi idealnya, persoalan dugaan pencemaran nama baik seperti ini tidak perlu sampai ke pengadilan. Komnas HAM telah menyampaikan pandangannya dalam pendapat tertulis (Amicus Curiae) kepada Ketua PN Jaktim melalui surat nomor 644/PM.00/AC/V/2023 tertanggal 19 Mei 2023.

Amicus Curiae yang disampaikan Komnas HAM itu pada intinya tindakan Haris-Fatia dalam perkara ini adalah tindakan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini tegas dilindungi sebagaimana diatur Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Aturan itu telah ditindaklanjuti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dan Pedoman Jaksa Agung No.8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Secara umum, Atnike menjelaskan putusan bebas ini juga memberikan sinyal positif bagi perlindungan terhadap pembela HAM. Juga memberikan sinyal positif bagi pengakuan dan perlindungan atas lingkungan berkelanjutan sebagai bagian dari HAM. Kendati demikian keberadaan UU No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) masih memuat potensi ancaman terhadap kebebasan berekspresi.

“Komnas HAM merekomendasikan pemerintah dan pembuatan kebijakan untuk melakukan penilaian lebih lanjut atas hasil revisi tersebut guna mencegah penggunaan UU ITE yang dapat mengancam hak berekspresi,” usulnya.

Terpisah, tim penasihat hukum Haris-Fatia yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi, Muhammad Isnur, berpendapat putusan ini memberikan pesan kepada publik untuk terus mengkritik, berbicara dan menyampaikan pendapat. Apa yang disampaikan hakim adalah kebenaran karena menyebut demokrasi dan kebebasan berekspresi. Putusan ini menyampaikan pesan bahwa jangan takut dan jangan berhenti menyampaikan pendapat.

“Tujuan awal podcast ini adalah membantu masyarakat di Papua yang masih hidup dalam situasi kekerasan dan pelanggaran HAM,” ujar Isnur.

Mengakui kebenaran riset koalisi

Anggota tim penasihat hukum lainnya, Arif Maulana menambahkan apa yang dibacakan majelis hakim dalam putusannya mengakui bahwa riset dari koalisi masyarakat sipil adalah benar dan harus diakui sebagai sebuah fakta. Riset tersebut menyatakan bahwa terdapat conflict of interest dari Luhut Binsar Panjaitan.

“Maka, ketika ingin hukum setara, polisi harus mengusut jejak bisnis pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan Luhut,” tegasnya.

Koalisi mencatat majelis hakim PN Jaktim dalam membacakan putusan perkara Haris dan Fatia menyatakan bahwa Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak bisa dilepaskan dari putusan Mahkamah Konstitusi dan Surat Keputusan Bersama tiga lembaga yakni Kominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan frasa ‘lord’ bukan unsur pencemaran baik. Begitupun yang diucapkan oleh Fatia yakni kata ‘jadi penjahat juga kita’, menurut majelis hakim perkataan itu tidak ditujukan kepada Luhut Binsar Panjaitan, sehingga tidak dapat diklasifikasikan penghinaan.

Sementara untuk kalimat ‘bisa dibilang bermain tambang yang terjadi di papua hari ini’ yang diucapkan Fatia, hakim menilai bahwa hal tersebut terbukti dan tidak dapat diingkari. Sebab, PT Tobacom Del Mandiri (TDM) sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtera yang sahamnya dimiliki 99 persen oleh Luhut Binsar Panjaitan, memiliki keterkaitan pada penjajakan bisnis di papua.

Hakim menilai unsur-unsur pasal tidak terbukti menurut hukum, terdakwa tidak terbukti melakukan delik sebagaimana diatur pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik atau dalam dakwaan pertama. Lebih lanjut, hakim turut membacakan pasal dakwaan lainnya yakni Pasal 14 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait pemberitahuan bohong.

Pertimbangan hakim menyatakan bahwa PT Toba Sejahtera sebagai Beneficiary Owner (BO) terlihat dari korespondensi antara Paulus Prananto dengan PT MQ dan West Wits Mining untuk Darewo Project. Sehingga, yang diucapkan oleh Fatia dan Haris berdasarkan hasil riset koalisi masyarakat sipil bukan merupakan berita bohong.

Hakim juga menilai bahwa judul podcast ‘Ada Lord Luhut di Balik Operarsi Militer di Papua” juga bukan merupakan pemberitaan bohong, sehingga dakwaan primair kedua tidak terpenuhi. Perihal Pasal 15 UU 1/1946 khususnya berkaitan dengan keonaran, dalam dakwaan kedua subsidair, merujuk pada publikasi yang dilakukan Australia Stock Exchange, terbukti bahwa telah ada penjajakan bisnis antara PT TDM dan West Wits Mining.

PT TDM sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtera, sehingga Luhut memperoleh manfaat karena mendapatkan laporan keuangan secara berkala. Lagi-lagi majelis hakim menyatakan pasal ini juga tidak terpenuhi. Begitu juga Pasal 311 KUHP sebagai dakwaan ketiga dalam perkara ini, dalam putusannya, majelis hakim pun menjabarkan unsur-unsur yang ada. Sama seperti pasal-pasal lainnya, hakim menyatakan bahwa yang dilakukan Fatia dan Haris bukanlah melanggar kehormatan dan nama baik, melainkan sebuah kenyataan, sehingga delik pada unsur pasal ini tidak terpenuhi.

Tags:

Berita Terkait