Komnas HAM dan Bawaslu Pastikan Hak Suara Kaum Marjinal Terlindungi
Berita

Komnas HAM dan Bawaslu Pastikan Hak Suara Kaum Marjinal Terlindungi

Selain pengawasan penggunaan hak suara, Komnas HAM juga akan melakukan pengawasan jika terjadi intimidasi terhadap seseorang untuk memilih caleg/partai tertentu juga akan menjadi prioritas dari pengawasan.

CR-4
Bacaan 2 Menit
Komnas HAM dan Bawaslu Pastikan Hak Suara Kaum Marjinal Terlindungi
Hukumonline

 

Pemenuhan hak ini menurut Ifdhal juga sudah dilindungi oleh Konstitusi maupun undang-undang. Jaminan untuk hak ini tertuang dengan jelas dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan diperkuat dengan UU No. 12 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, jelasnya.

 

Untuk itu, hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu/warga Negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Bertolak dari pengalaman tersebut, Komnas HAM dan Bawaslu sudah mempersiapkan sejumlah agenda kerja bersama untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu nanti.

 

Daerah rawan

Ifdhal mengungkapkan Komnas HAM akan melakukan investigasi di daerah-daerah yang rawan soal pendataan pemilihnya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi pemilih yang telah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih, tidak masuk dalam daftar yang telah dibuat oleh pihak penyelenggara (KPU).

 

Daerah-daerah yang rawan tersebut dicontohkan Ifdhal seperti, penjara, daerah pemukiman kaum marjinal, rumah sakit jiwa dan di daerah-daerah yang rawan konflik seperti Papua, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Poso. Serta daerah perbatasan seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

 

Tidak hanya di wilayah tersebut saja, pihaknya juga akan melakukan investigasi di wilayah pengungsian Jemaah Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Apakah mereka masuk daftar pemilih atau tidak, tegas Ifdhal.

 

Investigasi ini dilakukan agar jika memang ditemukan kekurangan pada data pemilihan untuk pemilu legislatif dapat segera diperbaiki untuk pilpres. Hal ini, menurut Ifdhal, juga telah diatur dengan jelas pasca keluarnya Perpu No 1 Tahun 2009 tentang Perubahan terhadap UU Pemilu beberapa waktu lalu yang memperbolehkan perubahan daftar pemilh tetap.

 

Selain daerah rawan, Komnas HAM juga menyoroti perlindungan hak suara pemilih dari kalangan penyandang cacat. Ifdhal menjelaskan kurangnya fasilitas untuk para penyandang cacat mengakibatkan hak-hak mereka dalam Pemilu tidak terpenuhi.

 

Kurangnya fasilitas untuk para penyandang cacat juga diakui oleh Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini. Ia menilai pihak KPU lemah dalam urusan sosialisasi pemilu bagi masyarakat penyandang cacat. Akibatnya, hak suara penyandang cacat tak terlindungi. Untuk masalah ini kami sudah mendorong pihak KPU untuk memperhatikan kepentingan mereka, ungkapnya. Namun kenyataannya sampai saat ini sosialisasi dari KPU untuk para penyandang cacat tersebut masih datar-datar saja.

 

Selain pengawasan penggunaan hak suara, Komnas HAM juga akan melakukan pengawasan jika terjadi intimidasi terhadap seseorang untuk memilih caleg/partai tertentu juga akan menjadi prioritas dari pengawasan. Selain Intimidasi, pelanggaran terhadap hak anak terutama dalam hal penggunaan anak dalam iklan kampanye di media elektronik juga akan menjadi sorotan Komnas HAM.

Semakin mendekati hari pemilihan pada 9 April nanti, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melebarkan jaring pengawasannya dengan merangkul Komisi Nasional  Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kedua lembaga sepakat untuk bersama-sama mengawasi pelanggaran HAM yang kemungkinan terjadi dalam pemilu nanti.

 

Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bertempat di kantor Komnas HAM, Jakarta (16/3). Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyampaikan bahwa kerjasama ini bertujuan untuk mensukseskan jalannya Pemilu dan menjamin terlindunginya hak penggunaan suara para pemilih dan kaum marjinal.

 

Menurut Ifdhal pelanggaran pada Pemilu 2004 yang lalu, banyak terjadi pada tahapan awal yaitu pendaftaran pemilih. Di 2004 banyak orang yang tidak masuk dalam daftar pemilih khususnya masyarakat marjinal, ujarnya. Hal ini mengakibatkan banyak hak suara pemilih yang terabaikan pada Pemilu tersebut.

 

Banyaknya hak suara yang terabaikan tersebut terjadi akibat dari kurang telitinya pihak penyelenggara, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum, dalam mendata para pemilihnya. Bukan karena golput, tegas Ifdhal.

 

Ia mencontohkan, dalam Pemilu 2004 banyak warga keturunan China Benteng di daerah Tangerang yang tidak masuk dalam daftar pemilih. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) padahal eksistensi mereka sudah diketahui oleh pemda setempat, jelas Ifdhal.

Halaman Selanjutnya:
Tags: