Komnas HAM Bakal Bentuk Tim Penyelesaian Masalah Agraria
Terbaru

Komnas HAM Bakal Bentuk Tim Penyelesaian Masalah Agraria

Konflik agraria posisi kedua paling banyak diadukan masyarakat ke Komnas HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro  (berdiri) saat penyampaian atau peluncuran Catahu KPA Tahun 2022, Senn (9/1/2023). Foto: ADY
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro (berdiri) saat penyampaian atau peluncuran Catahu KPA Tahun 2022, Senn (9/1/2023). Foto: ADY

Komnas HAM menerima ribuan pengaduan masyarakat sepanjang tahun. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan khusus sektor agraria jumlahnya lebih dari 300 pengaduan. “Kasus agraria paling banyak diadukan ke Komnas HAM selama periode 2021-2022,” kata Atnike Nova Sigiro dalam peluncuran Catahu KPA Tahun 2022 di Jakarta, Senin (9/1/2023) kemarin.

Korporasi juga banyak diadukan masyarakat kepada Komnas HAM dengan isu yang didominasi soal tanah atau lahan. Dari berbagai pengaduan yang masuk itu Atnike mengatakan isu agraria patut menjadi perhatian karena pengaduannya cukup tinggi.

Sebagai upaya untuk menangani persoalan agraria, Atnike menjelaskan Komnas HAM periode sebelumnya telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) terkait tanah dan SDA dan SNP tentang hak atas tempat tinggal yang layak. SNP itu bisa digunakan oleh semua lembaga untuk mencermati HAM dalam setiap kebijakan terkait.

Baca Juga:

Dalam pandangan HAM, Atnike mengatakan agraria dimaknai sangat luas tak hanya penguasaan terhadap lahan, tapi juga sejauh mana pemanfaatannya dapat memenuhi HAM. Oleh karena itu persoalan agraria terkait juga dengan hak-hak lainnya seperti hak atas kesejahteraan. “Agraria mempengaruhi kualitas hidup dan masa depan masyarakat,” ujarnya.

Komnas HAM juga melakukan mediasi dalam menangani sengketa agraria. Oleh karena itu, Atnike menekankan perlunya menjalin hubungan yang strategis antara Komnas HAM dan lembaga lain yang membidangi agraria. Misalnya koordinasi antara Komnas HAM dan Kementerian ATR/BPN.

“Dalam fungsi mediasi kita perlu bekerja sama. Dengan semangat sama, kita bisa mengajak kementerian/lembaga lainnya,” ujar Atnike.

Guna mendukung penanganan terhadap pengaduan di sektor agraria, Atnike menyebut Komnas HAM akan membentuk tim khusus yang fokus mengurusi bidang agraria. Dalam hal ini, Komnas HAM membuka ruang kolaborasi dengan berbagai lembaga untuk menangani persoalan agraria.

Dalam kesempatan yang sama Sekjen KPA, Dewi Kartika, mengatakan sepanjang tahun 2022 organisasinya mencatat ada 212 letusan konflik agraria, mencakup 1.035.613 hektar lahan dan 346.402 KK terdampak. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2021 dimana luas lahan terdampak 500.062 hektar dan 198.895 KK menjadi korban.

“Meski tidak signifikan dari sisi jumlah, namun dari sisi luasan wilayah terdampak naik drastis hingga 100 persen. Begitu pula dari sisi jumlah korban yang terdampak mengalami kenaikan hampir 50 persen dibandingkan tahun 2021,” kata Dewi dalam kesempatan yang sama.

Konflik paling banyak terjadi di sektor perkebunan 99 kasus, infrastruktur 32 kasus, properti 26 kasus, pertambangan 21 kasus, kehutanan 20 kasus, fasilitas militer 6 kasus, pertanian/agribisnis 4 kasus, dan pesisir dan pulau-pulau kecil 4 kasus. Dewi menyebut investasi dan praktik bisnis di sektor perkebunan kembali mendominasi sebagai penyebab konflik agraria, terutama pada perkebunan komoditi global kelapa sawit (palm oil).

Dari total 212 letusan konflik yang terjadi, 99 kasus disumbangkan oleh sektor perkebunan dengan luasan wilayah konflik mencapai 377.197 hektar dan mengakibatkan korban terdampak sebanyak 141.001 KK. Sebanyak 80 dari 99 kasus konflik agraria terjadi di sektor sawit. “Tingginya letusan konflik agraria di sektor perkebunan dan bisnis sawit merupakan persoalan klasik yang tidak kunjung terpecahkan oleh pemerintah,” katanya.

Tags:

Berita Terkait